Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pentingnya Kejujuran dalam Perkawinan, Nasihat Islami untuk Suami

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - Rabu, 23 April 2025 - 08:30 WIB

Rabu, 23 April 2025 - 08:30 WIB

21 Views

Peran dan tanggung suami (foto: ig)

DALAM membangun rumah tangga, kejujuran menjadi fondasi utama yang tidak boleh diabaikan. Dalam Islam, kejujuran adalah sifat yang sangat dijunjung tinggi, bahkan menjadi salah satu ciri orang beriman. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Nasihat ini sangat relevan terutama bagi suami sebagai pemimpin dalam keluarga. Suami yang jujur akan menciptakan suasana rumah tangga yang penuh kedamaian, saling percaya, dan terhindar dari prasangka yang merusak.

Kejujuran dalam perkawinan bukan hanya menyangkut urusan ekonomi atau perbuatan lahiriah, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan. Misalnya, bersikap jujur tentang perasaan, kondisi keuangan, rencana masa depan, dan bahkan kelemahan pribadi. Allah Ta’ala memerintahkan agar orang-orang beriman berkata benar dalam setiap kesempatan, “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” (QS. Al-Ahzab: 70).

Dalam posisi sebagai qawwam atau pemimpin rumah tangga (QS. An-Nisa: 34), suami memegang tanggung jawab besar untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran dalam keluarga. Suami yang gemar berdusta kepada istrinya akan meruntuhkan fondasi cinta dan kepercayaan. Sekali kepercayaan hilang, maka sulit bagi sebuah hubungan untuk bertahan utuh. Istri yang merasa dibohongi bisa mengalami trauma emosional dan merasa kehilangan tempat berlindung.

Baca Juga: Palestina dalam Kitab-Kitab Suci: Perspektif Islam, Yahudi, dan Kristen

Dalam Islam, kejujuran juga merupakan bentuk kesetiaan. Tidak ada kesetiaan tanpa kejujuran. Suami yang setia adalah suami yang jujur pada janji-janji pernikahan, tidak menyembunyikan sesuatu yang seharusnya diketahui pasangan, dan menjunjung transparansi dalam hubungan. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Tidak ada iman bagi orang yang tidak bisa dipercaya dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji,” (HR. Ahmad).

Kejujuran juga menciptakan komunikasi yang sehat. Suami yang jujur akan lebih mudah membangun dialog terbuka dengan istrinya. Jika terjadi masalah, ia tidak lari atau menyembunyikannya, tetapi berani mengungkapkan dengan tenang dan dewasa. Dengan cara ini, permasalahan bisa diselesaikan tanpa memperbesar luka batin.

Di sisi lain, dusta yang terus-menerus bisa menjadi pintu kehancuran rumah tangga. Meskipun suami berdusta dengan niat “tidak ingin menyakiti hati istri”, namun kebohongan tetap kebohongan. Sekecil apapun, ia akan menjadi duri dalam hubungan suami-istri. Bahkan, Allah menyebutkan bahwa sifat berdusta merupakan ciri orang-orang munafik (QS. Al-Baqarah: 10).

Kejujuran juga menjadi teladan utama bagi anak-anak. Anak akan meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Jika seorang ayah sering berbohong, maka besar kemungkinan anak juga akan menganggap kebohongan sebagai hal yang biasa. Sebaliknya, ketika sang ayah mempraktikkan kejujuran dalam kehidupan sehari-hari, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang amanah dan bertanggung jawab.

Baca Juga: Jangan Jadi Generasi Rebahan

Kejujuran juga erat kaitannya dengan keberkahan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Penjual dan pembeli diberi pilihan (untuk meneruskan atau membatalkan jual beli) selama mereka belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menjelaskan (keadaan barang), maka jual beli mereka diberkahi. Namun jika mereka menyembunyikan dan berdusta, maka dihapuslah keberkahan jual beli mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim). Prinsip ini juga berlaku dalam rumah tangga—jika kejujuran ditegakkan, maka rumah tangga akan diberkahi oleh Allah.

Dalam perjalanan rumah tangga, ada masa-masa sulit yang membutuhkan keteguhan hati. Suami yang jujur akan mampu mengajak istri menghadapi tantangan dengan kepala tegak dan hati lapang. Ia tidak akan berpura-pura kuat, tetapi akan mengajak istri untuk saling menguatkan dan mencari solusi bersama.

Islam mendorong setiap suami untuk tidak menyembunyikan masalah keuangan atau utang piutang dari istrinya. Kejujuran dalam masalah ini sangat penting agar tidak terjadi konflik yang bisa merusak keutuhan rumah tangga. Bahkan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memberi peringatan keras kepada siapa saja yang meninggal dunia dalam keadaan memiliki utang namun tidak menjelaskannya.

Lebih dari itu, kejujuran dalam cinta juga harus dijaga. Suami yang mulai berpaling hati atau menyukai wanita lain tanpa mengomunikasikannya dengan istri—dan justru menyembunyikannya—telah berbuat zalim. Jika ada keinginan menikah lagi, maka jalannya bukan melalui kebohongan, melainkan dengan keterbukaan, diskusi, dan musyawarah.

Baca Juga: Generasi yang Terasing dari Nilai-Nilai Luhur Bangsa: Tantangan dan Solusi

Kejujuran juga merupakan bentuk dari cinta sejati. Seorang suami yang mencintai istrinya karena Allah akan selalu berusaha untuk menjaga hatinya dengan cara-cara yang benar dan mulia. Ia tidak ingin menyakiti istri melalui kebohongan, bahkan dalam hal kecil sekalipun.

Sebagai penutup, marilah kita mengingat bahwa kejujuran adalah amanah. Allah memerintahkan setiap hamba-Nya untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak. Dalam rumah tangga, amanah itu termasuk menjaga kepercayaan pasangan dengan kejujuran yang konsisten. Suami yang jujur, insyaAllah akan menjadi sebab datangnya ketenangan, cinta, dan rahmat dalam rumah tangganya.

Semoga setiap suami muslim menyadari bahwa kejujuran adalah kekuatan, bukan kelemahan. Dengan kejujuran, rumah tangga akan menjadi ladang pahala dan surga dunia yang sesungguhnya. Wallahu a’lam.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Niat Lillah, Sumber Keberkahan dalam Setiap Transaksi

Rekomendasi untuk Anda

MINA Edu
MINA Edu
Kolom
MINA Preneur