Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penyusun Buku Pendidikan Anak Harus Menjunjung Tinggi Nilai Budaya Indonesia

Risma Tri Utami - Selasa, 21 Februari 2017 - 16:04 WIB

Selasa, 21 Februari 2017 - 16:04 WIB

374 Views ㅤ

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Sutan Adil Hendra. (Foto: DPR RI)

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Sutan Adil Hendra. (Foto: DPR RI)

Jakarta, 23 Jumadil Awwal 1438/21 Februari 2017 (MINA) – Potongan halaman buku cerita berjudul ‘Cerita Aku Belajar Mengendalikan Diri’ dalam seri ‘Aku Bisa Melindungi Diri’ yang dinilai mengandung konten dewasa, marak beredar di tengah masyarakat pada Senin (20/2).

Dalam beberapa cuplikan halaman buku tersebut, terlihat ilustrasi anak kecil tengah berbaring sembari memeluk guling dan menceritakan pengalaman yang dianggap tak pantas untuk dikonsumsi anak-anak.

Menanggapi buku yang mengandung pendidikan seks untuk anak terbitan Tiga Serangkai itu, Wakil Ketua Komisi X DPR Sutan Adil Hendra menilai, mungkin penulisan dan penyusunan buku itu didasari niat baik untuk memberikan bantuan pada orangtua terkait pendidikan seksual.

“Namun, materi pendidikan seks sejak dini kepada anak harus didukung juga oleh segi kepantasan publikasinya dari sisi nilai-nilai budaya yang dijunjung masyarakat Indonesia,” kata Sutan, saat dihubungi Parlementaria, Selasa (21/2).

Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama

Sutan memaparkan, terkait sisi materi, penyusunan dan penulisan buku pendidikan seks seharusnya melibatkan minimal tiga keahlian, yaitu pedagogi (pendidikan), psikologi, dan ahli kesehatan. Bahkan jika diperlukan bisa melibatkan ahli teologi untuk melihat bagaimana pandangan masing-masing agama terkait materi buku.

“Sisi penggunaan bahasa juga memegang peran penting, karena jika disusun dengan tata bahasa yang sepotong-potong atau parsial justru akan menimbulkan pemahaman yang salah di masyarakat,” imbuhnya.

Menurut Sutan, dalam laman DPR RI yang dikutip MINA, editorial penerbit menjadi kunci untuk menimbang kembali penyajian buku dari sisi kebahasaan, visualisasi, dan dampak jika buku tidak dibaca secara utuh. Buku-buku yang memuat pendidikan seks perlu mencantumkan jenjang usia peruntukan buku dan peringatan bagi orangtua yang mendampingi untuk membaca (disclaimer).

“Hal-hal yang menjadi panduan harus sudah tercantum di dalam sampul buku. Buku-buku dengan konten sensitif seperti ini dapat terlebih dahulu diujicobakan pada lingkup terbatas untuk mendapatkan respons dari pengguna buku, termasuk orangtua dan guru,” ujarnya.

Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa

Namun di satu sisi, politisi F-Gerindra itu mengapresiasi respons cepat dari penulis yang melakukan klarifikasi dan juga penerbit yang menarik buku dari peredaran perlu dihargai sebagai bentuk tanggung jawab sosial. Walaupun demikian, penulis dan penerbit sebaiknya secara bersama-sama memberikan klarifikasi atau juga permohonan maaf sehingga tidak terlihat bertindak masing-masing sebagai pembelaan diri.

“Dengan demikian, masyarakat mendapatkan informasi yang jelas terkait dengan latar belakang penerbitan buku tersebut dan upaya-upaya penulis-penerbit mengatasi krisis tersebut. Semoga hal ini menjadi pembelajaran untuk ke depannya,” dorongnya.

Peristiwa demi peristiwa kurang baik yang terus terjadi dalam dunia perbukuan Indonesia, seharusnya memberikan pelajaran bahwa persoalan buku harus didukung sebuah sistem yang menggerakkan ekosistem perbukuan ke arah positif serta berkelanjutan. Pemerintah, terutama dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, harus turun tangan dan bertanggug jawab terhadap pembinaan dan pengembangan para pelaku perbukuan, termasuk penerbit.

“Karena itu, UU Sistem Perbukuan sudah mendesak untuk diundangkan dan diterapkan di semua jenis buku seperti juga yang disuarakan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait dengan buku tersebut,” jelas Sutan, yang juga merupakan Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-undang tentang Sistem Perbukuan (RUU Sisbuk).

Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka

Untuk itu, sebuah lembaga pemerintah yang melakukan pembinaan, pengembangan, dan pengawasan terkait dengan dunia perbukuan juga perlu segera dibentuk sebagai amanat yang tercantum di dalam RUU Sistem Perbukuan. Pemerintah dapat didorong menyusun dan menerbitkan buku nonteks terkait pendidikan seks untuk anak sejak dini sehingga dapat menjadi buku acuan dan contoh bagi para penulis serta penerbit di Indonesia.

“Dengan demikian, sebuah buku pendidikan seks untuk anak usia dini tidak semerta-merta dapat diterbitkan dengan alasan kreativitas, terobosan, ataupun sebuah fenomena modernitas tanpa mempertimbangkan banyak hal,” tutup politisi asal dapil Jambi itu sembari mengatakan bahwa saat ini RUU Sisbuk sedang menjalani uji publik di Jawa Tengah dan Sumatera Utara. (T/R09/R01)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Guru Tak Tergantikan oleh Teknologi, Mendikdasmen Abdul Mu’ti Tekankan Peningkatan Kompetensi dan Nilai Budaya

Rekomendasi untuk Anda

MINA Preneur
MINA Millenia
Kolom
MINA Millenia