Namanya Heri Junianto. Pria kelahiran 12 Juni 1971 itu dikenal warga sebagai ustadz yang murah senyum dan dermawan. Heri berasal dari Kota Lumajang, sebuah daerah yang terletak di bawah kaki Gunung Semeru, Jawa Timur. Pendidikan formalnya dimulai dari SD, SMP, hingga SMA di sekolah negeri, berkat dukungan orang tuanya semua level pendidikan berjalan dengan lancar.
Sejak awal, kehidupan Heri sudah diwarnai dengan tantangan dan tekad. Di kota yang sering dilanda erupsi ini, Heri tumbuh dalam keluarga sederhana dengan ayah berprofesi sebagai guru SD dan ibu pedagang sembako.
Keberanian dan keteguhan orang tuanya dalam menghadapi kesulitan hidup, sangat memengaruhi jiwa Heri untuk tidak pernah menyerah dalam meraih asa.
Kehidupan Heri berubah drastis ketika ayahnya meninggal dunia pada usia 55 tahun. Saat itu, Heri baru saja lulus SMA dan untuk mengubah nasibnya menjadi lebih baik, Heri pun merantau ke Kota Bogor tepatnya di Citeureup untuk mencari pekerjaan. Di Citeureup, ia sempat tinggal di rumah pamannya. Tak lama setelah itu, ia pun pindah dan tinggal di sebuah kontrakan kecil sambil menunggu panggilan kerja dari surat lamaran yang ia tebar ke beberapa perusahaan.
Baca Juga: Transformasi Mardi Tato, Perjalanan dari Dunia Kelam Menuju Ridha Ilahi
Nasib baik berpihak padanya. Heri akhirnya dipanggil untuk bekerja di salah satu perusahaan sepatu swasta di Desa Pasirangin, kecamatan Cileungsi. Bermula dari sebagai pekerja pabrik sepatu itulah kehidupan Heri perlahan namun pasti terus beranjak menjadi lebih baik. Petualangan mengarungi besarnya ombak kehidupan mulai ia rasakan. Bukan hanya tantangan dalam bidang ekonomi tapi juga pergolakan spiritualnya kian menjadi untuk mencari kebenaran sejati.
Qadarullah, lokasi pabrik tempat Heri bekerja tak jauh dari Pondok Pesantren Al-Fatah. Dari situ pula ia mulai mengenal orang-orang pesantren yang selalu mengajaknya untuk main atau silaturahmi ke pesantren. Gayung pun bersambut, sejak saat itu selepas pulang kerja selama ia sehat, Heri sengaja menyempatkan diri untuk belajar dan ikut kajian-kajian (taklim) malam hari yang diadakan oleh para ustadZ di Pesantren Al-Fatah.
Sejak rajin mengikuti kajian-kajian Islam itulah Heri seolah menemukan sumber kekuatan dan motivasi dalam menapaki perjalanan hidupnya. Selain dari kajian yang diikuti, inspirasi dan motivasi juga datang dari nasehat-nasehat para ustad di Pesantren Al-Fatah. Hingga kini, di antara pesan yang masih selalu diingatnya adalah yang menekankan pentingnya mandiri dan tidak bergantung pada siapa pun. Semangat kemandirian itu pula yang akhirnya mendorong Heri untuk terus berjuang menapaki anak tangga nasibnya.
Setelah keluar dari pabrik, Heri memutuskan untuk menetap di dilingkungan Pesantren Al Fatah. Sebab baginya tinggal di lingkungan pesantren itu artinya akan berdekatan dengan orang-orang shaleh dan berharap bisa menjadi shaleh juga.
Baca Juga: Dato’ Rusly Abdullah, Perjalanan Seorang Chef Menjadi Inspirator Jutawan
“Saya berharap, menetap di pesantren saya bisa menambah ilmu, dekat dengan orang-orang shaleh dan tinggal di lingkungan yang baik. Sehingga saya tidak perlu khawatir untuk pendidikan anak dan istri,” ungkapnya.
Pada tahun 1993, Heri diberi amanah untuk mengajar di Pesantren, berkat keahliannya dalam matematika. Pengalaman ini tidak hanya memperkaya pengetahuannya, tetapi juga membuka kesempatan baginya untuk dipercaya sebagai penceramah, dan menjadi khatib Jumat, sebuah tugas mulia yang didapat dari keterlibatannya dalam program Pelatihan Dai dan Taklim Pemuda. Kegiatan-kegiatan ini memberikan bekal berharga dalam ilmu agama dan kemampuan berbicaranya di hadapan khalayak.
Seiring perkembangan diri dan spritualnya, Heri juga belajar membaca Al-Qur’an dengan bimbingan Ustad Aceng Yoyo dari Bandung dan terlibat dalam berbagai kegiatan, seperti mengisi taklim dan menjadi imam shalat.
Untuk menambah ilmu dalam Al-Qur’an, ia juga mengikuti program Tilawatil Qur’an di Pesantren Mranggen yang diasuh KH. Fadhil Ali Siradj (KHAFAS), serta menjalani program Pelatihan Dai selama enam bulan.
