Tunis, 22 Ramadhan 1434/30 Juli 2013 (MINA) – Perdana Menteri Tunisia, Ali Larayedh mengatakan dalam konferensi pers, Senin (30/7), bahwa pemerintah tidak akan mundur meskipun oposisi menentang.
Larayedh menegaskan pemerintah tidak akan menyerah pada seruan pembubaran majelis terpilih dan membentuk pemerintah persatuan nasional setelah tragedi pembunuhan politik.
Dia juga berjanji untuk menyelesaikan konstitusi Oktober mendatang dan mengadakan pemilihan pada 17 Desember 2013.
“Pemerintah akan terus melaksanakan tugas dan tidak akan meninggalkannya bukan karena ingin memegang kekuasaan, dan kami akan mempertahankan tanggung jawab kami sampai saat-saat terakhir,” katanya dalam pidato yang disiarkan televisi lokal. “Kami akan fokus pada rencana pemilihan pada akhir tahun, 17 Desember.”
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
Pembunuhan yang terjadi pada Kamis (25/7) terhadap politisi sayap kiri, Mohammed Brahmi menjerumuskan negara itu ke dalam krisis politik, oposisi menyebutnya sebagai tanda kegagalan pemerintah. Sebagai negeri tempat kelahiran Revolusi Arab, transisi demokrasi di Tunisia sedang diawasi oleh rakyatnya.
Ribuan orang yang marah karena pembunuhan seorang politikus oposisi, berdemonstrasi di depan Majelis Nasional Tunisia Senin pagi (29/7) untuk menuntut pemerintah mengundurkan diri dan membubarkan badan legislatif. Puluhan legislator, kebanyakan dari oposisi, telah mengundurkan diri dari majelis sebagai bentuk protes.
Pihak oposisi, yang didukung oleh serikat buruh terbesar dan masyarakat sipil negara itu, mengatakan pembunuhan Mohammed Brahmi menunjukkan kegagalan pemerintah untuk melindungi warganya dan oposisi harus membentuk Kabinet Keselamatan Nasional baru untuk menggantikan pemerintah. (T/P09/P01).
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20