Surabaya, 28 Jumadil Akhir 1437 / 7 April 2016 (MINA) – Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Mohsen mengatakan, Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) diminta turut serta dalam penanganan radikalisasi pemahaman dan gerakan keagamaan yang berkembang di masyarakat.
Hal itu disampaikan Mohsen saat membuka acara Workshop Model Pembelajaran di MDT, yang diselenggarakan di Surabaya, Rabu (6/4), sebagaimana situs resmi Kemenag laporkan.
Menurut mantan Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Sulawesi Tengah itu, utamanya sejak Orde Reformasi keran impor pemahaman dan gerakan keagamaan dari luar sangat terbuka dan massif. Pemahaman dan gerakan keagamaan impor itu mendegradasi karakteristik keagamaan khas Indonesia bahkan sekaligus mengancam eksistensi NKRI.
Oleh karenanya, lanjut pria kelahiran 6 Maret 1965 itu, MDT harus memiliki komitmen terhadap NKRI dan pemahaman Islam yang. Kurikulum MDT harus didorong untuk menciptakan alumni atau peserta didik yang nasionalis dan juru damai, bukan juru caci maki atau hina-menghina.
Baca Juga: Tim SAR dan UAR Berhasil Evakuasi Jenazah Korban Longsor Sukabumi
Demikian juga, pejabat Kementerian Agama, kepala dan guru MDT harus bersih dari pengaruh pemahaman atau gerakan keagamaan radikal itu.
Mohsen menyatakan perlunya perluasan akses dalam penyelenggaraan MDT. “Selama ini, MDT lebih banyak diselenggarakan melalui pendekatan satuan pendidikan yang diselenggarakan di masyarakat. Sementara jumlah santri MDT sejauh ini sekitar kurang dari 10% dari seluruh jumlah siswa sekolah umum. Kondisi ini perlu ada terobosan baru sehingga peserta didik baik di sekolah, perguruan tinggi, pondok pesantren, bahkan penghuni di Rutan/LP perlu diadakan MDT, baik melalui pendidikan satuan pendidikan MDT maupun program pendidikan MDT,” ujarnya.
Ia meminta kepada pejabat terkait, FKDT dan forum-forum Pendidikan Al-Quran untuk duduk bareng guna memperjelas diferensiasi antara MDT dengan Lembaga Pendidikan Al-Quran seperti TPQ, TPA, dan TQA.
Sebab, keduanya memiliki sejumlah kemiripan, baik pada sasaran santri maupun kurikulum yang dikembangkannya. Ia mengkhawatirkan ketika ada Peraturan Daerah tentang Wajib Belajar MDT, misalnya, maka TPQ/TPA/TQA itu menjadi lenyap. “Saya ingin keduanya tetap dipertahankan,” pungkasnya. (T/ima/P001)
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)