بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ وَٱذْكُرُوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِۦٓ إِخْوَٰنًا وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (ال عمران [٣]: ١٠٣)
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS Ali Imran [3]: 103)
Asbabun Nuzul
Dalam kitab “Asbabun Nuzul” karya Imam Al-Wahidi An-Naisaburi (w. 468 H), dijelaskan sebab turunnya ayat di atas, dengan mengambil riwayat dari sahabat mulia Ibnu Abbas Radhiallahu anhu, adalah berkenaan dengan keretakan ukhuwah (persaudaraan) antara suku Aus dan Khajraj di Madinah.
Pada masa jahiliyyah, kedua suku ini sering terlibat konflik dan peperangan berkepanjangan ratusan tahun lamanya. Dari peperangan antara keduanya, telah banyak korban nyawa dan harta benda tak terhitung jumlahnya. Maka, Islam datang menyatukan keduanya, sehingga mereka bisa hidup berdamai dan bersaudara.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Namun, ada seorang Yahudi bernama Syaas bin Qais yang tidak rela jika kedua suku tersebut berdamai. Maka ia berusaha mengobarkan kembali api permusuhan di antara keduanya dengan membangkitkan rasa bangga atas sukunya sendiri dan perasaan lebih unggul dari selainnya.
Melalui hasutan Syaas bin Qais itu, api perpecahan antara keduanya mulai menyala. Mereka saling membanggakan diri dan menjatuhkan pihak lain, bahkan kedua suku tersebut sudah berada di sebuah tanah lapang dan saling berhadapan. Lalu mereka mengeluarkan senjata, siap untuk kembali berperang.
Maka, Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam datang kepada mereka dan turunlah ayat di atas, untuk mengingatkan mereka agar senantiasa perpegang teguh pada tali Allah, tetap bersatu dan bersaudara.
Al-Wahidi menjelaskan, meskipun secara spesifik ayat ini diturunkan pada suku Aus dan suku Khazraj, namun dalam memahami suatu ayat Al-Quran ada kaidah, al-ibrah bi umumil lafdzi la bi khususis sabab (pelajaran diambil dari keumuman lafadz, bukan kekhususan sebab)
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Maka berdasarkan kaidah tersebut, ayat di atas juga dapat menjadi pelajaran bagi seluruh umat Islam, dapat dijadikan sebagai pedoman bagi kaum Muslimin yang hidup pada zaman dulu, sekarang dan masa mendatang.
Penjelasan ayat
Dilihat dari sudut tanasubul ayat was-suwar (korelasi ayat dan surah dalam Al-Quran), perintah berjama’ah itu datang setelah perintah takwa. Hal itu menunjukan betapa eratnya hubungan takwa dengan kehidupan berjamaah.
Interaksi dan hubungan sosial di antara umat Islam hendaklah didasari dengan takwa. Dari takwa itulah, ikatan persaudaraan dan persatuan antara kaum Muslimin akan bisa terwujud. Interaksi akan terjalin harmonis dan langgeng.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Sementara menurut Imam Al-Qurthubi Rahimahullah, beliau mengutip penjelasan dari sahabat Ibnu Mas’ud Radhiallahu anhu bahwa ayat di atas merupakan perintah untuk bersatu dan larangan berpecah-belah. Sesungguhnya persatuan lebih condong kepada keselamatan, sedangkan perpecahan lebih condong kepada kerusakan.
Untuk menjaga agar persatuan tetap terjaga, maka orang-orang beriman agar senantiasa mengingat karunia Allah Subhanahu Wa Ta’ala berupa ikatan persaudaraan yang telah diikatkan. Janganlah persaudaraan itu dirusak dengan rasa bangga dan kehebatan masing-masing.
Persatuan dan persaudaraan itu dibangun bukan atas dasar kesukuan, kesamaan madzhab, partai dan organisasi, tetapi hal itu dibangun atas dasar kesatuan hati, ketundukan kepada syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ketakwaan kepada-Nya.
Persatuan yang berdasarkan iman dan takwa merupakan kunci utama untuk mengatasi segala rintangan dan tantangan yang dihadapi sebuah bangsa. Dengan bersatu, umat Islam memiliki kekuatan yang luar biasa untuk mencapai tujuan bersama dan membangun masa depan bangsanya.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Dengan persatuan itu, maka masalah ekonomi, sosial, bencana hingga ancaman yang datang dari pihak luar akan dapat diatasi. Dengan persatuan, Allah Ta’ala akan menurunkan rahmat dan pertolongannya. Sebaliknya berpecah-belah hanya akan melahirkan kelemahan, kerusakan dan bencana.
