Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

PENTINGNYA TARBIYAH ISLAMIYAH

Admin - Senin, 22 Juli 2013 - 03:19 WIB

Senin, 22 Juli 2013 - 03:19 WIB

1170 Views ㅤ

Oleh Bahron Ansori*

Hari ini, kemerosotan akhlak terjadi dimana-mana, tidak menutup kemungkinan di pesantren sekalipun. Kemerosotan akhlak bisa menimpa siapa saja, mulai dari yang berprofesi sebagai tukang bangunan sampai pejabat negara. Dari lembaga umum sampai institusi publik, bahkan tak terkecuali kantor-kantor yang bergerak dalam bidang keagamaan sekalipun.

Dalam kehidupan keluarga, banyak anak tidak mengenal apa itu kesopanan dan tata krama. Kesopanan dan akhlak yang mulia dianggap sebagai racun kehidupan yang  harus dijauhi dan ditinggalkan. Di sisi lain keteladanan akhlak mulia dan moral semakin sulit ditemukan. Sungguh suatu ironi yang memilukan, ditengah-tengah mayoritas pemeluk agama Islam terjadi dekadensi moral yang begitu memilukan sekaligus memalukan.

Untuk mengatasi persoalan kemerosotan akhlak di atas, maka tarbiyah (pendidikan) menduduki urutan terpenting dalam upaya merubahnya.  Tarbiyah merupakan  obat  mujarab dan terapi mental bagi krisis akhlak yang tengah terjadi di negeri ini. Tanpa tarbiyah dekadensi moral sulit untuk disembuhkan.            

Baca Juga: Hijrah Bukan Tren, Tapi Jalan Pulang yang Hakiki

Namun demikian, penyelenggaraan tarbiyah Islamiyah (pendidikan Islam) harus berkiblat dan berdasar kepada aqidah yang benar dan bersih dari syirik. Pendidikan yang diselenggarakan dengan muatan ajaran-ajaran bid’ah dan syirik pada hakikatnya sama dengan tidak ada pendidikan. Karena tujuan dari tarbiyah Islamiyah itu sendiri harus mengantarkan umat manusia kepada keikhlasan dalam mengibadahi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengibadahi-Ku.” (Qs. Adz-Dzariyat (51) ayat : 56).

Di lain ayat Allah berfirman, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya mengibadahi Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Qs. Al-Bayyinah (98) ayat : 5).

Generasi yang Lemah        

Semestinya para orang tua merasa was-was ketika mereka akan meninggalkan para generasi yang lemah; lemah iman, lemah ilmu dan lemah dalam bidang ekonomi. Hal ini seperti dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (Qs. An-Nisa (4) ayat : 9). 

Baca Juga: Haji Berkali-kali, Tapi Tetap Sombong dan Kikir?

Ketakutan meninggalkan generasi yang lemah, terutama lemah aqidah, selayaknya mendorong setiap insan untuk memberikan muatan aqidah yang benar. Dalam peningkatan mutu pendidikan tanpa muatan ini, pendidikan akan rentan terhadap penyimpangan dan serangan-serangan pembekokan aqidah. Padahal sudah terbukti bahwa musuh-musuh Islam senantiasa akan  mengembalikan umat Islam kepada kekafiran.

Mereka akan berusaha menjadikan umat ini kafir setelah beriman, mengajak bahkan memaksa agar hidup dan gaya umat Islam mengikuti orang-orang kafir. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang  kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi  pelindung dan penolong bagimu.” (Qs. Al-Baqarah  (2) ayat : 120).

Di ayat lain Allah menjelaskan bahwa orang-orang kafir ahli kitab selalu menghalang-halangi dari jalan kebenaran dan keta’atan kepada Allah. Dia berfirman, “Katakanlah : “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendaki menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikan?”. Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Ali Imron (3) ayat : 99).

Serangan-serangan pemurtadan dan pengafiran terhadap anak dengan mudah dapat dilihat dan dirasakan di lingkungan keluarga. Acara-acara televisi, dan pemutaran rekaman hiburan CD dan media-media lainnya yang sarat dengan pertunjukan dan prilaku yang bertentangan dengan syariat sangat merubah pola pikir dan akhlak penontonnya. Peristiwa-peristiwa ini sering kali terjadi di lingkungan rumah tangga keluarga muslim. Penyajian tarbiyah Islamiyah yang bermutu di rumah sebagai benteng pertama yang harus dibangun kini semakin langka ditemukan.

Baca Juga: Topeng Demokrasi Amerika Roboh di Tepi Gaza

Perhatian, bimbingan dan keteladanan yang baik dari orang tua merupakan sesuatu yang sangat penting dalam penerapan hasil pendidikan yang diharapkan, baik  di sekolah atau di tempat-tempat pendidikan lainnya. Bimbingan dan perhatian orang tua lebih berkesan dibanding perhatian dan bimbingan yang diberikan selainnya, sementara keteladanan akan lebih mengena dibanding kata-kata yang kosong dari pembuktian. Wajar jika dikatakan ibu bapaknyalah yang akan mencetak anak-anaknya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Setiap anak yang dilahirkan di atas fitrah. Maka ibu bapaknyalah (yang menjadikannya) Yahudi, atau Nasroni atau Majusi.” (HR. Muslim).

