Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peringatan Rasulullah tentang Fitnah Akhir Zaman

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 35 detik yang lalu

35 detik yang lalu

0 Views

BAYANGKAN sebuah zaman di mana cahaya kebenaran padam, fitnah merajalela bagaikan malam pekat tanpa bulan, ilmu dicabut hingga manusia buta arah.(Foto: ig)

BAYANGKAN sebuah zaman di mana cahaya kebenaran padam, fitnah merajalela bagaikan malam pekat tanpa bulan, ilmu dicabut hingga manusia buta arah, dan ulama yang seharusnya menjadi pelita justru menjual agamanya demi sejumput dunia. Islam hanya tinggal nama, Al-Qur’an hanya tinggal tulisan yang dibaca tanpa diamalkan, masjid berdiri megah tetapi sepi dari hidayah. Itulah zaman yang digambarkan Rasulullah SAW dalam hadis-hadisnya—zaman penuh kegelapan, di mana iman bisa terjual secepat pergantian siang dan malam, dan hanya mereka yang berpegang teguh pada agama Allah yang akan selamat dari arus kebinasaan.

Rasulullah SAW telah memperingatkan umatnya tentang dahsyatnya fitnah akhir zaman. Beliau menggambarkan bahwa fitnah itu bagaikan gelap gulita, hingga seorang muslim sulit membedakan mana kebenaran dan mana kebatilan. Nabi bersabda: “Bersegeralah kalian beramal sebelum datang fitnah seperti potongan malam yang gelap. Seseorang pada pagi hari beriman, sore harinya kafir. Dan pada sore hari beriman, pagi harinya kafir. Ia menjual agamanya dengan sedikit keuntungan dunia.” (HR. Muslim no. 118). Hadis ini menampar kita, bahwa iman bisa terkikis secepat pergantian waktu, jika hati tidak dijaga.

Ibnu Hajar Al-‘Asqalani menjelaskan dalam Fathul Bari, bahwa fitnah yang dimaksud mencakup kesyirikan, syubhat, hawa nafsu, dan tipu daya dunia. Malam gelap yang dimaksud adalah keadaan manusia yang bingung, karena cahaya ilmu padam. Inilah kondisi umat di mana keimanan mudah digadaikan demi kepentingan sesaat. Fenomena ini nyata hari ini: orang menjual prinsip agamanya demi jabatan, popularitas, atau materi.

Di antara tanda besar akhir zaman adalah diangkatnya ilmu dari muka bumi. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu sekaligus dari manusia, akan tetapi mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama. Hingga jika tidak tersisa seorang alim pun, manusia mengangkat orang-orang bodoh sebagai pemimpin. Mereka ditanya, lalu berfatwa tanpa ilmu, maka sesatlah mereka dan menyesatkan orang lain.” (HR. Bukhari no. 100, Muslim no. 2673).

Baca Juga: Mengapa AS dan Israel Wajib Kuasai TikTok?

Imam An-Nawawi menafsirkan hadis ini bahwa hilangnya ilmu bukan karena buku habis atau Al-Qur’an lenyap, melainkan karena wafatnya para ulama rabbani. Ilmu yang hakiki ada dalam dada mereka. Ketika mereka pergi, yang tersisa hanyalah kata-kata tanpa pemahaman, dan manusia mulai merujuk pada orang jahil.

Hari ini, kita melihat fenomena itu. Ulama-ulama besar satu per satu dipanggil Allah, sementara muncul generasi yang berani berbicara agama tanpa dasar. Mereka tampil di media, bersuara lantang, namun fatwanya hanya menyesatkan. Inilah yang dimaksud Nabi SAW: “Manusia mengangkat orang bodoh sebagai pemimpin.” Fitnah menjadi semakin pekat ketika masyarakat menjadikan mereka panutan.

Peringatan berikutnya, ulama yang masih hidup pun tidak semuanya aman dari fitnah dunia. Rasulullah SAW mengingatkan adanya kelompok ulama su’. Beliau bersabda: “Barangsiapa menuntut ilmu untuk membanggakan diri, untuk berdebat dengan orang bodoh, atau untuk menarik perhatian manusia, maka tempatnya di neraka.” (HR. Ibnu Majah no. 253). Ulama yang menjual agama demi kedudukan adalah musibah besar bagi umat.

Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata: “Seorang alim tetap disebut alim selama ia tidak mencintai dunia. Jika ia mencintai dunia, maka ia menjadi ahli dunia, bukan ahli akhirat.” Ucapan ini mengingatkan kita bahwa cinta dunia adalah racun bagi para penuntut ilmu, apalagi bagi ulama yang menjadi rujukan umat.

Baca Juga: Pembatalan Kontrak Senjata Spanyol, Tandai Runtuhnya Industri Israel

Fenomena ulama menjual agama hari ini tampak jelas. Ada yang melunakkan hukum Allah demi politik, ada yang membenarkan praktik batil demi kekuasaan, bahkan ada yang menjadikan agama sebagai alat mencari keuntungan materi. Imam Malik pernah berkata: “Tidak ada sesuatu yang lebih merusak agama daripada ulama su’.” Fitnah ini sangat berbahaya, karena umat tertipu oleh kedudukan mereka.

Rasulullah SAW juga mengingatkan bahwa akan tiba masa ketika Islam hanya tinggal nama. Beliau bersabda: “Akan datang suatu zaman di mana Islam tinggal namanya, Al-Qur’an tinggal tulisannya. Masjid-masjid megah tetapi kosong dari petunjuk. Ulama mereka adalah seburuk-buruk makhluk di bawah langit, dari mereka keluar fitnah, dan kepada mereka fitnah itu kembali.” (HR. Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman, sanad hasan).

Ibnu Rajab Al-Hanbali menafsirkan bahwa makna “Islam tinggal nama” adalah simbol-simbol Islam masih ada, tapi ruhnya lenyap. Orang tetap menyebut diri muslim, masjid tetap berdiri megah, mushaf tetap dibaca, tetapi hati kosong dari iman. Al-Qur’an hanya dijadikan pajangan atau bacaan seremonial, bukan petunjuk hidup.

Lihatlah zaman sekarang: Al-Qur’an dilombakan suaranya, namun sedikit yang mengamalkan isinya. Masjid dihias megah, tetapi jamaah shalatnya sepi. Banyak yang mengaku cinta Islam, tetapi hidupnya lebih tunduk pada hawa nafsu dan budaya asing. Bukankah ini tanda bahwa Islam mulai tinggal nama?

Baca Juga: Daftar Kebohongan Netanyahu di Sidang Umum PBB

Dalam kondisi seperti ini, seorang muslim dituntut untuk teguh menjaga iman. Rasulullah SAW bersabda: “Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang sabar di atas agamanya bagaikan orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260, hasan sahih). Hadis ini menggambarkan betapa beratnya menjaga agama di tengah arus fitnah.

Para ulama salaf memberi nasihat agar kita bertahan dengan ilmu dan amal. Abdullah bin Mas’ud berkata: “Berpeganglah kalian pada ilmu sebelum ia diangkat. Dan waspadalah dari kebingungan. Duduklah bersama ulama, dengarkan ucapan mereka, dan ambil hikmah dari akhlak mereka.” (Diriwayatkan oleh Ad-Darimi). Nasehat ini sangat relevan di tengah fitnah ulama palsu.

Maka, menghadapi gelapnya fitnah akhir zaman, kita tidak boleh hanya jadi penonton. Jadilah muslim yang menjaga hati dengan dzikir, menjaga amal dengan istiqamah, dan menjaga ilmu dengan mengaji pada ulama rabbani. Fitnah tidak bisa dihentikan, tapi iman bisa diselamatkan dengan kembali pada Al-Qur’an, Sunnah, dan jamaah ulama yang lurus.

Akhirnya, semua peringatan Rasulullah SAW bukan untuk menakut-nakuti semata, melainkan agar kita terinspirasi menjaga agama. Jangan sampai kita menjadi bagian dari orang yang menjual iman dengan dunia. Ingatlah sabda beliau: “Beruntunglah orang yang selamat dari fitnah.” (HR. Abu Dawud). Semoga Allah menjadikan kita bagian dari hamba-hamba yang selamat, istiqamah, dan wafat dalam husnul khatimah.[]

Baca Juga: Resolusi 181 Dosa PBB terhadap Palestina

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Tausiyah
Khadijah
Kolom
Kolom