Dalam bahasa agama, persatuan umat Islam itu disebut dengan berjama’ah. Sementara berpecah-belah disebut dengan tafarruq. Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam bersabda:
…، وَالْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ. (رواه أحمد)
“Berjama’ah itu rahmat dan berpecah-belah itu adzab.” (HR Ahmad)
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Sayyidina Ali bin Abi Thalib Radiyallahu Anhu ketika menjelaskan pengertian Al-Jamaah dan firqah berkata:
وَالْجَمَاعَةُ وَاللَّهِ مُجَامَعَةُ أَهْلِ الْحَقِّ وَإِنْ قَلُّوْا وَالْفُرْقَةُ مُجَامَعَةُ أَهْلِ الْبَاطِلِ وَإِنْ كَثَرُوْا
“Dan Al-Jama’ah demi Allah adalah berkumpulnya ahlul haq walaupun sedikit dan firqah adalah berkumpulnya ahlul bathil walaupun banyak.”
Seruan Persatuan
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Dalam konteks perjuangan sebuah bangsa, sebagai contoh, bangsa Indonesia mampu meraih kemerdekaannya setelah seluruh elemen bangsa ini bersatu. Para pendiri bangsa ini berusaha sekuat tenaga untuk mempersatukan seluruh elemen bangsa karena mereka yakin, dengan persatuan maka penjajahn Belanda akan dapat diakhiri.
Demikian pula bangsa lainnya seperti Afghanistan, Vietnam, dan bangsa lainnya. Mereka bisa mengusir penjajah di negerinya bukan karena canggihnya senjata dan teknologi mereka, bukan pula karena bantuan dari pihak luar, melainkan dengan persatuan dan kesatuan.
Demikian pula bagi bangsa Palestina yang saat ini menghadapi penjajah Zionis Yahudi di negerinya, persatuan antar semua elemen bangsa sangat diperlukan. Persatuan ibarat lem yang merekatkan semua elemen menjadi satu sehingga mereka akan mampu mengkoordinir segala potensi yang dimiliki.
Jika seluruh eleman Palestina bisa bersatu, maka stabilitas politik internal akan terjaga, kepercayaan dari negara-negara sahabat dan meningkat, dan suara mereka di forum-forum internasional akan semakin menguat.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Di tengah krisis yang masih melanda, aksi genosida Israel terus berlanjut di Gaza, maka seruan persatuan semua elemen di Palestina dirasakan semakin mendesak. Konflik yang berkepanjangan ini harus segera diatasi, dicari solusi agar tragedi kemanusiaan bisa berhenti. Penderitaan rakyat Palestina, luka yang terus menganga, sejarah panjang penjajahan di tanah yang diberkahi haruslah segera berakhir.
Sejak awal abad ke-20, Palestina telah menjadi pusat konflik yang melibatkan berbagai kepentingan. Rakyat Palestina telah mengalami berbagai bentuk penindasan. Dalam situasi seperti ini, persatuan di antara rakyat Palestina dan dukungan dari masyarakat internasional menjadi sangat penting.
Persatuan bukan berarti menghilangkan keragaman. Justru, keragaman dalam pandangan dan paham dapat menjadi kekuatan. Ketika rakyat Palestina bersatu, mereka dapat menunjukkan kepada dunia bahwa meskipun berbeda, mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu kemerdekaan dan kebebasan.
Seruan persatuan juga harus terus digelorakan oleh masyarakat internasional. Negara-negara di seluruh dunia perlu memberi dukungan untuk pembelaan hak-hak rakyat Palestina. Ini bukan hanya tanggung jawab satu negara atau satu kelompok, tetapi tanggung jawab bersama. Dengan dukungan yang solid, kita dapat mendorong perubahan yang positif dan berkelanjutan.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Persatuan tidak hanya slogan dalam pembicaraan, tetapi juga dalam tindakan perjuangan. Bangsa Indonesia dan bangsa lainnya di dunia bertanggung-jawab terhapad upaya-upaya mewujudkan persatuan bangsa Palestina.
Seruan persatuan untuk Palestina juga merupakan seruan dan panggilan bagi kita semua. Dalam menghadapi tantangan yang ada, mari kita bersatu untuk mendukung hak-hak rakyat Palestina. Dengan persatuan, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih baik, bukan hanya untuk Palestina, tetapi untuk seluruh umat manusia.