Quran Sunnah sebagai Rujukan

Al Quran adalah manhaj al-hayah (pedoman hidup) bagi umat Islam bahkan untuk seluruh umat manusia. Ia adalah Kalamullah yang bebas dari kesalahan dan pemberi syafaat yang akan diterima. Sedangkan As-Sunnah merupakan penjelas dan undang-undang kedua setelah Al Quran.

Kedua hukum ini (Al Quran dan As-Sunnah) harus menjadi pijakan dalam pengajaran, maroji’ dalam kurikulum dan rujukan dalam pembentukan akhlak yang mulia. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selamanya selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah (Al Quran) dan Sunnah Nabi-Nya (Al-Hadis).” (HR. Malik dalam Al-Muwaththa’).

Baca Juga: Tarian Tanpa Hijab di Depan Trump: Potret Jahiliyah Modern di Negeri Muslim

Al Quran dan As-Sunnah harus merupakan pokok bahasan dalam kajian-kajian dan pengajaran, pikiran yang harus dihidupkan dan idealisme yang harus diwujudkan. Keduanya harus menjadi aturan yang diperjuangkan dan diterapkan dengan kesungguhan. Ia harus jadi pecut bagi pelaksana pendidikan dan materi bagi pelajar dan pencari pengetahuan.

Takhtim

Dekadensi moral dan ambruknya akhlak harus segera diatasi dengan tarbiyah Islamiyah yang kaffah (utuh) sejak dini. Pengajaran Islam yang utuh dan menyeluruh diharapkan mampu menghadang gelombang pengingkaran terhadap syari’at dan pemurtadan yang salah satunya berupa maraknya kegiatan-kegiatan amoral. Lembaga-lembaga pendidikan dan pengajaran hendaknya selalu merujuk dan menjadikan Al Quran dan Al-Hadis sebagai master kurikulum yang harus diajarkan dan diterapkan.

Pemikiran yang cemerlang dan konsep yang bagus hanya akan tetap menjadi sebuah wacana kosong jika tidak dibuktikan oleh orang-orang yang peduli dan bertanggung jawab terhadap dekadensi moral yang terjadi selama ini. Begitu pula tarbiyah Islamiyah, ia hanya akan menjadi angan-angan indah yang tidak berujung pada kenyataan jika tidak digerakkan oleh murabi (pendidik) yang shalih, berilmu dan berakhlak mulia.

Baca Juga: Masjid Al-Aqsa, Doa dan Harapan

Setidaknya ada enam (6) alasan mengapa tarbiyah Islamiyah menjadi begitu penting antara lain; pertama, tarbiyah Islamiyah mampu memberikan nilai dalam kehidupan. Dengan tarbiyah Islamiyah, setiap Muslim mengerti dan tahu status dan kedudukannya di muka bumi fana ini. Dia tahu posisinya sebagai makhluk Allah yang eksistensi hidupnya hanya untuk menjalankan ketaatan dan pengabdian kepada Allah. Selain itu, dia juga tahu posisinya sebagai Khalifah Allah di muka bumi ini.

Kedua, hakikat jiwa manusia.  Dalam Al Quran dijelaskan manusia mempunyai dua  potensi, yaitu cenderung kepada jalan taqwa dan cenderung pada kesesatan. Untuk  menjaga diri dari kesesatan menuju ketaqwaan,  dibutuhkan tarbiyah Islamiyah.

Ketiga, tarbiyah Islamiyah  dikembangkan atas dasar potensi. Setiap individu memiliki keunikan dan keahlian dibidang masing-masing, tidak adil rasanya, menyamaratakan suatu metode tarbiyah pada sebuah kelompok tanpa mengerti potensi diri masing-masing.

Keempat, tabiyah Islamiyah mampu membentuk tabiat islami sejak dini sebab proses pengajarannya dilakukan sedini mungkin. Disinilah mengapa tarbiyah Islamiyah mesti sudah dimulai sejak bayi sedang ada dalam kandungan ibunya. Tarbiyah Islamiyah yang bisadilakukan seorang ibu untuk anaknya yang ada dalam kandungan antar lain caranya dengan memperbanyak membaca Al Quran, kitab-kitab hadis dan menghadiri majelis-majelis ilmu. Kebiasaan baik seorang ibu ini kelak akan menginspirasi anaknya selah si jabang bayi lahir nanti.

Baca Juga: Peringatan Nakba: Simbol Perlawanan dan Hak Kembali Bangsa Palestina

Kelima, tarbiyah Islamiyah mampu membentuk lingkungan menjadi islami. Hal ini bisa dilihat di pesantren-pesantren. Keenam, tarbiyah Islamiyah tentu akan member efek yang sangat positif jika para pelakunya menyadari betapa tarbiyah Islamiyah adalah sebuah sarana untuk mencari ganjaran pahala yang besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wallallahua’lam.(R2/R1).

*Redaktur MINA 

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Kunjungan Trump ke Saudi, antara Normalisasi, Investasi dan Pemetaan Kawasan

Rekomendasi untuk Anda