Oleh Syarif Hidayat
Persahabatan atau pertemanan berbeda dengan jalinan atau relasi hubungan antara dua individu yang lainnya. Tidak seperti hubungan pertunangan yang didasari cinta. Tidak seperti sepasang kekasih atau sepasang suami istri, persahabatan bebas dari rasa cemburu. Tidak seperti hubungan antara anak anak dan para orang tua, persahabatan tidak mengenal celaan, bahasan, kritikan atau kecaman, juga tidak mengenal kesebalan atau kedongkolan.
Persahabatan atau pertemanan tidak mempunyai status dalam ikatan hukum. Semua kemitraan bisnis didasarkan atas suatu kontrak perjanjian. Begitu pula pernikahan yang didasari atas suatu “akad nikah” (perjanjian kesetiaan antara suami dan istri). Hubungan antara para orang tua dan anak anak terikat pula oleh peraturan perundang undangan atau hukum baik hukum agama maupun hukum Negara.
Tetapi persahabatan, pertemanan atau persobatan bebas diadakan atau diselenggarakan antara kedua pihak/individu yang ingin dan cocok untuk bersehabat, bebas diberikan dan secara bebas pula dilaksanakan. Sepasang sehabat sejati tidak akan pernah saling menipu, memperdayakan, mengakali, mengelabui atau mengambil keuntungan oleh yang satu terhadap yang lainnya, ataupun berbohong kepada sehabatnya.
Baca Juga: Logika Ketuhanan Isa AS, Meluruskan Kesalahpahaman Trinitas dalam Cahaya Al-Qur’an
“Sepasang sehabat sejati tidak akan saling memata matai, tapi juga tidak mempunyai rahasia yang disembunyikan dari satu sama lainnya. Para sehabat sejati menghargai dan berbahagia atas keberhasilan masing masing dan merasa murung, suram, sedih dan pilukalau salah satu diantaranya mengalami kegagalan.”
“Sepasang sehabat atau teman sejati saling nasehat menasehati satu sama lainnya dan saling mengasuh dan merawat. Para sehabat saling memberi, peduli atas nasib dan keadaan masing masing, dan selalu siap sedia setiap saat untuk saling membantu satu sama lainnya. Persahabatan yang sempurna atau sejati sangat jarang tercapai, tetapi pada puncaknya, suatu persahabatan sejati merupakan suatu ekstasi atau kebahagiaan dan keriangan yang sangat mendalam,” kata Stephen E. Ambrose dalam bukunya “Comrades” (Kamerad, Kawan, Konco, Sobat atau Teman).
Sebagai hasil perkembangan yang dicapai dalam tekemomunikasi dan dengan adanya Internet, melalui jaringan sosial seperti facebook, twitter, MySpace, Linkedin, friendster and Multiply dsb telah memungkinkan semua orang bisa mengembangkan dan memelihara persehabatan secara nasional maupun internasional.
Saling menghargai dan jujur
Baca Juga: Kantor Berita MINA dan Diplomasi Naratif Indonesia untuk Palestina
Di dalam menjalinkan hubungan silatulrahim dan persahabatan, selain sifat harga menghargai, kejujuran juga amat penting kerana sahabat yang paling menguntungkan adalah seorang sahabat yang jujur, suka berterus terang dan tidak menyembunyikan sesuatu dari anda, apa lagi kalau perkara itu bisa membawa keburukan kepada diri anda.
Dalam Islam memang dituntut setiap orang itu memuliakan saudaranya, lebih dari dirinya sendiri. Begitu jugalah dengan kepentingan diri anda sendiri. Anda harus mementingkan sahabat anda seperti anda lakukan terhadap diri anda juga.
Sebagaimana firman Allah SWT di dalam hadis Qudsi yang bermaksud: “Sudah pastilah kecintaan-KU itu untuk orang-orang yang saling ziarah menziarahi kerana AKU. Sudah pasti pula kecintaan-KU untuk orang yang saling cinta menyintai kerana AKU, sudah pasti pula kecintaan-KU kepada orang-orang yang saling bantu membantu kerana AKU. Juga sudah pastilah kecintaan-KU untuk orang yang saling tolong menolong kerana AKU.”– Riwayat Ahmad dan Hakim.
Manakala sifat ikhlas pula akan memberikan kesegaran kepada jiwa, ikhlas memberi dan menerima dalam apa jua bentuk pertolongan atau pemberian dari setiap individu Muslim itu.
Baca Juga: 78 Tahun Penantian, Keadilan yang Belum Kunjung Datang ke Lembah Kashmir
Setiap Muslim harus menyemaikan sifat ikhlas itu sejak kecil, kerana keikhlasan itu membuat hati kita gembira dan tenang dalam menghadapi sesuatu keadaan. Tahukah anda, kerana tidak ikhlas jiwa kita akan menjadi rusak dan pendendam. Memiliki sifat pendendam memang dilarang dalam Islam. Keikhlasan bukan saja memberi kesegaran kepada jiwa, tetapi juga membuatkan anda bertambah taqwa kepada Allah SWT.
