KETIKA Anda menyusuri lorong-lorong dan jalan di Kota Lama Semarang, lorong waktu akan mengajakmu kembali ke masa lalu. Dinding-dinding bangunan tua, dengan arsitektur kolonial Belanda semakin menambah syahdu suasana kota.
Kota Lama bukan sekadar tempat berekreasi dan berfoto ria, tetapi merupakan saksi sejarah nan panjang, melukiskan wajah Semarang sejak zaman Kolonial Belanda, hingga saat ini zaman modern yang serba ada.
Kota Lama Semarang dijuluki sebagai Little Netherlands. Kawasan ini pada mulanya digunakan sebagai tempat aktivitas bisnis dan perdagangan para pelancong dari manca negara.
Letaknya yang strategis di pesisir utara Pulau Jawa membuatnya menjadi poros utama jalur perdagangan para saudagar dari Timur Tengah, Asia Selatan, termasuk kolonial Belanda.
Baca Juga: Pecahnya Kabinet Netanyahu Pasca Gencatan Senjata
Bangunan-bangunan bersejarah, seperti Masjid Menara, Masjid Agung Kauman, Gereja Blenduk, Kantor Pos, Pabrik Rokok Praoe Lajar, dan lainnya menjadi bukti “kejayaan” masa lampau sebagai ikon kota yang sejahtera, makmur dan berperadaban maju.
Sejak dulu kala, hingga hari ini, Kota Lama sudah menjadi pusat kehidupan kaum urban dari berbagai penjuru dunia.
Namun, seiring beralihnya kepemimpinan, pemerintahan yang silih berganti, kawasan ini sempat terbengkalai dan terlupakan. Ia menjadi kawasan kumuh yang jauh dari gambaran kejayaan. Bahkan di beberapa tempat digunakan untuk panti pijat dan lokalisasi.
Perhatian Pemerintah Daerah
Baca Juga: Pertukaran Tahanan Membuka Mata Dunia, Sorotan Tajam Ketidakadilan di Balik Perang Palestina-Israel
Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang mulai memberi perhatian untuk membangun kembali Kota Lama pada awal 2000. Revitalisasi mulai dilakukan, perbaikan infrastruktur, pemugaran bangunan tua, hingga penataan kawasan agar ramah bagi semua warga, terutama para pejalan kaki yang ingin menikmati romantisme Kota Lama.
Program revitalisasi Kota Lama bukan berarti tanpa tantangan. Permasalahan seperti banjir rob dan sulitnya mengubah kebiasaan masyarakat tentang budaya buang sampah sembarangan kendala utama.
Meski demikian, dengan kegigihan dan konsistenti dari para pemimpinnya, hasilnya kini mulai terlihat nyata. Kota Lama kembali menjadi destinasi wisata unggulan yang memadukan romantisme sejarah dengan modernitas kota.
Hari ini, Kota Lama menjadi jantung wisata budaya Jawa Tengah. Pengunjung dari berbagai penjuru datang untuk menikmati atmosfer klasik. Berbagai kafe dan galeri seni bermunculan, turut menghiasi dan meramaikan Kota Lama, memberikan warna tersendiri bagi bangunan-bangunan tua.
Baca Juga: Israel Jadikan Jenin Bagaikan Gaza
Kaitan dengan Perkembangan Islam di Semarang
Tidak bisa dipungkiri, Kota Lama juga memiliki kaitan erat dengan perkembangan Islam di Semarang khususnya dan Jawa Tengah pada umumnya. Masjid Menara dan Masjid Agung Kauman yang merupakan ikon masjid tertua di Indonesia mnejadi bukti bahwa tempat itu merupakan pusat penyebaran agama Islam.
Pada masa kolonial pun, komunitas Muslim di Semarang memiliki peran penting dalam perlawanan terhadap penjajah Belanda. Mereka tidak hanya berperang menggunakan senjata, tetapi juga melawan hegemoni dan monopoli perdagangan Belanda.
Hari ini, pengaruh Islam tetap kental di masyarakat Kota Semarang. Masjid-masjid megah dan pusat-pusat pendidikan Islam yang terus berkembang di kota Lumpia itu. Sementara Kota Lama, dengan keunikan sejarahnya menjadi simbol harmoni antara budaya, agama, dan modernitas dapat terwujud di sebuah kota.
Baca Juga: Jangan Jadi Generasi Qila Wa Qala
Kota Lama adalah pengingat bahwa sejarah adalah jendela untuk memahami siapa kita dan ke mana kita akan menentukan arah. Jika Anda berkunjung ke Kota Lama, maka Anda akan kembali dengan sejuta kenangan yang tak terlupakan.
Kritik atas Maraknya Klub Malam dan Kafe yang Menjual Miras
Seiring ramainya Kota Lama dengan hiruk-pikuk pengunjung yang datang dari berbagai daerah, peningkatan jumlah tempat hiburan yang menyajikan minuman beralkohol di Kota Lama menimbulkan kekhawatiran di kalangan tokoh masyarakat Semarang.
Sebutkan Spiegel Bar & Bistro, Tekodeko Koffiehuis, Legends Club, Bar & Eatery, Golden Tiger Club dan lainnya, mereka menyediakan minuman beralkohol, meskipun dengan kadar tertentu.
Baca Juga: Kecemasan Dunia akan Komitmen Gencatan Senjata di Gaza
Bebebapa pihak mengkhawatirkan dampak negatif yang mungkin timbul, seperti masalah kesehatan dan sosial akibat konsumsi alkohol yang berlebihan. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa maraknya penjualan minuman beralkohol dapat mempengaruhi citra Kota Lama sebagai situs warisan budaya yang seharusnya dijaga keasliannya sesuai budaya lokal warganya.
Para tokoh masyarakat menekankan pentingnya pengawasan dan regulasi yang ketat terhadap operasional kafe dan klub malam di kawasan ini. Mereka mengusulkan pembatasan jam operasional, pengendalian izin penjualan minuman beralkohol, serta edukasi kepada masyarakat atas bahaya mengonsumsi minuman beralkohol,
Dalam hal ini, diperlukan kerjasama antara pemerintah kota, pelaku usaha, tokoh masyarakat dan semua unsur yang telibat dalam pemeliharaan dan perkembangan Kota Lama agar menjadi destinasi wisata yang sesuai dengan nafas budaya dan dan kearifan lokal warga Semarang.[]
Baca Juga: Gencatan Senjata, Kartu Trump untuk Normalisasi Israel-Arab Saudi?
Mi’raj News Agency (MINA)