REGENERASI adalah proses pewarisan nilai, ilmu, dan kepemimpinan dari satu generasi ke generasi berikutnya agar estafet perjuangan tetap berjalan. Kaderisasi merupakan langkah sistematis dan terencana untuk mencetak individu-individu yang siap melanjutkan perjuangan dan mengemban amanah tertentu. Dalam organisasi, komunitas, maupun kehidupan berbangsa dan beragama, keduanya sangat vital untuk menjamin kelangsungan nilai dan misi yang telah dirintis oleh para pendahulu.
Secara sosiologis dan antropologis, setiap peradaban yang besar tidak pernah bertahan tanpa adanya proses regenerasi yang kuat. Bangsa-bangsa yang maju selalu memiliki sistem kaderisasi yang mapan. Institusi pendidikan, pelatihan, dan pembinaan menjadi bukti nyata pentingnya investasi terhadap generasi muda. Tanpa itu, peradaban akan stagnan dan akhirnya runtuh.
Dalam Islam, regenerasi dan kaderisasi sangat ditekankan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyiapkan para sahabat untuk menjadi penerus dakwahnya. Salah satu contohnya adalah bagaimana Nabi membina Ali bin Abi Thalib sejak kecil serta mempersiapkan Mu’adz bin Jabal untuk menjadi duta keilmuan di Yaman. Al-Qur’an pun menceritakan bagaimana para nabi berdoa agar memiliki keturunan yang shaleh dan melanjutkan perjuangan (Qs. Maryam: 5-6).
Allah Ta’ala menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi (Qs. Al-Baqarah: 30). Amanah ini bukan hanya tanggung jawab pribadi, tetapi juga kolektif. Regenerasi adalah bagian dari amanah tersebut agar tugas kekhalifahan terus berlangsung tanpa terputus. Tidak cukup jika hanya satu generasi yang memahami dan melaksanakan tugas ini; perlu kesinambungan melalui kaderisasi.
Baca Juga: Dinamika Hidup Berjama’ah di Era Modern
Dalam konteks dakwah, regenerasi tidak bisa diabaikan. Tanpa kaderisasi dai, ustadz, dan pemimpin umat, misi dakwah akan berhenti. Dakwah adalah tugas sepanjang masa dan memerlukan estafet perjuangan yang tidak boleh putus. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sampaikan dariku walau satu ayat.” (HR. Bukhari), yang mengisyaratkan pentingnya penyampaian dan pewarisan ilmu.
Lembaga pendidikan merupakan jalur formal yang sangat strategis dalam proses regenerasi. Di sanalah nilai-nilai moral, ilmu pengetahuan, dan kepemimpinan ditanamkan. Proses kaderisasi tidak hanya mentransfer ilmu, tetapi juga membentuk karakter, keimanan, dan etika yang dibutuhkan untuk melanjutkan amanah perjuangan.
Dalam organisasi Islam, kaderisasi merupakan upaya untuk menyiapkan generasi penerus. Tanpa kaderisasi, organisasi akan menghadapi krisis kepemimpinan. Pembinaan berjenjang seperti halaqah, mentoring, dan pelatihan kepemimpinan (leadership training) merupakan metode yang terbukti efektif membentuk kader militan.
Pentingnya Konsistensi dalam Kaderisasi
Baca Juga: Zionis Israel, Bangsa Tanpa Akar, Hidup dari Rampasan
Kaderisasi tidak cukup dilakukan secara sporadis atau insidental. Harus ada sistem yang berkelanjutan, terstruktur, dan terukur. Sebab, proses pembentukan karakter dan kompetensi seseorang tidak bisa instan. Perlu waktu, proses pembiasaan, dan evaluasi berkala agar hasilnya maksimal.
Lingkungan keluarga merupakan tempat kaderisasi paling awal dan mendasar. Orang tua adalah madrasah pertama bagi anak. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini menunjukkan bahwa keluarga memiliki peran sentral dalam mencetak generasi penerus yang bertauhid dan berakhlak.
Ketahanan umat Islam ditentukan oleh keberlangsungan generasi yang tangguh dan berkualitas. Umat yang gagal menyiapkan generasi penerus akan mudah dilemahkan, baik secara aqidah, moral, maupun budaya. Inilah mengapa musuh-musuh Islam justru fokus merusak generasi muda dengan ideologi sesat, gaya hidup liberal, dan narkoba.
Ulama dan intelektual muslim memiliki peran penting dalam regenerasi. Mereka harus menjadi pembina dan inspirator bagi generasi muda. Ilmu yang tidak diwariskan hanya akan mati bersama pemiliknya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits, “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu sekaligus dari manusia, melainkan mencabutnya dengan mewafatkan para ulama…” (HR. Bukhari dan Muslim).
Baca Juga: Zionis Israel, Laknat Abadi dalam Sejarah Kemanusiaan
Kepemimpinan dalam Islam adalah amanah besar. Proses kaderisasi harus mampu menyiapkan pemimpin yang adil, amanah, dan berilmu. Sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang membentuk para sahabat menjadi pemimpin daerah, imam, dan qadhi setelah beliau wafat. Umar bin Khattab dikenal sangat teliti dalam memilih dan membina para pejabatnya.
Di era digital dan globalisasi, regenerasi menghadapi tantangan baru. Informasi yang serba cepat, budaya asing yang masuk bebas, serta individualisme yang merusak nilai kebersamaan membuat kaderisasi semakin berat. Perlu pendekatan yang adaptif, kreatif, dan kontekstual untuk menarik minat generasi muda agar mau ikut serta dalam proses pembinaan dan perjuangan Islam.
Proses regenerasi tidak bisa hanya dibebankan pada satu pihak. Perlu sinergi antara ulama, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, dan pemerintah. Kolaborasi ini akan memperkuat jaringan pembinaan yang berkelanjutan. Masyarakat pun harus berperan aktif menciptakan ekosistem yang kondusif bagi tumbuhnya kader-kader unggul.
Lebih dari sekadar program, regenerasi harus menjadi budaya. Budaya mentoring, budaya belajar, budaya melibatkan generasi muda dalam pengambilan keputusan dan aktivitas organisasi harus terus dikembangkan. Ketika regenerasi sudah menjadi budaya, maka ia akan berjalan secara alami dan berkesinambungan.
Baca Juga: Kewajiban Memuliakan, Melindungi dan Mempertahankan Masjid Al-Aqsa
Kesimpulannya, regenerasi dan kaderisasi adalah keniscayaan dalam membangun peradaban, menjaga dakwah, dan mempertahankan eksistensi umat. Ia bukan hanya kebutuhan, tapi kewajiban syar’i dan sosial. Tanpa regenerasi, umat akan punah secara ideologis. Dengan regenerasi, cahaya Islam akan terus menyala di setiap zaman dan tempat.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Tanah yang Dirampas, Hak yang Diinjak, Dosa Historis Israel