Oleh itu, kebersihan hati hanya dapat dicapai dengan iman dan taqwa kepada Allah SWT, dengan secara langsung keikhlasan akan terpancar di jiwa kita. Lakukan sesuatu kepada seseorang dengan ikhlas, berilah sesuatu kepada seseorang dengan ikhlas bukan karena ada sebab lain.
Cuba anda renungkan dan berfikir sejenak, bertanya kepada diri anda sendiri…Apakah anda telah berlaku jujur terhadap sahabat-sahabat anda ? Apakah anda sudah melakukan seperti apa yang dianjurkan oleh syariat Islam?
Sekiranya anda telah berlaku jujur terhadap sahabat dan rakan anda… Alhamdulillah… Tetapi ada juga sesetengah manusia di dunia ini mereka menjalinkan hubungan silatulrahim dan persahabatan adalah kerana menginginkan kebendaan semata-mata. Dan ada pula yang suka memilih bulu atau kulit atau juga bungkus dalam persahabatan.
Baca Juga: Tersihir Drakor, Terseret Fitnah: Saatnya Muslim Bangkit!
Mereka memilih orang-orang tertentu untuk dijadikan sahabat supaya mereka mendapat manfaat daripada persahabatan itu, bukannya atas dasar keikhlasan dan kejujuran kerana Allah SWT tetapi bak kata pepatah “ada udang disebalik batu”.
Persahabatan menurut Islam
Secara umum, orang merasa senang dengan banyak teman. Manusia memang tidak bisa hidup sendiri, sehingga disebut sebagai makhluk sosial. Tetapi itu bukan berarti, seseorang boleh semaunya bergaul dengan sembarang orang menurut selera nafsunya.
Sebab, teman adalah personifikasi diri. Manusia selalu memilih teman yang mirip dengannya dalam hobi, kecenderungan, pandangan, pemikiran. Karena itu, Islam memberi batasan-batasan yang jelas dalam soal pertemanan.
Baca Juga: Peran Diaspora Palestina dalam Perlawanan Naratif Global
Karena itu Nabi Muhammad `Shallallahu ‘alaihi wa salam (SAW) mengingatkan agar kita cermat dalam memilih teman. Kita harus kenali kualitas beragama dan akhlak kawan kita. Bila ia seorang yang shalih, ia boleh kita temani. Sebaliknya, bila ia seorang yang buruk akhlaknya dan suka melanggar ajaran agama, kita harus menjauhinya.
Teman memiliki pengaruh yang besar sekali. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi). Makna hadits di tersebut adalah seseorang akan berbicara dan ber-perilaku seperti kebiasaan kawannya.
Pribahasa Jerman mengatakan: “Zeige mir Deine Freunde und Ich sage Dir wer Du bist.” Artinya: “Tunjukkan kepada saya siapa teman teman anda dan saya akan memberitahu siapa anda.” Maknanya: “Seseorang dikenal karena teman teman pergaulannya.” Persahabatan yang paling agung adalah persahabatan yang dijalin di jalan Allah dan karena Allah, bukan untuk mendapatkan manfaat dunia, materi, jabatan atau sejenisnya. Persahabatan yang dijalin untuk saling mendapatkan keuntungan duniawi sifatnya sangat sementara. Bila keuntungan tersebut telah sirna, maka persahabatan pun putus.
Berbeda dengan persahabatan yang dijalin karena Allah, tidak ada tujuan apa pun dalam persahabatan mereka, selain untuk mendapatkan ridha Allah. Orang yang semacam inilah yang kelak pada Hari Kiamat akan mendapat janji Allah. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah pada Hari Kiamat berseru, ‘Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini akan Aku lindungi mereka dalam lindungan-Ku, pada hari yang tidak ada perlindungan, kecuali per-lindungan-Ku” (HR. Muslim).
Baca Juga: Solidaritas Palestina; Dari Ruang Kelas hingga ke Puncak Gunung
Dari Mu’adz bin Jabalzia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, Allah SWT berfirman, “Wajib untuk mendapatkan kecintaan-Ku orang-orang yang saling mencintai karena Aku dan yang saling berkunjung karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku” (HR. Ahmad).
Persahabatan dan percintaan dengan dasar ikhlas karena Allah bagaikan pohon yang menjulang tinggi ke langit dan akarnya menghunjam ke bumi, tumbuh di hati-hati yang suci, disirami (disemai) dengan ilmu, indah dan manis dengan kejujuran dan ketulusan, menjadi besar dengan husnudzan (bersangka baik), buahnya disediakan mimbar-mimbar dari cahaya di hari kiamat untuk mereka, apakah kita siap untuk berteduh di bawah naungan pohon tersebut dan melaksanakan hak-hak persahabatan?
Sorga dunia adalah persahabatan dan percintaan dengan dasar ikhlas karena Allah, Al Firdaus adalah sorga Akhirat, semoga Allah mengumpulkanku dan kamu di kedua sorga tersebut.
