Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perlawanan Palestina di Era Digital, Suara yang Tak Bisa Dibungkam

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 20 detik yang lalu

20 detik yang lalu

0 Views

Para jurnalis, pejuang di era digital (foto: ig)

PERJUANGAN rakyat Palestina melawan penjajahan telah berlangsung puluhan tahun, namun dalam era digital, perlawanan itu mendapat wajah baru yang tak terbendung. Media sosial dan teknologi informasi menjadi senjata ampuh yang menyuarakan penderitaan dan ketidakadilan yang selama ini coba dibungkam oleh kekuatan besar dunia. Kini, Palestina tak lagi sendiri di medan perang; jutaan netizen dari seluruh penjuru dunia ikut menyuarakan solidaritasnya.

Dulu, narasi konflik Palestina sering kali didominasi oleh media arus utama yang bias terhadap kepentingan geopolitik Barat. Namun dengan hadirnya platform seperti Twitter, Instagram, TikTok, dan YouTube, warga Palestina dapat langsung menyampaikan realitas yang mereka alami. Video, foto, dan cerita kesaksian langsung dari Gaza atau Tepi Barat menjadi jendela kebenaran yang sulit disangkal.

Aktivis digital Palestina memainkan peran vital dalam membangun kesadaran global. Mereka bukan sekadar pengguna media sosial biasa, melainkan jurnalis rakyat yang mendokumentasikan penindasan, serangan udara, pembatasan wilayah, hingga pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Di era digital, kamera ponsel menjadi alat bukti, dan unggahan di media sosial menjadi senjata perlawanan.

Salah satu contoh kekuatan digital ini adalah kampanye dengan tagar #FreePalestine atau #SaveSheikhJarrah yang sempat mendominasi jagat media sosial internasional. Lewat gerakan ini, opini publik dunia digiring untuk peduli dan bersuara, menekan pemerintah masing-masing agar bertindak adil terhadap Palestina.

Baca Juga: Jejak Para Nabi di Tanah Palestina

Meski banyak akun Palestina kerap menjadi sasaran pembatasan oleh algoritma atau sensor platform digital, suara mereka tak bisa sepenuhnya dibungkam. Netizen di berbagai negara, termasuk Indonesia, aktif melakukan repost, membuat konten dukungan, bahkan membuat petisi dan aksi donasi digital sebagai bentuk perlawanan kolektif.

Anak muda Palestina yang hidup dalam bayang-bayang konflik membuktikan bahwa semangat juang tak mati. Mereka menguasai teknologi, memahami algoritma, dan mampu menyampaikan narasi perjuangan dalam bahasa yang menyentuh emosi global. Ini menjadikan mereka bukan sekadar korban, tetapi pelaku aktif dalam perlawanan informasi.

Di sisi lain, era digital juga menyulitkan pihak penjajah untuk mengontrol narasi. Setiap aksi kekerasan yang mereka lakukan bisa langsung tersebar secara viral, menimbulkan tekanan internasional. Kamera tak bisa dibohongi, dan dunia kini punya mata sendiri yang terus terbuka 24 jam.

Selain perlawanan narasi, dunia digital juga membuka jalan baru untuk diplomasi global. Banyak aktivis kemanusiaan, tokoh masyarakat, hingga selebriti dunia turut mengangkat isu Palestina dalam kanal-kanal digital mereka. Ini membentuk jejaring solidaritas lintas bangsa yang memperkuat posisi perjuangan Palestina di mata dunia.

Baca Juga: Mengapa Islam Menekankan Hidup Berjama’ah?

Tak hanya itu, berbagai gerakan boikot produk yang mendukung penjajahan juga semakin masif di era digital. Masyarakat lebih mudah mengakses informasi tentang siapa yang mendukung dan siapa yang menentang keadilan. Konsumen kini punya kekuatan politik melalui pilihan belanja mereka, dan semua itu difasilitasi oleh kekuatan informasi di media sosial.

Dunia digital juga mempercepat penyebaran edukasi tentang sejarah Palestina. Banyak konten kreator Muslim dan non-Muslim menyajikan sejarah penjajahan, peta wilayah yang dirampas, hingga perjanjian-perjanjian internasional yang tidak berpihak. Dengan konten visual dan audio yang menarik, generasi muda dunia kini lebih paham apa yang sebenarnya terjadi.

Kampus-kampus dan komunitas internasional turut bergerak. Banyak organisasi mahasiswa di luar negeri menggelar webinar, diskusi daring, dan aksi virtual sebagai bentuk solidaritas. Semua ini tak akan terjadi secepat dan sebesar ini tanpa kehadiran internet dan digitalisasi.

Meski perlawanan digital tidak menggantikan perlawanan fisik yang berlangsung di lapangan, kehadirannya sangat signifikan. Dunia kini menilai kekuatan bukan hanya dari militer, tapi juga dari siapa yang mampu memenangkan narasi dan simpati publik.

Baca Juga: Zionis Tak Lebih dari Teroris Berseragam Militer

Namun demikian, perlawanan digital ini pun tidak mudah. Banyak akun aktivis Palestina yang dilaporkan, di-suspend, atau dibatasi jangkauannya oleh platform digital karena tekanan politik. Tetapi semangat untuk tetap bersuara tidak padam. Mereka terus mencari celah, menggunakan simbol, ilustrasi, hingga karya seni untuk mengabarkan kebenaran.

Dalam konteks ini, umat Islam di seluruh dunia memiliki peran strategis. Dengan memanfaatkan platform digital, mereka bisa menyuarakan dukungan, menyebarkan informasi yang benar, serta mengedukasi masyarakat sekitar agar tidak mudah termakan propaganda. Perlawanan digital ini bukan hanya milik Palestina, tetapi juga panggilan nurani seluruh manusia.

Perlawanan Palestina di era digital adalah bukti bahwa suara kebenaran tak bisa dibungkam. Di tengah cengkeraman kekuatan militer dan dominasi media besar, suara rakyat menemukan ruang baru di dunia maya. Dunia mungkin berubah, tetapi semangat perjuangan akan selalu menemukan jalannya—dan kini, jalan itu adalah lewat layar-layar yang terhubung ke jutaan hati yang peduli.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Kolonialisme Modern Bernama Israel

Rekomendasi untuk Anda