Jakarta, MINA – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Guru Madrasah Indonesia (PGMI) menolak rencana penghapusan istilah madrasah seperti yang tercantum dalam draf RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Hal tersebut disampaikan Delegasi DPP PGMI dipimpin Ketua PGMI Drs. H. Syamsuddin, P. M.Pd. saat bertemu dengan Wakil Ketua MPR RI Yandri Susanto di Ruang Rapat Pimpinan MPR, Jakarta, Senin (8/8).
Dalam rilis MPR RI, Syamsuddin juga menyatakan penolakan PGMI terhadap rencana penghapusan tenaga honorer, termasuk yang ada di madrasah.
Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama
Pernyataan tersebut tertuang dalam hasil rekomendasi rakernas PGMI yang berlangsung pada 22-25 Juli 2022 di Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau.
Dihadapan Delegasi DPP PGMI, Wakil Ketua MPR RI H. Yandri Susanto S. Pt., menegaskan mendukung penolakan terhadap rencana penghilangan istilah madrasah dari UU Sisdiknas.
Menyangkut rencana penghapusan tenaga honorer, Yandri Susanto yang juga Ketua Komisi VIII DPR RI, itu juga sepakat dengan PGMI agar pemerintah meninjau ulang rencana tersebut.
Menurutnya, dikhawatirkan, jika rencana tersebut dilanjutkan akan menimbulkan berbagai resistensi dunia pendidikan khususnya madrasah.
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa
“Jumlah guru honorer, itu sangat banyak. Jika semua dihilangkan, bagaimana nasib dunia pendidikan. Apakah pemerintah sudah menyiapkan guru pengganti. Karena kalau tidak, banyak madrasah yang tidak bisa melaksanakan kegiatan belajar mengajarnya dengan baik,” ujar Yandri.
Bila penghilangan istilah madrasah, itu diteruskan menurut Yandri, draf RUU Sisdiknas, itu tidak pantas masuk apalagi sampai dibahas di DPR RI.
Dia menyatakan, madrasah dan Pondok Pesantren memiliki jasa yang sangat besar bagi bangsa dan negara. Penghapusan istilah madrasah dari RUU Sisdiknas berarti menghapus jasa madrasah dari perjalanan sejarah bangsa, dan itu tidak boleh terjadi sampai kapanpun.
“Saat ini istilah madrasah masih ada dalam UU Sisdiknas No 20 tahun 2003, itu saja banyak madrasah dan pondok pesantren yang perjalanannya terseok-seok. Apalagi, bila dihapuskan dari UU. Karena itu, penolakan terhadap rencana penghapusan istilah madrasah dari UU adalah harga mati,” kata Yandri.
Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka
Jika bangsa Indonesia mau menjadi bangsa yang mulia, lanjut Yandri, wajib hukumnya memuliakan madrasah. Sebaliknya, jika bangsa Indonesia menyingkirkan madrasah, maka Indonesia juga akan menjadi bangsa yang tersingkir.
“Kita tidak boleh diam, jika tidak mau dianggap setuju. Karena itu kita perlu terus mengingatkan semua pihak, hingga rencana penghapusan istilah madrasah dari UU Sisdiknas, itu benar-benar dibatalkan,” pungkas Yandri.(R/R1/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)