Cinta Karena Allah
Baca Juga: Proyek Israel Raya, Upaya Menguasai Timteng dengan Dukungan AS
Anas Radhiallaahu anhu (RA) meriwayatkan, “Ada seorang laki-laki di sisi Nabi Muhammad SAW. Tiba-tiba ada sahabat lain yang berlalu. Laki-laki tersebut lalu berkata, “Ya Rasulullah, sungguh saya mencintai orang itu (karena Allah)”. Maka Nabi Muhammad SAW bertanya “Apakah engkau telah memberitahukan kepadanya?” “Belum”, jawab laki-laki itu. Nabi bersabda, “Maka bangkit dan beritahukanlah padanya, niscaya akan mengokohkan kasih sayang di antara kalian.” Lalu ia bangkit dan memberitahukan, “Sungguh saya mencintai anda karena Allah.” Maka orang ini berkata, “Semoga Allah mencintaimu, yang engkau mencintaiku karena-Nya.” (HR. Ahmad).
Hal yang harus diperhatikan oleh orang yang saling mencintai karena Allah adalah untuk terus melakukan evaluasi diri dari waktu ke waktu. Adakah sesuatu yang mengotori kecintaan tersebut dari berbagai kepentingan duniawi?
Paling tidak, saat bertemu dengan teman hendaknya kita selalu dalam keadaan wajah berseri-seri dan menyungging senyum. Rasulullah SAW bersabda, “Jangan sepelekan kebaikan sekecil apapun, meski hanya dengan menjum-pai saudaramu dengan wajah berseri-seri.”(HR. Muslim dan Tirmidzi). Dalam sebuah hadist riwayat Aisyah RA disebutkan, bahwasanya “Allah mencintai kelemah-lembutan dalam segala sesuatu.” (HR. al-Bukhari). Dalam hadist lain riwayat Muslim disebutkan “Bahwa Allah itu Maha Lemah-Lembut, senang kepada kelembut-an. Ia memberikan kepada kelembutan sesuatu yang tidak diberikan-Nya kepada kekerasan, juga tidak diberikan kepada selainnya.”
Saling Memberi Nasihat
Baca Juga: Aneksasi Upaya Menghapus Masa Depan Palestina
Memelihara hak-hak umum persaudaraan Islam, seperti yang disebutkan oleh Rasulullah SAW: Hak muslim atas muslim ada enam. Para shahabat bertanya: Apa saja enam itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab, ”Jika engkau bertemu ucapkanlah salam, dan jika dia mengundangmu, maka datangilah, dan jika ia meminta nasihat kepadamu maka nasihatilah, dan jika ia bersin lalu mengucap Alhamdulillah maka do’akanlah, jika dia sakit maka tengoklah, dan jika ia meninggal maka antarkanlah.” (HR Muslim).
Kemuliaan hati adalah disaat Anda merasa senang jika ditegur dan diingatkan oleh sahabat Anda. Dan sahabat Anda adalah yang gemar mengingatkan Anda jika anda bersalah. Alangkah indahnya jika persahabatan dijalin dalam irama meningkatkan kualitas diri agar semakin dekat kepada Allah dan semakin cinta kepada Rasulullah SAW. Bukan sahabat Anda jika dia membiarkan Anda dalam kesalahan. Bukan sahabat Anda jika ia mendendam di saat Anda tegur dan ingatkan kala bersalah. Ada sesuatu yang tersimpan di lubuk hati kita, yang tidak tampak kecuali disaat kita mendengar atau melihat sahabat kita bersalah.
Yaitu rasa ingin menegur dan menyapanya karena merindukan kebaikan untuk sahabatnya tanda ketulusan dalam persahabatan atau rasa enggan dan acuh untuk menegurnya tanda kekotoran hati saat bersahabat. Ada Sesuatu yang tersembunyi dilubuk hati kita yang tidak tampak kecuali disaat kita mendapat teguran dari teman kita.Yaitu kesombongan yang menjadikan kita tiba-tiba merasa dendam, sebel melihatnya dan tidak nyaman duduk disampingnya atau rasa terimakasih yang dalam tanda sebuah ketawadhuan dan kebesaran jiwa dalam menerima sebuah kebenaran.
Seorang sahabat amat besar pengaruhnya dalam pembentukan karakter, sikap, tata krama dan akidah keimanan. Itulah yang dipahamkan Rasulullah untuk umat beliau dengan sabdanya “Seseorang itu akan mudah terbawa kepada agama sahabatnya, maka jika ingin melihat iman dan akhlaq seseorang lihatlah siapa yang menjadi teman dalam hidupnya!” Sahabat disini maknanya banyak, teman kerja, guru yang mengajar kita, jalinan suami-istri termasuk anggota dalam sebuah lembaga terdapat makna pesahabatan. Maka di saat hubungan kawan dengan kawan, guru dengan murid, suami dengan istri atau keberadaan sebagai anggota dalam sebuah lembaga jika tidak terdapat didalamnya makna saling memberi dan saling menerima teguran positif maka sungguh jalinan itu bukan dirajut karena Allah SWT.(T/R-06/R-08).
Baca Juga: Olimpiade dan Penjajahan: Polemik IOC–Indonesia
… bersambung ke bagian 2
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Tatanan Baru Palestina dan Ujian Bagi Solidaritas Dunia Islam
















Mina Indonesia
Mina Arabic