Oleh: Rudi Hendrik, wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terkenal sebagai seorang cendekiawan yang cerdik. Namun, ketika masyarakat Quraisy berbondong-bondong memeluk Islam, ia justeru belum memilih Islam.
Dari profesi pedagang yang ditekuninya, ia memiliki kesempatan untuk menjelajah ke berbagai daerah, seperti Mesir, Habasyah dan Yaman. Dari perjalanan ini, ia mendapatkan berbagai pengalaman, terutama mengenai cara hidup bermasyarakat, tradisi dan berbagai macam prilaku penduduk daerah yang pernah ia singgahi. Hal inilah yang membuatnya tampil sebagai tokoh yang cendekia, berwawasan luas serta cakap. Selain itu, ia juga terampil dalam berkuda, memanah dan bergulat. Sifatnya berani dan tegar dalam menghadapi berbagai risiko.
Ia adalah Amru bin Ash bin Wa’il bin Hasyim radhiyallahu ‘anhu, biasa dipanggil Abu Abdullah atau Abu Muhammad. Ibunya bernama Nabighah binti Harmalah.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Ash, ayahnya adalah seorang pemuka Quraisy yang sempat hidup di masa Islam, tapi belum sempat memeluk Islam.
Di kalangan bangsa Arab era Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ada tiga tokoh yang terkenal cerdik dan pandai, di antaranya Amru bin Ash, Muawiyyah bin Abu Sufyan dan Mughirah bin Syu’bah. Muawiyyah bin Abu Sufyan terkenal pandai dalam memperdaya lawan, adapun Amru bin Ash adalah orang yang memiliki kecerdasan luar biasa untuk keluar dari situasi sulit. Amru juga bisa menghadapi situasi sulit dengan tenang dan menemukan solusi dalam spontan.
Raja Negus giring Amru peluk Islam
Sebelumnya, Amru bin Ash adalah orang yang sangat memusuhi Islam. Ia pernah menjadi utusan para pemuka Quraisy untuk menghadap Raja Najasyi (Negus) penguasa Habasyah. Saat itu, beberapa sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berhijrah ke Habasyah demi menyelamatkan agamanya.
Para pemuka Quraisy mengirim Amru bin Ash dengan bekal hadiah yang banyak untuk dipersembahkan kepada Raja Negus, tujuannya agar raja beragama Nasrani itu mau menyerahkan para sahabat Nabi Muhammad kepada orang-orang Quraisy.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Keseringan Amru melakukan perjalanan dagang Makkah-Habasyah, membuatnya memiliki hubungan baik dengan Raja Negus. Namun sayang, saat itu Amru tidak berhasil membujuk Raja Negus agar mau mengusir Muslimin dari Habasyah.
Dalam salah satu kunjungannya ke Habasyah, terjadi dialog antara Amru dan Raja Negus yang cukup panjang dan di dalamnya menyebut tentang Muhammad dan agama baru yang dibawanya kepada masyarakat Arab.
Dalam penggalan percakapannya dengan Amru, Raja Negus bertanya, “Mengapa sampai sekarang kamu tidak masuk Islam, padahal Muhammad adalah seorang rasul yang diutus oleh Allah?”
“Apakah benar demikian, wahai Raja?” Amru balik bertanya.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
“Memang benar demikian adanya, demi Allah,” jawab Raja Negus.
Ketika Amru bin Ash pulang, perkataan Raja Negus selalu terngiang-ngiang di telinganya serta mengguncang pikiran dan hatinya.
Akhirnya, dengan ditemani Khlid bin Walid, keduanya menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk menyatakan keislamannya.
“Orang-orang Quraisy telah melepas jantung-jantung hati mereka untuk kita,” sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika melihat kedatangan kedua jagoan Quraisy itu.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Amru bin Ash adalah orang yang cerdas dan keislamannya didasari atas pertimbangan akal. Mengenai hal itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda, “Orang-orang masuk Islam, sedangkan Amru bin Ash beriman.”
Seakan-akan sabda itu menunjukkan bahwa ketika orang lain masuk Islam berbondong-bondong karena takut pembalasan dari Muslimin, Amru bin Ash justeru beriman karena ketulusan hatinya. Ia memeluk Islam menjelang pembebasan kota Makkah.
Sejak berimannya Amru bin Ash, ia mendapat kepercayaan besar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Pilihan cerdas Amru untuk penguasa Oman
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengutus Amru bin Ash ke Oman untuk menemui penguasa Oman, Jaifar bin Julanda dan saudaranya Abd bin Julanda. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membekali Amru sepucuk surat yang berisi ajakan untuk memeluk Islam.
