Tak terasa, kurang dari 24 jam lagi, tahun 2015 akan segera dimulai. Hal ini dipandang sebagian kalangan sebagai sesuatu yang menggembirakan. Di fihak yang lain, menganggap perayaan tersebut adalah perayaan yang hanya menghabiskan waktu dan uang. Maka perlu bagi kita sebagai Umat Islam bersikap kritis dengan apa yang ada di sekitar kita.
Berikut beberapa fakta sejarah tentang sejarah awal penanggalan Tahun Baru Masehi.
Masehi
Kalender Masehi atau Anno Domini (AD) dalam Bahasa Inggris adalah sebutan untuk penanggalan atau penomoran tahun yang digunakan pada kalender Julian dan Gregorian. Era kalender ini didasarkan pada tahun tradisional yang dihitung sejak kelahiran Yesus dari Nazaret. Masehi dihitung sejak hari tersebut, sedangkan sebelum itu disebut Sebelum Masehi atau SM (BC-Before Christ). Perhitungan tanggal dan bulan pada Kalender Julian disempurnakan pada tahun pada tahun 1582 menjadi kalender Gregorian. Penanggalan ini kemudian digunakan secara luas di dunia untuk mempermudah komunikasi.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Kata Masehi (disingkat M) dan Sebelum Masehi (disingkat SM) berasal dari Bahasa Arab (المسيح), yang berarti “yang membasuh,” “mengusap” atau “membelai.” (lihat pula Al-Masih). Kata ini dalam terjemahan Alkitab bahasa Arab dipakai untuk istilah Bahasa Ibrani”Mesiah” atau “Mesias” yang artinya “Yang diurapi”.
Dalam Bahasa Latin penanggalan ini disebut “Anno Domini” (disingkat AD yang berarti “Tahun Tuhan”) yang dipakai luas di dunia. Dalam Bahasa Inggris pada zaman modern muncul istilah Common Era yang disingkat “CE” (secara harfiah berarti “Era Umum”), sedangkan waktu sebelum tahun 1 dipakai istilah “Before Christ” yang disingkat BC (artinya sebelum [kelahiran] Kristus) atau Before Common Era yang disingkat “BCE”
Sejarah Tahun Baru Masehi
Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.
Perayaan Tahun Baru
Tahun baru pada 1 Januari telah dijadikan sebagai salah satu hari suci umat Kristen. Namun kenyataannya, tahun baru sudah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga Dunia.
Pada mulanya perayaan ini dirayakan baik oleh orang Yahudi yang dihitung sejak bulan baru pada akhir September. Selanjutnya menurut kalender Julianus, tahun Romawi dimulai pada tanggal 1 Januari. Paus Gregorius XIII mengubahnya menjadi 1 Januari pada tahun 1582 dan hingga kini seluruh dunia merayakannya pada tanggal tersebut.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Tahun Baru Telah Dihapus Rasulullah
Ketika Nabi datang ke Madinah beliau mendapati mereka bersenang–senang merayakannya dengan berbagai permainan, Nabi berkata: ‘Apa dua hari ini’, mereka menjawab, ‘Kami biasa bermain-main padanya di masa jahiliyah’, maka Rasulullah bersabda:
إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْر
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian dua hari itu dengan yang lebih baik dari keduanya yaitu hari raya Idul Adha dan Idul Fitri.” (H.R. Abu Dawud)
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Para pensyarah hadits mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua hari yang sebelumnya mereka rayakan adalah hari Nairuz dan hari Muhrojan yang merupakan hari pertama dari Tahun Masehi.
Di samping majusi, orang-orang Yahudi juga punya kebiasaan merayakan awal tahun, sebagian sumber menyebutkan bahwa perayaan awal tahun termasuk hari raya Yahudi, mereka menyebutnya dengan Ra’su Haisya yang berarti hari raya di penghujung bulan, kedudukan hari raya ini dalam pandangan mereka semacam kedudukan hari raya Idul Adha bagi muslimin.
Lalu Nashrani mengikuti jejak Yahudi sehingga mereka juga merayakan tahun baru. Dan mereka juga memiliki kayakinan-keyakinan tertentu terkait dengan awal tahun ini.
Tidak menutup kemungkinan masih ada umat-umat lain yang juga merayakan awal tahun atau tahun baru, sebagaimana disebutkan beberapa sumber. Yang jelas, siapa mereka?, tentu, bukan Muslimin.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Lebih dari itu, ternyata perayaan tahun baru ini telah dihapus oleh Rasulullah Shallahu Alaihi Wasallam, bukankah anda ingat hadits di atas ? Nabi menghapus perayaan Nairuz dan Muhrojan dan mengganti dengan idul Fitri dan Adha.
