Pernikahan Yang Tidak Tercatat Resmi Di Kemenag, Rentan Masalah

Jakarta,  18 Shafar 2016/18 November 2016 (MINA) – Direktur Urusan Agama Islam Moh Thambrin menegaskan bahwa pernikahan yang tidak tercatat secara resmi oleh Petugas Pencatat (PPN) atau Pembantu PPN, berisiko menimbulkan masalah di kemudian hari.

“Kami meminta masyarakat untuk melangsungkan pernikahan sebagaimana mekanisme yang diatur dalam Peraturan Menteri Agama No 11 tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah,” kata Thambrin. Demikian siaran pers resmi yang diterima MINA, Jumat (18/11).

Thambrin menyebutkan, praktik pernikahan tidak tercatat masih terjadi. Sebagian masyarakat masih ada yang menggunakan jasa perorangan selain petugas resmi Kementerian Agama untuk melangsungkan pernikahan.

“Akibatnya, pernikahan mereka tidak tercatat secara resmi di Kemenag,” ujarnya.

Menurut pasal 17 PMA 11/2007 mengatur bahwa akad nikah dilaksanakan di hadapan PPN atau Penghulu atau Pembantu PPN dari wilayah tempat tinggal calon isteri. Apabila akad nikah akan dilaksanakan di luar ketentuan, maka calon isteri atau walinya harus memberitahukan kepada PPN wilayah tempat tinggal calon isteri untuk mendapatkan surat rekomendasi nikah.

“Penghulu adalah pejabat fungsional Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan pengawasan nikah/rujuk menurut agama lslam dan kegiatan kepenghuluan,” kat mantan Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Kalsel.

Sedangkan pembantu Pegawai Pencatat Nikah adalah anggota masyarakat tertentu yang diangkat oleh kepala Kantor Departemen Agama kabupaten/kota untuk membantu tugas-tugas PPN di desa tertentu.

Sebagai petugas resmi yang diangkat oleh pemerintah, lanjut Thambrin, penghulu bekerja berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menpan No 62 Tahun 2005 tentang Jabatan Fungsional Penghulu dan Angka Kreditnya.

“Penghulu tidak dibenarkan menerima pemberian di luar tarif yang telah ditetapkan,” jelas Thambrin.

“Pernikahan yang dilakukan di KUA, tidak dipungut biaya (Rp0,_) atau gratis. Pernikahan di luar KUA biayanya Rp600 ribu yang dibayarkan melalui rekening bank dan langsung masuk ke kas Negara,” tambahnya.

Menurut Thambrin, Kementerian Agama telah mempermudah proses pelayanan bagi warga negara Indonesia (WNI) yang mau menikah agar bisa menjalankan syariat secara sempurna tanpa masalah. Adapun syaratnya antara lain: melengkapi lembar formulir dari kelurahan/desa model N1, N2, dan N4, serta mengikuti kursus pranikah.

Disinggung tentang praktik pernikahan tidak tercatat yang dilakukan sejumlah oknum selain penghulu yang menerima SK dari Kementerian Agama, Thambrin menegaskan bahwa tindakan itu tidak bisa dibenarkan.

Menurutnya, tindakan perseorangan yang mengatasnamakan penghulu, lalu tanpa hak yang diatur oleh ketentuan perundang-undangan memberikan buku nikah palsu atau asli tapi palsu (aspal), dikategorikan sebagai penipuan yang jelas melanggar hukum. “Pemerintah akan menertibkannya agar tidak merugikan calon pengantin,” tegasnya.

“Buku nikah yang diterbitkan oleh orang yang tidak memiliki hak, tidak dapat digunakan sebagai keabsahan pernikahan yang secara resmi tercatat di Kementerian Agama,” katanya menerangkan. (T/P010/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)