Pesan Terakhir Ibu Tausef: “Allah Bersamamu”

Saat fajar Ahad menyingsing, telepon seluler berdering di . Naseema Bano berlari kegirangan untuk menerima telepon tersebut, seolah dia tahu siapa yang ada di sisi lain dari telepon itu.

“Apakah kamu baik-baik saja. Di mana kamu?” tanya wanita itu sebelum orang dari sisi lain berbicara. Dia menebak dengan benar. Itu adalah putranya, .

Namun, saat itu Naseema tidak tahu bahwa itu adalah untuk terakhir kalinya dia berbicara kepada putranya.

“Saya terjebak dalam kepungan. Tidak ada peluang untuk melarikan diri. Saya telah berjanji untuk bertemu dengan Ibu, tetapi itu mungkin tidak terjadi sekarang. Kita akan bertemu di akherat. Berdoalah untukku,” kata Tausef memberi tahu ibunya lewat telepon itu.

“Allah bersamamu. Tetaplah tegar di jalanmu,” jawab sang ibu sebelum telepon itu berakhir.

Tiga jam kemudian, pejuang berusia 21 tahun itu gugur, tubuhnya penuh dengan peluru tentara India.

Tausef adalah salah satu dari lima yang tewas dalam baku tembak dengan pasukan pemerintah di desa Badigam, distrik Pulwama, dalam salah satu operasi besar antimilitansi di selama tiga bulan terakhir.

Keluarga Syaikh Qaimoh di distrik Kulgam, memiliki hubungan panjang dengan militan Kashmir. Tausef adalah anggota ke-16 dari keluarga yang telah memilih mengangkat senjata sejak tahun 90-an. Pada Ahad, 6 Mei itu, ia menjadi pejuang ke-15 dari keluarga yang gugur.

Di usianya yang ke-16, Tausef meninggalkan rumah tahun 2013 dan mengangkat senjata. Dua tahun kemudian, paman dari pihak ibu, Muhammad Abbas Syaikh, yang telah menghabiskan beberapa tahun di penjara karena keterlibatannya dalam militansi, kembali mengangkat senjata.

Selama bertahun-tahun Tausef tumbuh di antara jajaran gerilyawan hingga menjadi salah satu komandan senior di Lembah. Naseema, ibunya, berbicara dengan bangga tentang hal itu.

“Dia adalah komandan mereka di seluruh distrik dan itulah sebabnya setidaknya 12 militan datang dalam kelompok empat-empat untuk memberikan penghormatan tembakan salvo (pada pemakamannya). Dia adalah seorang militan yang berbeda, yang cerdas,” kata Naseema kepada wartawan Greater Kashmir, dengan senyum di wajahnya, di rumahnya di Rampur. Desa ini juga dikenal sebagai Shohdapur (desa para syuhada).

“Tidak akan ada yang seperti dia sekarang,” katanya.

Saudaranya Rafeeqa juga berbicara tentang putranya, Asif Ahmad.

Asif dibunuh dalam sebuah pertempuran di Banihal tahun 2007. Dia aktif selama empat tahun dengan pakaian militan Lashkar-e-Toiaba.

“Para putra dan saudara kami telah memberikan darah mereka untuk gerakan ini,” kata Rafeeqa.

Di luar masjid tempat wartawan Greater Kashmir mewawancarai wanita Keluarga Syaikh, terdengar seorang pria berusia 30-an berbicaradan memuji pengorbanan Tausef.

Ilustrasi: ribuan warga Srinagar, Kashmir, menghadiri pemakaman warga yang tewas ditembak polisi India, April 2015. (Foto: AP)

Paman Tausef, Muhammad Ibrahim Syaikh, yang menikah dengan sepupu ibunya Shahnaza Bano dengan dua anak, adalah militan pertama yang membentuk keluarga itu. Dia tewas dalam baku tembak dengan pasukan Pemerintah India di akhir 90-an.

Pada 1997, Shabir Ahmad Syaikh, sepupu Tausef dari pihak ayah, terinspirasi darinya untuk ikut mengangkat senjata. Tugasnya sebagai seorang pejuang berumur pendek ketika dia dibunuh hanya beberapa bulan kemudian di tahun yang sama.

Suatu pagi di tahun 2009, pada saat distrik Kulgam memiliki sangat sedikit militan, Ashraf mengikuti saudaranya, Tausef, bersumpah untuk menghidupkan kembali militansi di daerah tersebut. Namun, dia kemudian tewas dalam baku tembak di Thokerpora, hanya satu kilometer dari rumahnya, 40 hari kemudian.

Saudara ketiganya, Muhammad Ilyas Sheikh, sering mengalami penahanan selama bertahun-tahun karena memiliki hubungan dengan para pejuang keluarga itu.

Muhammad Ramzaan, dalam usianya yang enam puluhan, adalah paman dari keluarga Syeikh. Ia dibebaskan hanya sepekan sebelum kematian Tausef. Ia ditahan di bawah Undang-undang Keselamatan Publik selama kerusuhan musim panas 2016. Dia adalah anggota senior Jama’at-e-Islami.

“Empat sepupunya (Tausef) ditahan selama beberapa bulan terakhir hanya karena mereka berhubungan dengannya,” kata Rafeeqa.

Hari ini, Abbas (43) yang memiliki empat anak adalah satu-satunya pejuang yang masih hidup dari keluarga Syaikh.

Istrinya Rasheeda tetap khawatir tentang nasib suaminya, tetapi dia telah berhasil menjalani hidupnya untuk membesarkan anak-anaknya.

Sejak Ahad sore ketika jenazah Tasuef dibawa pulang untuk upacara terakhir, orang-orang dari berbagai bagian wilayah Kashmir telah mengerumuni rumah untuk memberi penghormatan kepada keluarga.

Jalan menuju desa telah dihiasi spanduk dan bendera pro-Pakistan. Di pintu masuk rumah, sebuah kolase foto para militan yang terbunuh dari keluarga Syaikh dan beberapa komandan puncak telah ditempelkan di dinding.

“Tidak ada yang sebanding dengan pengorbanan yang diberikan oleh para Syaikh,” kata seorang pemuda bernama Musadiq dari Tral saat ia mengintip ke dalam gambar orang-orang bersenjata tersebut.

Sekelompok putra-putra Kashmir memilih untuk bergerilya memperjuangkan kemerdekaan dari India yang telah menduduki lembah subur itu sejak 27 Oktober 1947.

India menjadi negara terbesar dalam penempatan pasukannya di wilayah pendudukan dengan sekitar 500.000 tentara di wilayah Kashmir.

Mendaratnya pasukan India di lembah Himalaya itu menimbulkan salah satu perselisihan paling mematikan di dunia hingga saat ini.

Ratusan ribu orang telah menjadi korban dari perselisihan antara India dan Kashmir serta antara India dan Pakistan. Hingga kini, hampir setiap hari ada yang tewas dari perselisihan tersebut. (AT/RI-1/RS1)

Sumber: Greater Kashmir

 

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: illa

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0