PLN Dinilai Belum Siap Serap Energi Baru Terbarukan

Jakarta, MINA – Perusahaan Listrik Negara () sebagai satu-satunya perusahaan penyedia listrik bagi masyarakat Indonesia belum memiliki kesiapan dalam menyerap Baru Terbarukan (EBT).

Hal itu disampaikan oleh Direktur BD dan Teknik PT. Waskita Karya Energi Hokkop Situngkir dalam sebuah diskusi bertema “Rencana Pengembangan Energi Terbarukan dalam Perkembangan Infrastruktur Indonesia, Apakah Hanya Wacana Saja” di Hotel Ibis, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (8/10).

Yang termasuk kategori EBT adalah sebagaimana yang disebutkan Undang-Undang (UU) No. 30 Tahun 2007, seperti panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut.

“Indonesia memiliki potensi yang sangat besar bagi tersedianya sumber EBT, tetapi masih terkendala oleh ketidaksiapan PLN dan regulasi pemerintah,” katanya.

Menurutnya, PLN sebagai satu-satunya perusahaan monopoli listrik di Indonesia seharusnya mampu menyerap kelebihan energi yang dihasilkan oleh masyarakat.

Ia menunjukkan sebuah kasus, developer sudah membangun pembangkit tenaga air di suatu daerah, di mana satu sungai memiliki potensi hingga 9-10 megawatt.

“Tetapi PLN tidak mampu menyerap energi tersebut karena terkendala oleh insfrastruktur yang belum tersedia. Padahal daya tersebut cukup untuk mengaliri listrik hingga empat kabupaten. Problem kedua muncul lagi karena tempatnya jauh-jauh,” katanya.

Hokkop juga mengungkapkan, dari sisi regulasi pemerintah seolah-olah mendukung tetapi dari segi prakteknya seperti ingin menekan para investor lokal dalam mengembangkan EBT.

“Regulasi yang berubah-ubah, seperti ada perubahan tarif dan lain-lain membuat investor tidak berani mengambil resiko,” ujarnya.

Sementara itu, program Manager Sustainable Energy Access Institute for Essential Service Reform (IESR) Marlistya Citraningrum juga menyebutkan, di negara-negara lain sudah terjadi tren sistem desentralisasi untuk pengembangan energi terbarukan.

Ia menjelaskan, penyedia energi tidak lagi hanya dimonopoli oleh satu perusahaan saja seperti di Indonesia tetapi energi bisa dikelola oleh banyak pihak atau masayarakat.

“Jadi mulai banyak negara-negara di dunia yang mulai beralih dari sistem pembangkitan yang gede-gede, kemudian membuat yang kecil-kecil dan tersebar,” jelasnya.

Menurut perempuan yang pernah menjadi peneliti di National Taiwan University of Science and Technology itu, sistem desentralisasi energi sangat cocok diterapkan di Indonesia mengingat kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara dengan banyak kepulauan.

“Setiap hari kita menggunakan listrik tapi sadarkah kita bahwa semua itu sebagian besar dihasilkan dari energi batu bara, energi fosil yang suatu saat akan habis,” ujarnya. (L/Mufi/RI-1))

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.