Banda Aceh, MINA – Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Aceh menyebutkan, tingkat penyeludupan barang dari negara asing ke Aceh masih tergolong besar.
Hal itu disebabkan masih adanya pelabuhan atau jalur masuk kapal yang tidak terdeteksi dari pihak keamanan, sehingga mudah untuk bongkar muat barang ilegal di wilayah pesisir Aceh tersebut.
“Pelabuhan yang tidak terdeteksi atau pelabuhan ilegal masih banyak di Aceh, ini jadi masalah,” Kata Kepala Bea Cukai Aceh Ronny Rosfyandi, Selasa (15/1).
Namun demikian pihaknya akan terus memantau daerah-daerah yang dianggap berpotensi penyeludupan barang ilegal di Aceh, seperti di daerah Langsa dan Lhokseumawe.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Dianggapnya, kedua derah tersebut memiliki pelabuhan alam yang cukup bagus, sehingga menjadi pusat perhatian dari negara tetangga seperti Malaysia, dan Thailand untuk menyeludupkan barang-barang ilegal, seperti elektronik, kebutuhan pokok, Unggas, dan juga obat-obatan, untuk masuk ke Indonesia.
Namun dirinya menganggap, tingginya masuk barang ilegal ke Aceh, juga disebabkan kurangnya tingkat kesejahtraan masyarakat di wilayah pesisir, sehingga perlu adanya perhatian khusus baik dari pemerintah daerah dan juga pemerintah pusat.
“Bila masyarakat di daerah pesisir ini sudah sejahtera, mana mau sih cari masalah dengan menyeludupkan barang ilegal dari negara asing,”sebutnya.
Saat ini Bea Cukai Aceh harus bekerja dua arah, tidak hanya dari sisi kriminal saja, melainkan juga ikut meningkatkan nilai kesejahtraan masyarakat.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Sehingga menjadi alasan pihak Bea Cukai Aceh, untuk tidak lagi memusnahkan semua barang yang masuk secara ilegal, dan memilih menghibahkan kepada pemerintah daerah yang dianggap membutuhkan.
“Jika barang yang masuk tidak mempengaruhi perekonomian Aceh, maka itu akan kita hibahkan, seperti bawang, kalau gula tetap akan kita musnahkan, karena merugikan pengusaha lokal di Aceh,”terangnya. (L/AP/ P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon