Jakarta, MINA – Petinju muslimah asal Australia, Tina Rahimi, mengecam larangan jilbab di Prancis yang menghalangi atlet-atlet Prancis mengenakan jilbab dalam ajang olahraga di Olimpiade Paris 2024.
“Perempuan memiliki hak untuk memilih bagaimana mereka ingin berpakaian,” tulis Rahimi di akun Instagram-nya, dikutip MINA di Jakarta, Selasa (30/7).
“Dengan atau tanpa hijab. Saya memilih mengenakan hijab sebagai bagian dari agama saya dan saya bangga melakukannya,” kata Rahimi dalam unggahan pada Ahad (28/7).
Rahimi adalah petinju Muslimah pertama yang mewakili Australia di Olimpiade. Atlet berusia 28 tahun dari Bankstown, barat daya Sydney itu mengenakan lengan panjang dan jilbab saat bertanding.
Baca Juga: Komite Olimpiade Palestina Kecam Pembongkaran Akademi Olahraga di Yerusalem
“Anda seharusnya tidak perlu memilih antara keyakinan/agama Anda atau olahraga Anda,” kata Rahimi.
“Inilah yang dipaksa dilakukan oleh atlet-atlet Prancis,” tambahnya.
Larangan hijab di Prancis hanya berlaku untuk atlet-atlet Prancis yang berkompetisi di Olimpiade Paris dan tidak berlaku untuk atlet tamu seperti Tina Rahimi.
Larangan ini mencakup olahraga seperti sepak bola, bola basket, voli, dan tinju, serta mencakup semua tingkat kompetisi.
Baca Juga: Timnas Futsal Putri Indonesia Menang Telak, Raih 7-0 Lawan Myanmar
“Tidak peduli bagaimana penampilan atau pakaian Anda, apa etnis Anda atau agama apa yang Anda anut,” kata Rahimi dalam unggahannya.
“Kita semua bersatu untuk mencapai satu impian itu. Untuk berkompetisi dan menang. Tidak ada yang harus dikecualikan. Diskriminasi tidak diterima dalam olahraga, khususnya di Olimpiade dan apa yang diwakilinya,” lanjutnya.
Pada Juni lalu, sebuah koalisi yang terdiri dari kelompok-kelompok termasuk Human Rights Watch dan Amnesty International menulis surat kepada Komite Olimpiade Internasional (IOC) mengutuk larangan tersebut dan mendesak intervensi IOC ke Perancis.
“Larangan yang diberlakukan oleh otoritas olahraga Prancis bersifat diskriminatif dan mencegah atlet Muslim yang memutuskan untuk mengenakan hijab dari menjalankan hak asasi manusia mereka untuk berolahraga tanpa diskriminasi apa pun,” kata surat itu.
Baca Juga: Timnas Indonesia Bantai Arab Saudi 2-0 di Kualifikasi Piala Dunia
“Larangan tersebut juga bertentangan dengan persyaratan hak asasi manusia bagi negara tuan rumah dan Kerangka Strategis IOC tentang Hak Asasi Manusia, serta bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Olimpiade,” sambungnya.
Menjelang upacara pembukaan Olimpiade Paris pada Jumat (26/7), pelari cepat Prancis Sounkamba Sylla terancam tidak dapat berpartisipasi karena jilbabnya; pada menit terakhir, tercapai kompromi di mana Sylla menutupi rambutnya dengan topi. Kemudian ia diizinkan bergabung dalam upacara itu dengan topi tersebut.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Fajar/Rian Juara Kumamoto Masters 2024