Menurut pengetahuan Amru, Abd lebih lemah lembut karakter dan sifatnya, dibandingkan Jaifar. Maka Amru memutuskan menghadap kepada Abd dan menyampaikan surat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Akhirnya kedua penguasa itu memeluk Islam.
Untuk beberapa waktu lamanya, Amru menetap di Oman sampai wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Setelah itu ia kembali ke Madinah.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Pada masa kepemimpinan Khalifah Abu Bakar radhiyallah ‘anhu, Amru ditugaskan menumpas kelompok murtad di daerah Qudha’ah. Ia berhasil menumpas komplotan orang-orang murtad di daerah itu.
Adu cerdik dua pemimpin dalam pembebasan Palestina
Saat misi pembebasan Romawi dilakukan oleh Muslimin, perang yang pertama dikomandani Amru bin Ash adalah pembebasan Palestina, termasuk Gaza, Nablus dan Rafah.
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
Pada saat jenderal yang lain, Abu Ubaidah bin Jarrah dan Khalid bin Walid memimpin tentaranya bergerak menuju Romawi, Amru bin Ash dan Surahbil bin Hasanah memimpin pasukannya di Bizantium, dan mereka berhasil membebaskan negeri itu.
Selanjutnya, Amru bergerak menuju Ajnadain yang saat itu masih berada dalam kekuasaan Romawi. Saat itu, gubernur Ajnadain adalah Artavon, seorang gubernur yang terkenal sangat cerdas dan keras.
Mendengar kabar bahwa Muslimin menghadapi seorang pemimpin Romawi yang cerdas, Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kita telah mengirim Artavon dari Arab untuk menghadapi Artavon dari Romawi. Mari kita tunggu apa yang terjadi nanti.”
Maka, Amru bin Ash mengepung kota Ajnadain sehingga Artavon tidak dapat bergerak, bahkan dengan jalan diplomasi sekali pun. Kemudian, Amru berangkat sendirian untuk menemui Artavon dengan menyamar sebagai utusan.
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara
Amru bin Ash menyampaikan maksudnya. Ia juga menyimak ucapan Artavon baik-baik, menyelami apa yang menjadi keinginannya dan melihat kekuatannya.
Setelah Artavon bertemu dengan Amru bin Ash yang sedang menyamar, ia berkata dalam hatinya, “Orang ini pasti pemimpin mereka atau paling tidak, ia orang yang pendapatnya selalu didengar oleh pemimpin mereka. Aku tidak akan pernah menimpakan pukulan telak pada pasukan mereka, sesuatu yang lebih besar dari pada terbunuhnya orang ini.”
Setelah itu, Artavon memanggil seorang pengawalnya dan membisikinya agar mencegat Amru bin Ash dan membunuhnya ketika Amru lewat di jalan yang ditentukan.
Namun Amru bin Ash tidak kalah cerdik. Ia tahu gelagat Artavon. Maka, Amru bin Ash berkata kepada Artavon, “Aku telah mendengar informasi darimu dan engkau pun mendengar dariku. Aku sangat kagum dengan pembicaraanmu. Aku ini hanyalah salah satu dari sepuluh orang yang diutus oleh Umar bin Khaththab kepada penguasa negeri ini untuk mengepungnya hingga penguasa di sini mau membeberkan kondisinya. Oleh karena itu, aku akan pulang terlebih dahulu dan aku akan mengajak teman-temanku itu (untuk ke sini lagi). Maksudku, jika teman-temanku para utusan itu mengetahui sendiri sebagaimana yang telah aku lihat tentang kondisimu ini, tentu panglima kami dan para pasukan akan mengetahuinya juga. Tetapi jika teman-temanku itu tidak mau melihatnya, aku akan kembalikan mereka ke markas mereka, dan aku akan kembali lagi ke sini dan selanjutnya terserah kamu.”
Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu
Artavon berkata, “Baiklah!”
Kemudian Artavon menyuruh pengawal yang dipanggilnya tadi agar membatalkan rencana awal.
Lalu Artavon berkata kepada Amru, “Pergilah dan datanglah lagi bersama teman-temanmu.”
Amru bin Ash segera meninggalkan Artavon dan dalam hatinya tidak berniat untuk kembali lagi menemuinya.
Baca Juga: RSIA Indonesia di Gaza, Mimpi Maemuna Center yang Perlahan Terwujud
Ketika imperium Romawi berhasil ditaklukkan, dan Artavon tertawan oleh kaum Muslimin, Gubernur Ajnadain itu baru tahu jika Amru bin Ash yang pernah menemuinya dulu itu adalah Sang Panglima.
“Aku telah ditipu oleh manusia paling cerdik yang pernah aku temui,” ucapnya. (P001/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)