Bethlehem, MINA – Polisi bersama Wali Kota Israel pada hari Jumat (1/9) pagi menggerebek sebuah masjid di kota utama Lod, atau Lydda.
Mereka berusaha menghentikan pelaksanaan shalat Idul Adha da seruan kalimat takbir yang dilantunkan melalui speaker masjid, dengan alasan pelanggaran kebisingan.
Situs berita Yaffa 48 melaporkan bahwa polisi Israel mengawal wali kota Israel Yair Revivo ke masjid tersebut, yang secara fisik berusaha mencegah jamaah untuk shalat Id.
Revivo mengklaim bahwa dia “dipukul di lengannya” oleh para jamaah saat mencoba mencegah mereka untuk shalat.
Baca Juga: Israel kembali Serang RS Kamal Adwan, Sejumlah Fasilitas Hancur
Jamaah mengatakan bahwa tindakan wali kota “provokatif dan rasis,” dan dia “mencari alasan konyol untuk mencegah shalat.”
Seorang jamaah yang berada di masjid tersebut mengatakan, pasukan polisi Israel menyerang dan mendorong jamaah selama serangan tersebut, menurut Yaffa 48.
Saksi menambahkan bahwa Revivo menyerang salah satu pemuja yang sedang merekam gambar insiden tersebut.
Kantor berita Ma’an News Agency yang dikutip Mi’raj News Agency (MINA) melaporkan, meski ada serangan, jamaah terus masuk ke masjid dan melakukan sholat. Sementara juru bicara polisi Israel tidak bersedia menyampaikan komentar tentang kejadian itu.
Baca Juga: RSF: Israel Bunuh Sepertiga Jurnalis selama 2024
Tahun lalu, sebuah komite menteri Israel menyetujui rancangan undang-undang yang dapat melarang penggunaan pengeras suara untuk mengumandangkan panggilan shalat (azan) untuk umat Muslim, yang disiarkan lima kali sehari dari masjid, di Israel.
RUU tersebut menyerukan pembatasan penggunaan pengeras suara untuk pesan religius atau “menghasut” siapapun sebagai bagian dari seruan untuk sholat, akan perlu melalui beberapa pembacaan di Knesset – parlemen Israel – sebelum membuatnya menjadi undang-undang.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mendukung undang-undang tersebut. Ia berdalih bahwa dirinya tidak dapat menghitung betapa banyak warga negara telah mengadu kepadanya dengan keluhan tentang kebisingan dan penderitaan disebabkan oleh suara yang berlebihan yang datang kepada mereka dari rumah ibadah di depan umum.
Sejumlah warga Palestina yang memiliki kewarganegaraan Israel mengecam undang-undang tersebut sebagai bukti dari perlakuan diskriminasi terhadap warga negara non-Yahudi di Israel.
Baca Juga: Al-Qassam Sita Tiga Drone Israel
Komunitas Palestina di Israel dan penduduk Yerusalem Timur telah lama menjadi sasaran kebijakan diskriminatif Israel, baik melalui taktik “membagi dan menaklukkan”, upaya untuk menggusur secara paksa komunitas Badui, dan apa yang telah dikecam sebagai kebijakan “Yahudisasi” Yerusalem dengan mengorbankan komunitas religius yang lain. (T/B05/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Parlemen Inggris Desak Pemerintah Segera Beri Visa Medis untuk Anak-Anak Gaza