Teheran, 4 Rabi’ul Akhir 1436/25 Januari 2015 (MINA) – Di Iran, Arab Saudi merupakan saingan lama yang berpengaruh di Timur Tengah.
Dengan meninggalnya Raja Abdullah diharapkan akan mengubah permusuhan yang mendalam antara Iran dan Arab Saudi yang telah mengobarkan perseteruan dan pertempuran di seluruh wilayah Timur Tengah, termasuk di Suriah, Lebanon, Irak, Yaman dan Bahrain.
“Dalam waktu dekat tidak akan ada jeda antara dua musuh itu,” kata Nader Karimi Juni, seorang pengamat politik di Teheran. “Iran dan Arab Saudi tidak akan pernah menjadi teman. Setiap negara memiliki ideologi memusuhi negara lain. ”
Presiden Hassan Rouhani dan yang lainnya mengucapkan belasungkawa secara resmi atas kematian raja Arab itu, tetapi tidak banyak yang disiarkan. Abdullah meninggal pada Jumat (23/1) dalam usia 90 tahun, demikian laporan Gulfnews yang dikutip Mi’raj Islam News Agency (MINA) .
Baca Juga: Pasukan Israel Maju Lebih Jauh ke Suriah Selatan
Permusuhan antara Arab Saudi dan Iran mendahului Revolusi Islam Iran tahun 1979. Namun banyak orang di Iran yang mengingat dengan pahit bagaimana Arab Saudi mendukung mantan orang kuat Irak Saddam Hussain selama perang Iran-Irak 1980-1988 yang menewaskan ratusan ribu orang.
Dalam beberapa tahun terakhir, Iran sendirian dalam persaingan regional dengan Arab Saudi, meskipun Arab Saudi didukung kekayaan minyak yang melimpah dan hubungan dekatnya dengan Amerika Serikat. Hal itu jelas telah membuat frustasi pejabat Saudi dan sekutu mereka di Washington. Arab Saudi memandang dengan hati-hati kemungkinan pemulihan hubungan politik AS-Iran. Akankah kekuatan dunia akhirnya mencapai kesepakatan dengan program nuklir Teheran.
Runtuhnya pemerintah Yaman yang didukung Saudi minggu ini dan naiknya kelompok Al Houthi yang dianggap oleh Riyadh sebagai perwakilan Iran merupakan pukulan strategi regional bagi almarhum raja Saudi itu. Arab Saudi kini menghadapi kemungkinan yang meresahkan dari sekutu Iran yang menguasai sepanjang perbatasan selatan.
Invasi AS ke Irak tahun 2003 yang menggulingkan Hussain menyebabkan meningkatnya ketegangan sektarian di seluruh wilayah itu. Invasi AS juga mempunyai akibat yang tidak diinginkan dengan membaliknya Irak terhadap Iran. Mayoritas Syiah Irak memperoleh kekuasaan di Baghdad. Riyadh kesal dan menyalurkan dukungan kepada minoritas Sunni di Irak.
Baca Juga: Warga Palestina Bebas setelah 42 Tahun Mendekam di Penjara Suriah
Di Suriah, Iran telah mendukung pemerintah Presiden Bashar Al Assad, sementara Riyadh telah menyalurkan dana dan senjata untuk pihak oposisi. Tiga tahun lalu, tampaknya pemerintah Al Assad berada di ambang kehancuran. Ternyata tidak. Dengan bantuan dari Iran dan Hizbullah, sekutu Lebanon Iran, Al Assad bangkit dan memukul mundur oposisi yang didukung AS dan Saudi.
Di Lebanon, di mana Hizbullah telah mengukir posisi yang dominan terhadap saingan Sunni yang didukung Saudi, perebutan kekuasaan antara kedua kubu telah memberikan kontribusi terhadap kelumpuhan pemerintah yang sebenarnya. Tidak ada yang menduga perseteruan itu akan berakhir dalam waktu dekat. Lebanon merupakan salah satu negara di mana Arab Saudi dan Iran terlibat dalam papan permainan geo-politik mereka yang kompleks. (T / P009/R01)
Mi’raj Islam News Agency (MINA)
Baca Juga: Faksi-Faksi Palestina di Suriah Bentuk Badan Aksi Nasional Bersama