Oleh: Rudi Hendrik, wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Selama berabad-abad struktur sosial di India dibangun dalam sistem kasta Hindu yang kaku. Secara konstitusional, sistem kasta itu telah dihapuskan pada 1950, namun warisannya masih sangat mempengaruhi masyarakat India kontemporer.
Sekitar 84 persen penganut Hindu dari 1,2 miliar orang yang hidup di negeri ini, masih dipengaruhi oleh empat kasta tradisional utama yang juga memiliki sub-sekte masing-masing: Brahmana untuk kelas pendeta dan akademik, Ksatria untuk kasta prajurit, Waisya untuk komunitas bisnis, dan Sudra kelas pekerja.
Di luar keempat kelompok itu ada kasta Dalit yang menjadi kasta paling rendah. Dalit secara tradisional adalah komunitas yang melakukan pekerjaan yang dianggap murni ritual, seperti pengumpulan sampah, penyapu jalan, kremasi mayat dan pembuang kotoran manusia.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Dalit merupakan kasta yang terbentuk akibat pernikahan lintas kasta dalam keyakinan masyarakat India.
Ketika Dalit terus menghadapi prasangka dan diskriminasi dalam komunitas mereka sendiri, sebagian orang mencoba untuk menemukan jalan agar status mereka diterima secara sosial dengan pindah keyakinan kepada agama Buddha, Kristen, Sikh atau Islam.
“Ini mengganggu saya setiap kali saya memperkenalkan diri. Orang-orang bertanya tentang nama (kasta) saya,” kata Rakesh yang tergolong “Dhobi”, kasta tukang cuci. Rakesh telah masuk Islam dan mengganti namanya menjadi Ali Kanojia.
“Saya memberitahu mereka nama saya Rakesh. Mereka bertanya, ‘Rakesh apa?’ Mereka biasanya meminta Anda karena ini di negeri orang Hindu,” katanya.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Pindah agama ternyata tidak menjadi sepenuhnya jalan keluar, prasangka masih mengakar di agama lain. Banyak mualaf menghadapi perlawanan dan kekerasan dari keluarga mereka atau masyarakat tempat mereka lahir. Iman baru yang dipilih dapat menimbulkan tantangan yang berbeda. Seperti yang dihadapi oleh Ali Kanojia, rintangan itu datang dari keluarganya sendiri.
“Tidak mudah untuk masuk Islam,” katanya. “Mereka (keluarga) mengatakan itu (Islam) tidak benar. Saya bertanya ‘mengapa?’ Mereka mengatakan, karena umat Islam memiliki reputasi yang buruk.”
Sementara masuk Islamnya Abdulrahman Bharti hampir merenggut nyawanya.
“Saya ditembak oleh orang-orang Hindu dari klan Sawar. Ketika seseorang mengubah keyakinannya, agama baru menyambut mereka, tetapi orang-orang dari agama lama mencoba menghentikan mereka. Jika tidak bisa, mereka akan mencoba membunuhnya. Hal ini terjadi pada saya,” kata Bharti yang ditembak di dada dan kaki.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Setelah kemerdekaan pada tahun 1947, pemerintah India memperkenalkan diskriminasi positif dalam membela kelompok kasta rendah, namun tidak semua orang menikmati manfaat yang sama dalam struktur yang sangat kompleks, seperti pekerjaan, kesempatan mendapatkan pendidikan dan perwakilan politik.
Tetapi untuk kasta Dalit, kerugian dari pindah agama mungkin bisa lebih besar daripada keuntungannya, terutama ketika pergi mencari pekerjaan.
“Perlindungan diberikan kepada penganut Sikh, Jain, dan Buddha, tetapi tidak termasuk Kristen dan Muslim, sehingga yang terjadi adalah mereka dikecualikan dari kuota untuk SCS (Kasta),” kata Meenakshi Ganguly, Direktur Human Rights Watch untuk Asia Selatan.
Sama halnya dengan Kanojia, dia belum bisa mendapatkan pekerjaan di pemerintahan.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
“Jika Anda tidak memiliki sertifikat kasta yang lebih rendah, Anda tidak akan mendapatkan pekerjaan yang dilindungi. Saya tidak memiliki sertifikat kasta yang lebih rendah. Orang tua saya buta huruf dan sedikit pemahamannya tentang apapun. Saya tidak bisa mendapatkan pekerjaan di mana saja,” kata Kanojia.
Seratus Keluarga Dalit Masuk Islam
Komunitas Dalit kerap mendapat diskriminasi dari kasta di atasnya. Mereka juga mendapat perlakuan yang tidak manusiawi hanya karena mereka adalah paria (kasta yang lebih rendah dari Sudra)
Sebanyak 100 keluarga Dalit di Desa Baghana, Distrik Hisar, India telah memilih memeluk Islam. Penyebabnya, mereka kerap diabaikan dan mendapat perlakuan semena-mena dari komunitas masyarakat yang lain.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
“Kami tidak merasa menjadi bagian dari masyarakat penganut Hinduisme. Kasta atas (Jat) selalu memperlakukan kami tidak manusiawi,” ujar Presiden Baghana Kand Samiti, Virendrar Bagoriya kepada Hindustantimes.com, Senin, 10 Agustus 2015.
Bagoriya mengatakan, dia dan beberapa keluarga Dalit mengucapkan kalimat syahadat melalui bimbingan Maulvi Abdul Hanif. Maulvi adalah Imam Masjid Qutab Minat yang terletak di Jantab Manar, New Delhi.
“Kami mengucapkan kalimat syahadat dan belajar shalat,” ujar Bagoriya.
Komunitas Dalit di Baghana telah lama mendapat perlakuan diskriminatif. Pemerintah setempat telah berjanji mengakhiri penderitaan mereka melalui peraturan anti diskriminasi yang saat ini masih dalam tahap pembahasan.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Dalam tiga setengah tahun terakhir, komunitas Dalit Baghana terus memperjuangkan hak mereka untuk bisa setara dengan warga kasta lain. Selama ini, sejumlah kasus kekerasan kerap mereka alami tapi tidak ada tindakan apapun dari aparat keamanan setempat.
“Selama bertahun-tahun kami selalu dilecehkan di desa kami. Mereka merampas kebebasan kami di tanah kami sendiri. Alih-alih menindak para pelaku, orangtua kami justru dijerat dengan tuduhan pencurian palsu,” kata Pemimpin Dalit, Rampal Jhanda.
Rampal mengatakan komunitasnya pun sempat berputus asa. (T/P001/R02)
Sumber: Al Jazeera dan Hindustantimes.com
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)