Lalu, kenapa muslimin menghidup-hidupkan sesuatu yang telah dimatikan Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, Allah Ta’ala mengganti (Abdala), konsekwensi dari kata Abdala (menggati) adalah benar-benarnya terhapus hari raya yang dulu dan digantikan dengan penggatinya, karena tidak bisa berkumpul antara yang menggati dan yang digantikan.
Tapi, kenyataannya justru tetap saja umat ini merayakan tahun baru, melanggar sabda Rasulullah Shallahu Alaihi Wasallam.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Sungguh benar berita kenabian Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam
« لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ ، وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ ، حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ » .قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ « فَمَنْ »
Artinya:“Benar-benar kalian akan mengikuti jalan-jalan orang yang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga bila mereka masuk ke lubang binatang dhob (semacam biawak), maka kalian juga akan memasukinya. Kami berkata:Wahai Rasulullah Yahudi dan nashrani? Beliau berkata: Siapa lagi?.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Belum lagi, apa yang mereka lakukan dalam perayaan tahu baru? Bukankan berbagai kemungkaran yang sangat bertolak belakan dengan ajaran agama. Kalau anda dari jenis orang yang pobhi dengan ajaran agama, saya katakan, bukankah dalam acara itu banyak terjadi hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan, abad, sopan santun, kehormatan jiwa dan berbagai kemuliaan-kemualiaan yang lain.
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
Melihat fakta sejarah, tidak salah apabila masyarakat Aceh baru-baru ini menutup rapat celah bagi umat Islam untuk ikut merayakan atau sekadar untuk mengucapkan “happy new year”.
Pada kenyataannya, pada malam tahun baru dihiasi dengan berbagai hiburan yang menarik dan sayang untuk dilewatkan. Muda-mudi tumpah ruah di jalanan, berkumpul di pusat kota menunggu pukul 00.00, yang seolah-olah dalam pandangan sebagian orang “haram” untuk dilewatkan.
Pada saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang menerikkan “Selamat Tahun Baru”. Di negara-negara lain, termasuk Indonesia? Sama saja!
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!
Shahabat Abdullah bin ’Amr RA memperingatkan, ”Barangsiapa yang membangun negeri orang-orang kafir, meramaikan peringatan hari raya Nairuz (tahun baru) dan karnaval mereka serta menyerupai mereka sampai meninggal dunia dalam keadaan demikian. Ia akan dibangkitkan bersama mereka di hari kiamat.”
Bagi orang Islam, merayakan tahun baru Masehi, tentu saja akan semakin ikut andil dalam menghapus jejak-jejak sejarah Islam yang hebat. Jika tidak tradisi Islam akan tergerus tanpa ada yang peduli. Sementara beberapa waktu yang lalu, kita semua sudah melewati tahun baru Muharram, dengan sepi tanpa gemuruh apapun.
Hindari Maksiat Di Malam Tahun Baru
Berbagai sumber berita menyebutkan bahwa penjualan alat kontrasepsi baik kondom atau yang lain meningkat tajam dari tahun ke tahun menjelang perayaan malam tahun baru. Miris, kenyataan yang memperihatinkan, inikah moral bangsa kita, dimana susila dan dimana ajaran agama? Bila anda seorang muslim atau muslimah tidakkan takut dengan ancaman Allah Subhanahu Wa Ta’ala ,
Baca Juga: Indonesia, Pohon Palma, dan Kemakmuran Negara OKI
Nabi Shallahu Alaihi Wasallam bersabda,
إذا ظهر الزنا و الربافي قرية فقد أحلوا بأنفسهم عذاب الله
Artinya: “Tidaklah nampak pada sebuah daerah zina dan riba melainkan mereka telah menghalalkan adzab Allah untuk diri mereka” (H.R. Abu Ya’la)
Dan juga hadits,
Baca Juga: Kemenangan Trump dan Harapan Komunitas Muslim Amerika
لم تظهر الفاحشة في قوم قط حتى يعلنوا بها إلا فشا فيهم الأوجاع التيلم تكن في أسلافهم
Artinya:“Tidaklah tampak pada suatu kaumpun perbuatan keji (zina, homoseks) sehingga mereka menampakkannya melainkan akan menyebar ditengah-tengah mereka penyakit-penyakit yang tidak pernah ada pada umat sebelumnya” (H.R. Al-Baihaqi).
Berbahagialah kepada siapa saja yang tidak ikut andil dalam meramaikan Perayaan Tahun Baru Masehi. Wallahu A’lam
* Rendy Setiawan, wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)