Polisi Selandia Baru Rilis Lima Nama Korban Serangan di Christchurch

Christchurch, MINA – Kepolisian , Kamis (21/3), secara resmi merilis nama lima korban yang ditembak mati di dua di Christchurch, Selandia Baru sebagai bagian dari dugaan serangan nasionalis berkulit putih.

Serangan yang terjadi pada hari Jumat (15/3/2019), yang diyakini dilakukan oleh pria Australia berusia 28 tahun, Brenton Tarrant, adalah pembunuhan massal di masa damai terburuk di Selandia Baru, yang menewaskan 50 orang.

Menurut laporan ABC News, korban termuda dari serangan itu baru berusia tiga tahun. Sementara Haji Daoud Nabi, 71, adalah korban tertua dan yang pertama kali diidentifikasi.

Beberapa dari mereka yang terbunuh bergegas menyelamatkan orang lain selama penembakan.

Rilis ini menandai pengungkapan resmi pertama nama-nama korban oleh kepolisian Selandia Baru, yang telah bekerja mengidentifikasi mayat-mayat itu sebagai bagian dari penyelidikan mereka.

Keluarga dari para korban sebelumnya telah mendapat pemberitahuan tidak resmi tentang jasad mereka pasca serangan terjadi.

Namun, nama-nama yang secara resmi dirilis oleh polisi hari ini bukan satu-satunya nama yang telah muncul secara publik sejauh ini.

Dua nama lain terungkap secara tidak resmi hari ini – nama Khalid Mustafa (44), dan putranya Hamza (15) – selama pemakaman pertama para korban.

Selanjutnya 50 orang juga dilaporkan terluka dalam serangan itu, 12 di antaranya masih dalam kondisi kritis.

Inilah yang kita ketahui sejauh ini tentang lima korban pertama yang disebutkan oleh polisi.

Mucaad Ibrahim, 3 tahun

Mucad Ibrahim berusia 3 tahun berada di Masjid Al Noor bersama saudara laki-laki dan ayah mereka ketika pria bersenjata masuk dan melepaskan tembakan. (AP: Abdi Ibrahim)

Ia ditembak mati di Masjid Al Noor.

Bocah laki-laki ini menghadiri shalat Jumat bersama ayah dan kakaknya, Abdi.

Ketika serangan itu dimulai, Abdi lari menyelamatkan diri sementara ayahnya berpura-pura mati. Tapi Mucaad hilang dalam kekacauan.

Media The New Zealand Herald melaporkan bahwa keluarganya berusaha keras mencari sang balita ini di rumah sakit Christchurch dan kemudian mengunggah foto Mucaad, sedang tersenyum bersama saudaranya Abdi dengan tulisan: “Sesungguhnya kami milik Tuhan dan kepada-Nya kami akan kembali. Kami akan selalu merindukanmu saudara ku yang terkasih.”

Junaid Ismail, 36 tahun

Ayah dari tiga anak Junaid Ismail, tewas terbunuh di masjid Al Noor.(Foto: ABC News)

Junaid Ismail meninggal di Masjid Al Noor, menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh polisi.

Seorang teman yang mengunggah kabar tentang kematian Ismail di Facebook mengatakan dia telah menikah dan memiliki tiga anak kecil, dan bahwa keluarga memiliki usaha sebuah toko di sudut jalan di pinggiran Christchurch, Hornby.

Saudara kembarnya Zahid Ismail mengatakan kepada The New Zealand Herald pada hari Selasa (19/3/2019) bahwa keluarganya telah memohon kepada Pemerintah untuk merilis jasad Junaid.

Keluarga dari korban yang terbunuh dalam serangan itu menjadi frustrasi dengan penyerahan jasad para korban tewas yang lambat.

“Saya ingin Junaid dibawa kembali ke keluarga saya karena hanya itu yang dapat saya pengaruhi sekarang,” kata Zahid Ismail kepada surat kabar itu.

Polisi Selandia Baru mengatakan mereka memahami kekhawatiran keluarga, tetapi adalah prioritas mereka untuk “memastikan tidak ada kesalahan yang dilakukan”.

Kamel Mohd Kamal Kamel Darwish, 38 tahun

Darwish, seorang warga negara Yordania, juga tewas di Masjid Al Noor.

