Jakarta, 25 Rabi’ul Awwal 1435/27 Januari 2014 (MINA) – Peraturan dan perlindungan hukum bagi buruh migran masih minim sehingga masih banyak terjadi kasus penyiksaan terhadap buruh migran / tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.
“Salah satu contoh lihat kasus Erwiana Sulistyaningsih, buruh migran di Hongkong,” tutur Nurus S Mufidah, Koordinator “Jaringan Advokasi Revisi Undang-Undang Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Ke Luar Negeri” kepada MINA (Mi’raj Islamic News Agency) saat dihubungi Ahad.
“Seharusnya ada negosiasi yang jelas dalam penanganan kasus buruh migran asal Ngawi itu. Pemerintah harus marah melihat WNI disiksa dan pemerintah juga harus menuntut pertanggungjawaban kepada pihak negara tempatan sehingga kasus ini tidak terulang lagi,” tutur wanita tokoh buruh itu.
Ia mengamati, masih banyak kasus penyiksaan buruh migran yang belum bisa diselesaikan, antara lain karena masih lambatnya sistem kerja pemerintah dalam melindungi buruh migran, kelemahan dalam MOU antara pemerintah RI dan pemerintah negara penerima dan lambatnya revisi RUU Buruh Migran Indonesia ke Luar Negeri.
Baca Juga: Prediksi Cuaca Jakarta Akhir Pekan Ini Diguyur Hujan
“Masalah lainnya yang juga penting adalah kurangnya pembekalan yang diberikan di dalam negeri kepada calon buruh migran dalam keterampilan dan bahasa di mana mereka akan ditempatkan,” tambahnya .
Nurus S. Mufidah menyatakan, pemerintah harus membuat sistem perlindungan hukum yang komprehensif dengan mengacu kepada aturab hukum yang dikeluarkan PBB dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) tentang buruh migran, serta segerakan revisi UU Perlindungan Buruh Migran Indonesia
“ Jika sudah dibuat Undang Undang-nya maka maka hukum dan peraturan buruh migran akan jelas” ujarnya.
Selanjutnya ia mengemukakan harus ada pula aturan bantuan hukum dalam kasus yang dihadapi buruh migran, serta perlu ada aturan yang memperketat izin agen dan PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia).
Baca Juga: Menag Tekankan Pentingnya Diplomasi Agama dan Green Theology untuk Pelestarian Lingkungan
“Yang lebih penting sekali adalah meningkatkan perekonomian di dalam negeri sehingga bekerja luar negeri tak lagi menjadi tujuan, karena pemberdayaan ekonomi di Indonesia sendiri yang memadai,” katanya.
Pendapat ini senada dengan perndapat Iffah Ainurrahmah, Juru Bicara MHTI (Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia), yang dalam siaran pers diterima MINA, menyatakan, kesalahan mendasar dalam cara pandang pemerintah dalam menangani TKI adalah karena kurang mengatasi persoalan kemiskinan di Indonesia.
Iffah menyataan penghentian total pengiriman TKW adalah satu-satunya cara mengakhiri tragedi terulang-ulang yang menimpa TKW. ” Menjadikan perempuan sebagai tulang punggung untuk menggenjot devisi Negara adalah merendahkan martabat bangsa,” tegasnya. (L/P010/IR)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Menhan: 25 Nakes TNI akan Diberangkatkan ke Gaza, Jalankan Misi Kemanusiaan
Anda juga dapat mengakses berita-berita MINA melalui handphone.