Jakarta, 7 Rabi’ul Awwal 1435/ 9 Januari 2014 (MINA) – Peredaran minuman beralkohol tidak hanya harus dikendalikan tetapi harus dihentikan, demikian Lukmanul Hakim, Ketua LPPOM MUI (Lembaga Penelitian, Pengawasan Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia), Kamis.
Menanggapi keluarnya Peraturan Presiden mengenai Pengawasan dan Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol, Lukmanul Hakim, mengatakan, dilihat dari segi kesehatan dan dari segi syariah sebaiknya peredaran minuman beralkohol ini tidak diizinkan dalam bentuk apapun.
“Bukan hanya dikendalikan namun sama sekali tidak diizinkan,” katanya ketika diwawancarai MINA, Kamis, sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Presiden dimaksud sebagai turunan dari UU No 74 Tahun 2013.
Lukmanul Hakim menilai Peraturan Presiden ini dapat memberi keuntungan pada pemerinrtah melalui pajak dan bea, tapi hendaknya lebih melihat dampak minuman beralkohol terhadap masyarakat.
Baca Juga: Kota Semarang Raih Juara I Anugerah Bangga Berwisata Tingkat Nasional
“Maka pemerintah seharusnya mengambil inisiatif untuk merevisi UU tersebut demi melindungi umat dan rakyatnya dari risiko yang lebih luas. Sebaliknya pengendalian izin edar minuman alkohol tidak akan dapat menghilangkan risiko bahaya minuman beralkohol sedikitpun,” tegasnya
Ia menyatakan, LPPOM MUI akan mendorong pemerintah dan anggota DPR untuk meninjau kembali Peraturan Presiden maupun UU Nomor 74 tahun 2013 tersebut.
Ia juga mengharapkan kepada pihak-pihak terkait, agar lebih komprehensif dan lebih mendalam memperhatikan dampak Peraturan Presiden dan UU itu, demi kepentingan masyarakat, jangan beri izin edar minuman beralkohol, malahan harus ada larangan peredaran minuman beralkohol.
Sementara itu Fahira Idris, Ketua Aktivis Perempuan Anti Miras mengatakan, Peraturan Presiden tentang Pengendalian dan Pengawasan Peredaran Minuman Beralkohol, tidak mempunyai dampak positif terhadap masyarakat dan tidak memperhatikan perlindungan terhadap generasi muda.
Baca Juga: Banjir Rob Jakarta Utara Sebabkan 19 Perjalanan KRL Jakarta Kota-Priok Dibatalkan
Dalam wawancara dengan MINA, putri dari politisi Fahmi Idris itu mengatakan, masih kurang edukasi agar masyarakat memahami bahaya miras, sehingga kesadaran masyarakat juga menjadi kendala dalam pemberantasan miras. “Maka kami, Gerakan Anti Miras mengadakan sosialisasi ke sekolah- sekolah, mendatangi mini market dan mendesak lahirnya UU Miras pada pemerintah dan DPR,” ujar Fahira, praktisi sosial Indonesia tersebut.
Ia menghimbau kepala-kepala daerah akan menyegerakan adanya Perda (Peraturan Daerah) yang lebih ketat lagi dalam pengawasan terhadap miras agar daerah masing-masing terlindungi dan bebas dari miras. Ia juga mengajak kepada seluruh masyarakat agar bisa saling mengawasi peredaran miras.
Juru bicara MHTI (Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia), Iffah Ainurrahmah, menyatakan hal yang serupa. Semestinya pemerintah tidak sekedar membuat Peraturan Presiden tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, tapi wajib mengambil inisiatif untuk adanya undang-undang dan membuat kebijakan yang melarang total miras mulai dari hulu hingga hilir.
Data WHO menyebutkan 320 000 orang di dunia meninggal setiap tahunnya akibat berbagai penyakit berkaitan dengan alkohol. Di Indonesia setidaknya 18 000 orang setiap tahunnya juga kehilangan nyawa karenanya. Belum lagi aneka ragam kejahatan dan kerusakan moral yang ditimbulkannya. (L/P010/IR)
Baca Juga: Banjir Rob Rendam Sejumlah Wilayah di Pesisir Jakarta Utara
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Presiden Prabowo Beri Amnesti ke 44 Ribu Narapidana