Oleh: Illa Kartila – Redaktur Senior Miraj Islamic News Agency/MINA
Setelah kunjungan perdana Presiden Amerika Serikat, Donald Trump ke Timur Tengah, masyarakat internasional mulai menyimak, perubahan apa yang kira-kira akan terjadi pada penyelesaian konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung puluhan tahun dan upaya damai mengalami kebuntuan pada 2014.
Setelah mengunjungi Arab Saudi, Presiden Amerika Serikat Donald Trump melanjutkan lawatan perdananya ke Israel dan Palestina. Usai menggelar pertemuan dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Trump berjanji akan membantu mencapai kesepakatan damai Israel-Palestina.
Meskipun dia mengatakan akan mengupayakan segala hal untuk menjadi juru damai Israel dan Palestina, namun dia hingga kini belum pernah memaparkan rencananya. Trump juga tidak menjelaskan langkah untuk menghidupkan kembali perundingan yang membeku pada tahun 2014.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
“Upaya tersebut tidak mudah. Saya telah mendengar itu merupakan kesepakatan yang sulit bagi semuanya, tapi saya punya firasat bahwa pada akhirnya kita akan mencapainya. Saya berharap,” ujar Trump usai bertemu Netanyahu di Yerusalem, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Trump kemudian melakukan kunjungan singkat ke Bethlehem, Tepi Barat di mana di sana ia bertemu dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Namun menurut Al Jazeera, sejumlah pejabat Palestina mengaku tidak tahu tujuan kunjungan singkat presiden AS tersebut.
Memang, seusai bertemu dengan Abbas, Trump berjanji akan ‘melakukan segalanya’ untuk membantu Israel dan Palestina mencapai perdamaian. “Saya berkomitmen untuk berupaya mencapai kesepakatan damai antara Israel dan Palestina. Dan saya ingin melakukan segalanya untuk membantu mereka mencapai tujuan itu.”
Abbas menanggapi keinginan Trump sebagai ‘misi yang sesuai dan mungkin.’ “Saya ingin menyatakan kembali komitmen kami untuk bekerja sama dengan Anda untuk mencapai perdamaian dan menempa sebuah kesepakan damai yang historis dengan Israel.”
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Israel dan Palestina tidak melakukan perundingan damai dalam waktu tiga tahun belakangan dan Trump menyadari masalah tersebut sebagai ‘hal yang paling sulit’ bagi pihak penengah. Namun tidak ada capaian konkret yang dipublikasikan dalam kunjungan Trump, baik ke Israel maupun ke Palestina.
Selama kampanye kepresidenannya, Trump sempat melontarkan pernyataan kontroversial. Ia mengatakan akan memindahkan Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem — kebijakan yang dikhawatirkan akan memicu pertikaian baru. Meski belum dilakukan hingga saat ini, namun Trump juga belum menyatakan mengurungkan niatnya.
Kabarnya Trump kini berubah sikap dan malah menentang pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem, yang sudah lama diminta oleh Israel. “Kami telah melakukan diskusi yang baik dengan kedua belah pihak. Kami tidak berniat untuk melakukan apapun yang dapat merusak suasana ini,” kata salah seorang sumber dalam pemerintahan Trump.
Menlu AS, Rex Tillerson, juga mengatakan bahwa pemindahan kantor kedutaan AS ke Jerusalem ‘bisa mengganggu proses perdamaian’. Pihak Palestina ingin menjadikan Jerusalem Timur sebagai ibu kota negara Palestina di masa depan.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Tantangan berat
Sementara itu, untuk mewujudkan “kesepakatan akhir” perdamaian Israel-Palestina, Trump diyakini akan menghadapi beberapa tantangan berat. Menurut mantan utusan AS ke Timur Tengah, Dennis Ross, salah satu tantangan paling sulit yang dihadapi Trump adalah kepercayaan antara kedua belah pihak yang terlibat.
“Tingkat ketidak-percayaan antara Palestina dan Israel tidak hanya pada level kepemimpinan, namun juga pada publik,” kata Ross kepada CNN.
Palestina menginginkan semua pembangunan permukiman Yahudi di wilayah-wilayah pendudukan dihentikan sebelum dilakukan perundingan. Namun, situasi di lapangan menunjukkan kegiatan tersebut tidak mereda. Banyak negara berpendapat pembangunan permukiman itu melanggar hukum internasional, tapi Israel menolak pandangan ini.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Di sisi lain, Israel menuntut Palestina menghentikan aksi-aksi kekerasan yang diarahkan ke Israel. Melihat fakta-fakta ini, banyak yang meyakini sebenarnya tak banyak yang bisa dilakukan Trump. Wartawan BBC untuk Timur Tengah, Jeremy Bowen, malah mengatakan bisa dipahami jika kedua pihak sebenarnya sangat skeptis.
Perubahan sikap Trump membuat berbagai kalangan di Israel meyakini sekaligus khawatir bahwa dia akan meminta konsensi dari mereka. Setelah presiden AS itu meminta bukti langkah maju, hari Minggu (21/5) Israel mengesahkan sejumlah konsesi ekonomi terhadap Palestina yang “akan mempermudah kehidupan sehari-hari warga sipil di bawah Otoritas Palestina”.
Terlepas dari harapan baru kepada Presiden Trump, masyarakat internasional sepakat bahwa tak mudah menghidupkan kembali perundingan damai antara Israel dan Palestina. Saat bertemu Abbas awal Mei di Washington, dia menghindari pernyataan komitmen terhadap solusi dua negara untuk mengakhiri konflik lama, sehingga beberapa tokoh Palestina mengaku kecewa.
“Muncul pandangan di dalam Israel bahwa Presiden Trump akan memberi harapan dan energi baru terhadap upaya mencari solusi atas konflik dengan Palestina,” kata Syahrul Hidayat, peneliti di Institut Kajian Arab dan Islam, Universitas Exeter, Inggris.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Menurut dia, pandangan ini mengemuka, karena pendahulunya, Presiden Obama oleh sejumlah kalangan di Israel – terutama yang berhaluan kanan dan kanan jauh – dianggap lebih condong kepada Palestina, karena pemerintah Obama menentang pembangunan dan perluasan permukiman Yahudi di kawasan-kawasan pendudukan.
Di sisi lain, Trump dianggap punya empati ke Israel, tidak hanya kepada pemerintah Israel tetapi juga ke para pemukim Yahudi. “Ini semua diperlihatkan Trump ketika berkampanye di pilpres… karena Israel menilai ada harapan baru di bawah Trump, mereka menjadi kembali antusias, ada optimisme, ada keinginan untuk menghidupkan kembali perundingan damai,” kata Syahrul.
Trump tidak menentang perluasan permukiman Yahudi, juga tidak terlalu mendukung pendirian negara Palestina, padahal selama ini sikap presiden AS terdahulu adalah mengusung solusi dua negara untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Intinya sikap Trump dianggap sesuai dengan pemerintah kanan di Israel yang dipimpin PM Netanyahu.
Meski penyelesaian konflik Israel-Palestina belum menunjukkan titik terang di bawah mediasi AS, tetapi menurut Syahrul, paling tidak terdapat tanda-tanda yang agak menggembirakan – sudah ada pertemuan antara menteri keuangan Israel dan mitranya dari Palestina, yang mengarah pada bantuan pembiayaan bagi Palestina. “Jadi ada pintu-pintu yang dipakai untuk menjalin hubungan.” (RS1/P1)
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Miraj Islamic News Agency/MINA