Bahaya Perpecahan
Allah Subhanahu wa Taala memperingatkan bahaya perpecahan dalam firmannya Q.S. Al-An’am [7]: 159.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
اِنَّ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَانُوْا شِيَعًا لَّسْتَ مِنْهُمْ فِيْ شَيْءٍۗ اِنَّمَآ اَمْرُهُمْ اِلَى اللّٰهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ (الانعام[٧]: ١٥٩
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka menjadi (terpecah) dalam golongan-golongan, sedikit pun bukan tanggung jawabmu (Muhammad) atas mereka. Sesungguhnya urusan mereka (terserah) kepada Allah. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.”
Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir menyatakan, “Mujahid, Qatadah, Adh-Dhahak dan Asuddi berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan orang Yahudi dan Nasrani.” Namun secara lahiriyah ayat ini bersifat umum, berlaku bagi setiap orang yang memecah belah agama.”
Di antara keistimewaan ajaran Islam adalah seruan untuk mempertahankan persatuan dan melarang keras melakukan hal-hal yang dapat menjerumuskan kepada perpecahan, pertikaian dan permusuhan.
Sayyid Muhammad Rasyid Ridho dalam Tafsir Al-Manar menyebutkan lima hal yang menyebabkan timbulnya perpecahan umat Islam, yaitu:
Pertama, soal politik dan perebutan kekuasaan. Kedua, karena ashabiyah (kesukuan). Ketiga, pertentangan mazhab baik masalah usul (pokok) maupun furu’ (cabang)/fiqih). Keempat, berkata dalam agama dengan dasar ra’yu. Kelima, hasutan musuh-musuh Islam.
Perpecahan menyebabkan beberapa bahaya, antara lain:
Menyebabkan Hilangnya Kekuatan
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ (الأنفال [٨]: ٤٦)
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al-Anfal [8]: 46)
Menyerupai Orang Musyrik
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (Q.S. Ar-Rum [30]: 31-32):
مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا ۖ كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ (الروم [٣٠]:٣١-٣٢)
“Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.”
Menyebabkan Hilangnya Ilmu Pengetahuan
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Ubadah bin Shamit Radiyallahu Anhu. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam keluar untuk menyampaikan waktu turunnya Lailatul Qadar. Lalu dua orang sahabat berselisish, maka beliau bersabda:
إِنِّي خَرَجْتُ لِأُخْبِرَكُمْ بِلَيْلَةِ الْقَدْرِ وَإِنَّهُ تَلَاحَى فُلَانٌ وَفُلَانٌ فَرُفِعَتْ. (رواه البخارى)
“Sesungguhnya saya keluar untuk memberitahukan kepada kalian tentang lailatul qadr tetapi fulan dan fulan berselisih, maka pengetahuan itu diangkat.” (HR Al-Bukhari)
Mungkinkah Umat Islam Bersatu
Menjawab keraguan tentang kemungkinan bersatunya umat Islam di bawah seorang Imam, Dr. Yusuf Qardlawi Allahu Yarhamhu dengan tegas mengatakan bahwa kesatuan umat Islam adalah realita dan pasti akan terwujud, bukan sebuah khayalan (uthopia).
Di dalam risalahnya yang berjudul “Al-Ummah Al-Islamiyah Haqiqah La Wahn”, beliau menyebutkan enam kriteria tentang kepastian terwujudnya kesatuan umat Islam.
- Menurut Logika Agama
Al-Qur’an di dalam beberapa ayat menyebutkan bahwa kaum Muslimin adalah “Ummah” bahkan “Ummatan Wahidah”, bukan “Umaman” (beberapa umat). Hal ini dapat dilihat pada surat Al-Baqarah: 143, Ali Imran: 110, Al-Anbiya’: 92, Al-Mu’minun: 52.
Sedangkan di dalam sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam banyak sekali hadits yang menjelaskan pengertian umat sebagaimana disebutkan: “Semua umatku akan masuk surge kecuali yang tidak mau.” (HR. Al-Bukhari).
- Menurut Logika Sejarah
Umat Islam pernah bersatu di bawah seorang khalifah dalam masa hampir seribu tahun dan meliputi daerah yang sangat luas, mulai dari China di sebelah timur dan Andalusia (Spanyol) di sebelah barat.
Walaupun pernah pula muncul beberapa khalifah dan ada sebagian wilayah yang memisahkan diri, namun secara umum umat Islam tersebut masih merasa bahwa mereka adalah bagian yang tak terpisahkan dari umat yang satu. Hal ini dikarenakan tujuan mereka satu, musuh mereka satu, masalah mereka satu dan beberapa unsur lain yang mengharuskan mereka tetap bersatu.
