Jakarta, MINA – Anggota Komisi IX DPR RI Arzeti Bilbina menilai perlu riset lebih lanjut mengenai ide ‘susu ikan’ untuk memperhatikan keamanan produk terutama anak-anak yang memiliki alergi bawaan terhadap produk berprotein tinggi yang dapat memicu reaksi serius.
“Memang diperlukan kajian lebih lanjut karena produk minuman konsentrat ikan ini relatif baru dan belum memiliki definisi yang baku dalam standar pangan internasional. Jadi, butuh standardisasi dan regulasi mengenai komposisi dan proses pembuatannya,” terang Arzeti dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (11/9).
Baru-baru ini ide ‘susu ikan’ menjadi topik hangat, setelah PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) atau ID Food mengumumkan sedang mengkaji penggunaannya sebagai alternatif dalam program makan bergizi gratis yang diusung presiden terpilih, Prabowo Subianto.
Alternatif ini diusulkan mengingat stok susu sapi di Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan dari program makan bergizi dan susu gratis tersebut, yang menyasar 82,9 juta orang yaitu anak sekolah, balita, hingga ibu hamil.
Baca Juga: Pemerintah Diminta Manfaatkan Potensi Lokal untuk Program Makan Bergizi Gratis
Data Kementerian Pertanian, kebutuhan susu di Indonesia saat ini mencapai 4,3 juta ton per tahun dan kontribusi susu dalam negeri terhadap kebutuhan susu nasional baru sekitar 22,7 persen, sisanya masih dipenuhi dari impor.
“Perlu diperhatikan juga mengenai faktor alergi ketika mengonsumsi produk minuman dari ikan. Anak-anak yang alergi bisa timbul gejala ringan seperti gatal-gatal hingga reaksi yang lebih berat seperti anafilaksis. Dan kalau memang ide ini direalisasi untuk program makan gratis, penting sekali adanya pengawasan ketat dari Badan Gizi Nasional untuk mencegah risiko kontaminasi yang bisa membahayakan kesehatan masyarakat, khususnya anak-anak,” tambahnya.
Meski ide soal susu ikan tersebut cukup baik mengingat ikan memiliki potensi sebagai sumber protein alternatif, terutama di daerah dengan akses terbatas ke susu sapi. Ikan juga merupakan sumber kekayaan alam unggulan Indonesia.
“Tetap masih diperlukan uji klinis dan penelitian lebih lanjut untuk memastikan keamanan, efektivitas, dan kesesuaiannya sebagai pengganti susu dalam program gizi nasional,” ungkapnya.
Baca Juga: Yuk, Kuatkan Tubuh dan Jiwamu dengan Renang!
Program Makan Bergizi dan Susu Gratis yang digagas Prabowo bertujuan untuk menurunkan angka stunting Indonesia yang cukup tinggi yaitu 21,5 persen pada tahun 2023.
Stunting adalah gangguan pertumbuhan akibat asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama. Salah satu yang dapat mengatasi masalah stunting dengan peningkatan konsumsi ikan.
Program susu dari ikan ini juga telah dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) sejak tahun 2023 sebagai upaya mendorong hilirisasi produk perikanan di mana Indramayu menjadi pilot projectnya.
“Namun Pemerintah harus bisa memastikan bahwa proses produksi, penyimpanan, dan distribusinya memenuhi standar keamanan yang ketat. Pemerintah juga perlu memastikan pasokan susu bergizi tinggi tersebut dapat memenuhi kebutuhan program di seluruh Indonesia. Tidak kalah penting, kita harus memikirkan kelangsungan ekosistem laut, terutama jika peningkatan permintaan susu ikan dapat menyebabkan overfishing dan kerusakan lingkungan,” lanjutnya.
Baca Juga: Layanan Darurat Medis 119 Kini Bisa Diakses Melalui SATUSEHAT Mobile
Arzeti juga meminta Pemerintah melakukan evaluasi berkala apabila ke depannya susu ikan masuk dalam program makan gratis. Pemantauan yang terstruktur akan memungkinkan Pemerintah untuk menilai apakah minuman bergizi tinggi ini memberikan manfaat yang sebanding atau bahkan lebih baik dibandingkan dengan susu sapi. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Sembilan Keajaiban Memanah untuk Kesehatan dan Kebugaran