Bogor, 4 Ramadhan 1437/9 Juni 2016 (MINA) – Pesantren sebagai lembaga pendidikan dengan ciri khasnya adalah objek studi yang terbuka dan membuka diri terhadap pihak luar. Pontren sebagai objek penelitian sudah dilakukan berbagai pihak yang menaruh minat tentang pontren, dilakukan oleh peneliti yang mempunyai latar belakang pendidikan agama, dan diteliti oleh orang yang belum tahu dengan kehidupan pontren.
“Banyak hal yang bisa diteliti, ada berbagai aspek, seperti pendidikan, pengembangan ekonomi, dan nilai-nilai yang dimiliki pesantren,” terang Kepala Pusat Litbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Kementerian Agama Hamdar Arraiyah saat ditemui di sela Seminar Hasil Penelitian Jaringan Pendidikan di Pondok Pesantren di Bogor, Kamis (9/6).
Salah satu nilai yang dimiliki pesantren adalah nilai kemandirian, menurut Hamdar, nilai-nilai kemandirian yang dimiliki pesantren dinilai sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai kemandirian penting dikedepankan untuk merespon potret yang terjadi saat ini, di mana sesuatu yang bisa diproduksi sendiri, diproduksi oleh orang lain, dan hal yang bisa dikerjakan sendiri, kemudian dikerjakan pihak lain.
“Nilai-nilai kemandirian di pesantren harus dilebarkan ke pihak lain,” ujar Hamdar, demikian keterangan pers Kemenag yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru
Selain nilai-nilai kemandirian, ujar Hamdar, prinsip dan nilai relasi guru dan murid (santri) di pesantren dapat menjadi role model relasi guru murid yang saat ini sudah memprihatinkan.
“Bahkan proses belajar mengajar di pesantren yang diajarkan para kyai, sangat kita rindukan,” ujar Hamdar.
“Kita belajar (di pesantren) tidak hanya mencari ilmu, tapi juga mencari berkah. Ini yang saat yang hilang saat ini,” imbuh Hamdar yang mendorong agar nilai-nilai positif tersebut dapat dijaga terus.
Dia juga mengatakan, pesantren dalam prinsip pendidikan dan pengajarannya mengedepankan prinsip yang tertuang dalam ungkapan Arab al-muhafazhah ‘ala al-slafi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al ashlah atau memelihara tradisi lama yang masih baik dan mengambil yang baru yang lebih baik.
Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia
“Kaidah ini sangat bagus sekali, perubahan dan kelanjutan itu berkembang bersama. Nilai materialistik diobati dengan nilai kesederhanaan,” ucap Hamdar.
Selain itu, pesantren sebagai basis pembinaan umat juga menjadi hal yang menonjol dan ini layak menjadi dan dikaji peneliti Puslitbang. Menurut Hamdar, banyak pesantren di sejumlah daerah yang kyai atau pimpinannya menjadi panutan dan membuat sejuk umat di wilayah tersebut.
“Pesantren sebagai basis pembinaan umat harus kita kawal, dalam arti pemahaman Islam yang moderat dan dialogis harus kita kawal dengan cara yang cerdas dan bermartabat, sehingga jangan dimanfaatkan oleh pihak tertentu dengan agenda tertentu pula,” ucap Hamdar.
Hamdar berharap, temuan-temuan penelitian ini selanjutnya dibuat rangkuman yang komprehensif dan dibuat penjelasan juga menyeluruh,” harap Hamdar.
Baca Juga: Matahari Tepat di Katulistiwa 22 September
Seminar ini mempresentasikan penelitian di 16 pontren, yaitu Pondok Pesantren (Pontren) Al-Mukmin Ngruki Sukoharjo, Al-Ikhlas Lamongan, Pontren Daarusy Syahadah Boyolali, Pontren Missi Islam Jakarta, Darul Aman Makassar, Pontren Al-Islam Serang Banten, Pontren Nurussalam Cikoneng Ciamis, Pontren Darusy Syifa Lombok Timur, Ponyren Ulul Albab Jati Agung Lampung Selatan, Babul Hikmah Kedaton Kalianda Lampung Selatan, Pontren Islam Amanah Poso, Al Mawar Ambon, Pontren Nurul Hadid Cirebon, Pontren Islam Putri Al-Muaddib Cilacap, dan Pontren Wahdah Islamiyah Makassar. (T/R05/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Roma Sitio Raih Gelar Doktor dari Riset Jeruk Nipis