- Menurut Logika Geografis
Dengan kehendak Allah Subhana Wa Ta’ala, umat Islam menempati negeri-negeri yang saling berdekatan dan sambung-menyambung antara satu dengan yang lainnya, mulai dari Jakarta di sebelah Timur hingga Rabbah al-Fath (Maroko) di sebelah barat atau mulai dari Samudera Pasifik ke Samudera Atlantik.
- Menurut Logika Realita
Secara realita umat Islam adalah umat yang satu. Hal ini kita lihat ketika sebagian umat Islam menderita maka sebagian yang lain ikut merasakan penderitaan itu. Dalam kasus Masjid Al-Aqsa (Palestina) misalnya, kita lihat seluruh umat Islam di mana saja bangkit memberikan bantuan kepada Mujahidin yang berusaha membebaskan Masjid Al-Aqsa dari cengkeraman Zionis – Yahudi.
Begitu juga kasus Bosnia Herzegovina, dengan penuh perhatian kaum Muslimin seluruh dunia mengikuti perkembangan perjuangan Muslimin dari hari ke hari dan memberikan bantuan apa saja yang mereka butuhkan.
Setelah dunia Arab kalah dalam pertempuran melawan Israel pada tahun 1967, maka ketika dibuka pendaftaran sukarelawan untuk membebaskan Palestina dari cengkeraman Israel, orang yang paling banyak mendaftar adalah kaum Muslimin Pakistan. Sementara itu di dalam jihad di bumi Afghanistan melawan komunis Rusia, kebanyakan Mujahidin yang datang adalah kaum muslimin Arab, Afrika, Asia, Eropa dan Amerika.
Sampai saat ini para khatib seluruh dunia Islam senantiasa memanjatkan do’a pada setiap Jum’at untuk kebaikan, kesejahteraan dan kemuliaan negeri-negeri Islam seluruh dunia.
- Menurut Logika Non-Muslim
Orang-orang non-Muslim tidak menjadikan realita perpecahan dan perselisihan yang terjadi di kalangan umat Islam sebagai bukti bahwa umat Islam telah berpecah-belah. Mereka tetap menganggap bahwa umat Islam itu adalah satu umat. Apabila terjadi perpecahan hanyalah perpecahan lahiriyah saja tetapi perasaan mereka tetap satu.
- Menurut Logika Manfaat dan Tuntunan Zaman
Seandainya perwujudan umat Islam dalam arti yang sebenarnya tidak ada menurut logika agama, maka sesuai logika manfaat dan tuntutan zaman, realita kehidupan dan persepsi orang non Muslim, maka sesuai dengan logika manfaat dan tuntutan zaman, wajib bagi kita menciptakan dan mengusahakan kesatuan umat Islam.
Mustahil umat Islam akan mampu bersaing di era teknologi canggih saat ini dengan cara sendiri-sendiri, sementara itu kita saksikan negara-negara maju bekerja sama untuk menciptakan produk-produk tercanggih yang sejalan dengan kebutuhan masyarakat masa kini.
Pada masa lalu umat islam memiliki seorang pemimpin yang dapat mengajak mereka untuk bersama-sama mengahadapi problematika yang mereka hadapi. Mereka yang lemah dapat meminta pertolongan kepada pemimpin (Imaam) apabila ada yang mendzalimi.
Hal itu menyebabkan musuh-musuh Islam berfikir panjang apabila hendak mengganggu umat Islam. Namun hari ini umat Islam tidak memiliki seorang pemimpin yang melindungi mereka.
Aib (kesalahan) ini adalah kesalahan umat Islam, bukan kesalahan ajaran Islam, karena ajaran Islam telah memerintahkan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan. Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam dan para sahabatnya pun telah mencontohkan.
Pasca runtuhnya Dinasti Turki Utsmani yang saat itu menjadi simbol persatuan umat Islam, kaum Muslimin berusaha mempersatukan diri kembali. Berbagai usaha dilakukan, mulai dari mengelenggarakan konferensi, muktamar, membuat partai Islam, membuat organisasi dan usaha-usaha lainnya.
Namun, semua usaha itu belum membuahkan hasil nyata dalam mempersatukan umat. Maka berangkat dari fenomena di atas, ulama asal Indonesia Syaikh Wali Al Fatah (w. 1976 M) mengajak umat Islam untuk menetapi Al-Jama’ah, yaitu sistem kemasyarakatan Islam yang berciri khas non-politik (tidak berorientasi pada kekuasaan dan segala kepentingan duniawi).
والله أعلمُ بالـصـواب
Mi’raj News Agency (MINA)