Dia menikah dan memiliki tiga anak berusia antara dua dan tujuh tahun yang masih tinggal di Yordania, menurut Radio Selandia Baru.

Dia dilaporkan bermigrasi ke Selandia Baru sekitar enam bulan lalu.

Saudaranya, Zuhair Darwish, mengatakan kepada penyiar bahwa Darwish telah mengajukan visa sehingga ketiga anaknya dapat bergabung dengannya.

“Sangat sulit untuk tinggal di Yordania dan aku bilang padanya, ke sini, itu tempat terbaik untuk membesarkan anakmu,” katanya.

“Semua orang tidak bisa mempercayainya … aku tidak bisa mempercayainya.”

Haji Mohemmed Daoud Nabi, 71 tahun

Omar Nabi putra dari Haji Mohemmed Daoud Nabi terbunuh di Masjid Al Noor. Dia memperlihatkan foto ayahnya yang menjadi korban tertua dan yang pertama kali diidentifikasi.(Foto: Al Jazeera)

Haji Mohemmed Daoud Nabi terbunuh di Masjid Al Noor.

Dia diidentifikasi dalam pidato dari Perdana Menteri Jacinda Ardern sebagai orang yang membuka pintu masjid untuk penembak.

“[Bapak Nabi] mengucapkan kata-kata ‘Halo saudara, selamat datang’. Kata-kata terakhirnya,” kata Ardern.

“Tentu saja, dia tidak tahu kebencian yang ada di balik pintu, tetapi sambutannya memberi tahu kita begitu banyak – bahwa dia adalah anggota dari keyakinan yang menyambut semua anggotanya, yang menunjukkan keterbukaan, dan perhatian.”

Putranya, Yama Nabi, mengatakan ayahnya datang ke Selandia Baru dari Afghanistan pada tahun 1977.

Yama dan Omar Nabi meyakini ayah mereka tewas di dalam serangan di masjid al noor

Yama dan Omar Nabi meyakini ayah mereka tewas di dalam serangan di masjid al noor (ABC News: Mazoe Ford)

Putra lainnya, Omar Nabi, berkata bahwa dia ingin membawa ayahnya kembali ke Afghanistan untuk dimakamkan.

“Ayah saya akan dimakamkan. Saya ingin membawanya kembali ke Afghanistan, ini adalah tanah kelahirannya,” kata Nabi.

Dia mengatakan dia tidak akan pernah menyangka hal seperti ini bisa terjadi di Christchurch.

“Tidak sama sekali, ini orang Selandia Baru, sangat multikultural. Tidak banyak kata yang bisa saya katakan tentang apa yang terjadi di sini karena begitu tenang dan santai,” katanya.

Mohsen Mohammed Al Harbi, 63 tahun

Mohsen Mohammed Al Harbi.(Foto: ABC News)

Putera Al Harbi mengatakan ayahnya telah tinggal di Selandia Baru selama 25 tahun. (Supplied)

Mohsen Mohammed Al Harbi terbunuh di Masjid Al Noor dan diidentifikasi sebagai warga negara Selandia Baru dalam siaran pers polisi.

Laporan media sebelumnya telah mengidentifikasi dia sebagai warga negara Saudi.

Al Harbi difoto sedang dilarikan ke rumah sakit setelah penembakan.

Putranya, Feras Al Harbi, mengatakan kepada surat kabar Arab News bahwa Al Harbi meninggal delapan jam kemudian.

Feras Al Harbi mengatakan ayahnya telah tinggal di Selandia Baru selama 25 tahun, dan adalah seorang imam paruh waktu yang sesekali memberikan khotbah Jumat di salah satu masjid yang menjadi target dalam serangan Christchurch.

Mantan majikannya di Showerwell Home Products, menulis di Facebook bahwa Al Harbi memiliki karakter asli warga Kiwi yang baik hati dan perhatian”.

Istri Harbi, Manal, menderita serangan jantung setelah mencoba menemukan suaminya selama serangan itu, dan berada di rumah sakit dalam kondisi kritis, menurut laporan Arab News.

Jenazahnya telah dibawa ke Arab Saudi untuk dimakamkan di kota Madinah, tulis surat kabar itu.(T/R01/RS3)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.