Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perpecahan Umat, Akibat Langsung dari Tidak Berjama’ah

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 2 jam yang lalu

2 jam yang lalu

8 Views

UMAT Islam adalah satu tubuh, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi, seperti satu tubuh. Apabila satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakan demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Bukhari dan Muslim). Namun, hari ini, kita menyaksikan realitas memilukan: umat terpecah-pecah, saling bertikai, bahkan saling menjatuhkan. Salah satu penyebab utamanya adalah meninggalkan konsep hidup berjama’ah.

Islam tidak hanya mengajarkan ibadah individu, tetapi juga ibadah sosial. Hidup berjama’ah bukan sekadar pilihan, melainkan perintah Allah Ta’ala. Dalam surah Ali Imran ayat 103, Allah berfirman, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai…” Ayat ini menunjukkan urgensi hidup bersatu dalam satu jama’ah, dan peringatan keras terhadap perpecahan.

Ketika umat Islam meninggalkan prinsip berjama’ah, otomatis muncullah kelompok-kelompok kecil yang merasa paling benar sendiri. Masing-masing membuat standar kebenaran sendiri tanpa merujuk pada jama’ah yang haq. Akibatnya, timbul fanatisme kelompok, permusuhan, dan saling menyesatkan sesama Muslim, yang sangat bertentangan dengan nilai persaudaraan Islam.

Padahal, Islam menekankan pentingnya satu kepemimpinan dan satu kesatuan umat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa keluar dari ketaatan (kepada jama’ah kaum Muslimin) dan memisahkan diri dari mereka, lalu mati, maka matinya seperti mati dalam keadaan jahiliyah.” (HR. Muslim). Ini menunjukkan betapa berbahayanya hidup tanpa jama’ah yang sahih.

Baca Juga: Menjadi Pemimpin Adil, Jalan Mulia Menuju Ridha Allah

Tidak berjama’ah juga menjadikan umat Islam lemah secara sosial dan politik. Mereka menjadi seperti buih di lautan, banyak tapi tidak memiliki kekuatan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Hampir tiba suatu masa di mana bangsa-bangsa mengerumuni kalian sebagaimana orang-orang mengerumuni makanan di atas nampan.” (HR. Abu Dawud). Umat Islam jadi bulan-bulanan musuh karena hilangnya kesatuan.

Sementara itu, jama’ah Islam yang benar bukan sekadar kumpulan orang, melainkan struktur yang teratur, memiliki pemimpin yang ditaati selama dalam kebenaran, serta menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman. Jama’ah melatih ketaatan, ukhuwah, disiplin, dan perjuangan bersama demi tegaknya agama Allah.

Dalam hidup berjama’ah, ada mekanisme syura (musyawarah) untuk mengambil keputusan bersama. Ini mencegah kesewenang-wenangan individu dan menjaga maslahat umat. Allah berfirman, “…Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka…” (QS. Asy-Syura: 38). Tanpa jama’ah dan musyawarah, keputusan menjadi semaunya sendiri dan rawan konflik.

Sebaliknya, hidup tanpa jama’ah berarti hidup dalam keegoisan. Setiap orang merasa bebas melakukan apapun tanpa kontrol kolektif. Inilah yang kemudian memunculkan anarki dalam beragama, bid’ah merajalela, hawa nafsu dituruti, dan umat semakin jauh dari manhaj Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya.

Baca Juga: Zionisme, Virus Jahat dalam Tubuh Kemanusiaan

Ironisnya, sebagian orang menganggap berjama’ah hanya soal shalat berjama’ah di masjid. Padahal, dalam Islam, berjama’ah adalah membangun struktur sosial, politik, dan dakwah yang terorganisir di bawah satu kepemimpinan Islam. Ini yang sering dilupakan, hingga akhirnya umat bergerak sendiri-sendiri tanpa arah.

Apabila perintah berjama’ah diabaikan, konsekuensinya tidak hanya duniawi, tapi juga ukhrawi. Mereka yang memisahkan diri dari jama’ah terancam tidak diakui sebagai bagian dari umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan, ancaman kematian dalam keadaan jahiliyah menunjukkan bahayanya beragama tanpa ikatan jama’ah.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan umatnya tentang pentingnya bersatu. Beliau bersabda, “Sesungguhnya orang-orang yang berpecah-belah setelah datang petunjuk kepada mereka, maka mereka itu adalah orang-orang yang celaka.” (Qs. Asy-Syura: 13). Perpecahan hanya akan membawa kehancuran, baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, sangat penting bagi umat Islam untuk kembali kepada prinsip hidup berjama’ah yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Jama’ah yang benar adalah jama’ah yang selalu menjunjung tinggi kebenaran, menghindari segala bentuk fitnah, dan menjadikan Al-Qur’an serta Sunnah sebagai pedoman hidup. Di dalam jama’ah, kita saling mengingatkan, menolong dalam kebaikan, dan bersama-sama berjuang untuk menegakkan agama Allah.

Baca Juga: Jihad Kita Satu, Musuh Kita Sama: Zionis dan Sekutunya!

Perpecahan umat hanya dapat dihindari jika setiap individu dalam umat Islam berusaha menjaga persatuan. Memperhatikan nasihat-nasihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tentang persatuan dan kehati-hatian terhadap perpecahan adalah langkah pertama untuk kembali menjadi umat yang kuat, solid, dan dipandang mulia di mata Allah dan umat manusia.

Kesimpulannya, perpecahan umat Islam merupakan akibat langsung dari tidak hidup berjama’ah. Umat Islam yang terpecah akan kehilangan kekuatan dan arah. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk kembali kepada prinsip berjama’ah yang hak, di bawah kepemimpinan yang sahih, dan berlandaskan kepada Al-Qur’an serta Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, umat Islam akan kembali menjadi umat yang kuat, terhormat, dan dapat membawa kebaikan bagi seluruh umat manusia.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Perbedaan Haji di Masa Jahiliyah dan Islam

Rekomendasi untuk Anda