Baca Juga: Hambali bin Husin, Kisah Keteguhan Iman dan Kesabaran dalam Taat
Sebagai seorang ustadz, ia dituntut untuk siap selalu jika diminta mengisi taklim atau pengajian di berbagai tempat, karena itulah konsekuensi seorang ustad sebagai penyampai kebenaran.
Ada satu pesan sekaligus nasehat dari seorang ustad senior di Pesantren Al Fatah yang selalu ia ingat yaitu sebagai seorang dai, jangan bergantung pada amplop.
Nasihat itu mendorongnya untuk tidak mengandalkan ceramah sebagai satu-satunya sumber penghasilan. Sebagai alternatif, ia memutuskan untuk memulai usaha kecil-kecilan, membuka dagangan sembako dan menyewa kontrakan kecil di area pesantren pada tahun 2003.
Baca Juga: Dari Cleaning Service Menjadi Sensei, Kisah Suroso yang Menginspirasi
Meskipun tidak mudah, ia memulai usaha ini dengan harapan dan kerja keras yang tulus. Dari menjajakan barang dagangan di pasar hingga menjalin hubungan dengan pelanggan. Dari sebagai pedagang sembako inilah insting bisnis Heri kian terasah di dunia bisnis.
Namun begitu, Heri sadar tak selamanya orang bisnis itu mendapatkan laba, adakalanya rugipun bisa didapatkan. Maka prinsip bisnis yang harus dimiliki bagi orang yang ingin terjun dalam bidang bisnis apapun menurut Heri kuncinya adalah tekun dan sabar.
“Bisnis itu akan jadi insya Allah jika dijalani dengan tekun dan sabar, itu kuncinya,” jelas Heri sambil tersenyum.
Rupanya bisnis sembako Heri tak bertahan lama, sebab begitu banyak tantangan yang dihadapinya. Dengan sisa modal yang ada, Heri akhirnya tertarik ingin mencoba bisnis rumput laut, terlebih lagi ada koleganya di Jawa yang sudah lama berjualan rumput laut. Akhirnya, Heri pun ikut berjualan rumput laut dengan harapan bisa menjadi jalan merubah nasibnya menjadi lebih baik.
Baca Juga: Profil Hassan Nasrallah, Pemimpin Hezbollah yang Gugur Dibunuh Israel
Dengan niat yang kuat dan semangat yang tak mudah goyah, ia memperluas jangkauan usaha rumput lautnya ke warung-warung di Bogor, Jakarta, dan Depok.
Kucuran keringat keringat dan kerja keraspun terbayar dengan mendapatkan peningkatan keuntungan yang signifikan pada tahun 2007. Meski begitu, Heri tahu bahwa dunia bisnis adalah arena yang dinamis, dan tidak ada jaminan kestabilan.
Memasuki tahun 2008, Heri dihadapkan pada kenyataan bahwa pasar rumput laut mulai surut. Dalam momen tersebut, Allah memberikan jalan baru baginya. Ia memanfaatkan kesempatan ini untuk berinovasi dengan memasuki bisnis jelly.
Heri membuat produk jelly yang unik dengan mengubahnya menjadi jelly kelapa kopyor warna warni yang memikat mata dengan keindahannya. Inovasi ini tidak hanya memberikan sentuhan kreatif pada bisnis jellynya tapi juga memenuhi kebutuhan pasar yang terus berkembang di sekitar Jabodetabek.
Baca Juga: Jenderal Ahmad Yani, Ikon Perlawanan Terhadap Komunisme
Puncak kejayaan bisnis jelly Heri hingga tahun 2015, ketika permintaan produknya melonjak melebihi penjualan di tahun-tahun sebelumnya. Setiap jelly yang diproduksinya tidak hanya menawarkan rasa yang lezat tetapi juga tampilan yang menarik, sehingga menjadikannya favorit bagi pelanggan di pasar-pasar Jabodetabek. Meski demikian, seperti halnya bisnis lain, Heri menghadapi penurunan permintaan yang memaksa dia untuk terus beradaptasi dan mencari solusi baru.
Saat ini bisnis jelly Heri terus berkembang, terlebih lagi menjelang Ramadhan tiba, permintaan selalu membludak.
“Kalau mendekati bulan Ramadhan, saya harus menambah tenaga kerja untuk memenuhi permintaan pelanggan,” jelasnya sembari menunjukkan proses pengolahan jelly di pabriknya yang berlokasi dekat pesantren Al Fatah. Bahkan kini, Heri juga merambah ke bisnis lain yaitu penyediakan berbagai jenis ikan laut dan ikan asin.
Perjalanan Heri Junianto adalah kisah tentang ketekunan, inovasi, kesabaran dan ketahanan. Dari awal yang sederhana sebagai pedagang sembako hingga menjadi pengusaha yang dikenal dengan produk jelly kreatifnya, Heri menunjukkan bagaimana keberanian menghadapi perubahan dan tekad untuk terus maju dapat membawa seseorang melewati berbagai tantangan dan meraih kesuksesan.[Kurnia M Huzaifah]
Baca Juga: Hidup Tenang Ala Darusman, Berserah Diri dan Yakin pada Takdir Allah
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Hiruk Pikuk Istana di Mata Butje, Kisah dari 1 Oktober 1965