Wina, 18 Muharram 1437/31 Oktober 2015 (MINA) – Dalam perundingan di Wina, semua delegasi pemain utama di konflik Suriah sepakat tidak akan mengizinkan kelompok bersenjata Islamic State (ISIS/Daesh) berkuasa dan memerintah.
Itu adalah salah satu kesepakatan yang dicapai pada Jumat (30/10), meski pembahasan utama mengenai status masa depan Presiden Suriah Bashar Al-Assad gagal dapatkan titik temu.
Dalam peta konflik Suriah per 1 September 2015 yang dirilis Institut Penelitian Perang yang berbasis di AS, menunjukkan ISIS menguasai beberapa provinsi di Suriah, seperti Raqqa, Hasakah, Deir Ez-Zor dan Palmyra.
Sementara rezim Assad masih menguasai sekitar 20-30 persen wilayahnya.
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan
Wartawan Al Jazeera Mohammed Jamjoom melaporkan dari Wina yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), namun ada “suasana optimisme” setelah pembicaraan selesai.
“Percakapan sulit hari ini,” kata Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) John Kerry dalam konferensi pers, Jumat (30/10). “Ini adalah awal dari proses diplomatik baru.”
Kerry mengakui, para delegasi dari sekutu dan lawan Assad yang hadir memiliki perbedaan besar tentang status Presiden Suriah ke depannya.
Menteri Luar Negeri Perancis Laurent Fabius sebelumnya mengatakan, semua masalah dibahas, bahkan yang paling sulit.
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza
Pertemuan Wina ini adalah yang pertama kalinya menghadirkan semua pemain asing utama dalam konflik Suriah.
“Ada poin ketidaksepakatan, tapi kami cukup maju untuk bertemu lagi dalam konfigurasi yang sama, dalam dua pekan,” kata Fabius. (T/P001/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Netanyahu Akan Tetap Serang Lebanon Meski Ada Gencatan Senjata