Jakarta, 14 Syawwal 1438/8 Juli 2017 (MINA) – Lembaga riset dan analisis ekonomi internasional berpusat di Inggris, The Economist Intelligent Unit (EIU) dan Barilla Center for Food and Nutrition (BCFN) Foundation merilis Indek Keberlanjutan Pangan atau Food Sustainability Index (FSI) pada Desember 2016 di situs resminya.
Hasil riset tersebut menunjukkan bahwa pertanian Indonesia masuk 25 besar dunia. Demikian dikutip dari keterangan pers Kementerian Pertanian, Sabtu (8/7).
Negara yang diteliti dengan pertimbangan 2/3 penduduk dunia berada di 25 negara tersebut dan sudah mencakup 87 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Dunia.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Riset FSI disusun dari 58 indiaktor mencakup empat aspek yakni secara keseluruhan (overall), pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), kehilangan/susut pangan dan limbah (food loss and waste) serta aspek gizi (nutritional challenges).
Secara keseluruhan, Indonesia berada di peringkat 21 dengan skor 50,77 setelah Brasil serta berada di atas Uni Emirat Arab, Mesir, Arab Saudi, dan India.
Untuk sustainable agriculture, Indonesia bercokol di rangking 16 (skor 53,87) setelah Argentina serta berada di atas Cina, Ethiopia, Amerika Serikat, Nigeria, Arab Saudi, Afrika Selatan, Mesir, Uni Emirat Arab, dan India. Pada kategori ini, Indonesia mendapat skor tinggi pada ketersediaan sumberdaya air yang melimpah, rendahnya dampak lingkungan sektor pertanian pada lahan, keanekaragaman hayati lingkungan, produktivitas lahan, serta mitigasi perubahan iklim.
Sementara itu, dari aspek food loss and waste, Indonesia bertengger di peringkat 24 (skor 32,53) setelah Uni Emirat Arab dan berada di atas Arab Saudi. Pada aspek ini Indonesia termasuk dalam kategori sedang dalam upaya mengatasi masalah kehilangan makanan (food loss).
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Selanjutnya aspek nutritional challeges, Indonesia masuk peringkat 18 (skor 56,79) setelah Brasil serta berada di atas Turki, Rusia, Mesir, Meksiko, Afrika Selatan, Nigeria, dan India. Pada kategori ini Indonesia dipandang mampu mengatasi masalah defisiensi micronutrient, prevalensi kelebihan gizi, kurang gizi, kelebihan gula, serta mampu membeli makanan segar.
Hasil FSI 2017 ini sangat menggembirakan karena Indonesia termasuk 25 negara besar, sebagai satu-satunya negara ASEAN yang disurvei serta hasilnya mengalahkan negara besar lainnya.
Sebelumnya Juni 2016 lembaga riset EIU juga merilis bahwa Indonesia peringkat 71 dari 133 negara dengan peningkatan terbesar di dunia dengan skor 2,7 pada Global Food Security Index (GFSI).
Terkait hal ini, peneliti senior INDEF Sugiyono mengapresiasi hasil riset EIU tersebut. Ia mengatakan faktanya memang di era Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, pembangunan pertanian banyak terobosan dan membuahkan hasil.
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon
“Ini bisa dilihat kasat mata pada saat Ramadhan dan Idul Fitri kemarin harga pangan stabil, dulu-dulu setiap hari raya lebaran harga pangan bergolak,” ungkap Sugiyono.
Menurutnya prestasi selanjutnya dapat dilihat data Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa sektor pertanian pada Triwulan-I 2017 tumbuh pesat 15,59 persen dibandingkan triwulan sebelumnya (Q to Q) dan tumbuh terbesar dari sektor lainnyaz. PDB sektor pertanian triwulan-I tahun 2017 ini naik 7,12 persen dibandingkan triwulan yang sama 2016 (Y to Y), melebihi kenaikan PDB industri pengolahan 4,21 persen maupun PDB total Indonesia 5,01 persen.
Sektor pertanian memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 13,59 persen, peringkat terbesar kedua setelah sektor industri pengolahan 20,48 persen.
“Produk hasil pertanian juga memberi andil besar pada sektor industri pengolahan ini, misal industri makanan dan minuman berkontribusi 5,92 persen terhadap PDB,” demikian pungkas Sugiyono. (T/R01/P1)
Baca Juga: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah untuk Santri di Kalteng
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)