Oleh : Ali Farkhan Tsani, Da’i Pondok Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Wartawan Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj News Agency)
Keunggulan peradaban Islam dikenal dengan semangat ilmu pengetahuan dan sentuhan akhlak dalam berinteraksi sosial dengan masyarakat sekitarnya.
Peradaban Islam juga dikenal dengan pemuliaan terhadap nilai-nilai universal kemanusiaan dan bervisi kemasadepanan. Dengan itu, peradaban Islam mampu mengubah peradaban dunia dari zaman keterbelakangan menuju era berkemajuan (minadz dzulumati ilan nuur).
Sebagai peradaban ilahiyah, nilai-nilai ajaran Islam telah mampu membangun manusia dari berbagai aspek kehidupan berlandaskan kekuatan ruhaniyah, vertikal dengan Allah Sang Maha Pencipta alam semesta (hablum minallah).
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Di samping itu juga keharmonisan horisontal dengan sesama manusia tanpa membedakan suku, agama, ras, antargolongan dan antarbangsa (hablum minannaas).
Di dalam ayat disebutkan :
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ اَيْنَ مَا ثُقِفُوْٓا اِلَّا بِحَبْلٍ مِّنَ اللّٰهِ وَحَبْلٍ مِّنَ النَّاسِ وَبَاۤءُوْ بِغَضَبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الْمَسْكَنَةُ ۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا يَكْفُرُوْنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ وَيَقْتُلُوْنَ الْاَنْبِۢيَاۤءَ بِغَيْرِ حَقٍّۗ ذٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوْا يَعْتَدُوْنَ
Artinya : “Kehinaan ditimpakan kepada mereka di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka (berpegang) pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia. Mereka pasti mendapat murka dari Allah dan kesengsaraan ditimpakan kepada mereka. Yang demikian itu karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak (alasan yang benar). Yang demikian itu karena mereka durhaka dan melampaui batas.” (QS Ali Imran [3]: 112).
Peradaban ilahiyah yang diimplementasikan dalam nilai-nilai akhlak ini masuk ke dalam dunia ilmu pengetahuan, ekonomi, sosial kemasyarakatan, budaya bahkan dalam perdamaian dan pertahanan keamanan serta bela negara. Dan yang lebih pokok adalah bahwa sumber akhlak peradaban Islam adalah wahyu Allah.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Sehingga akhlak itu merupakan nilai-nilai yang tinggi dan dapat memperbaiki setiap manusia di setiap zaman dan tempat. Hal yang lebih mulia lagi adalah bahwa pondasi pokok akhlak itu adalah hadirnya perasaan manusia terhadap pengawasan Allah. Sehingga sentuhan akhlak ini menyebabkan terwujudnya rasa aman yang menjamin kesinambungan peradaban yang abadi.
Kebaikan untuk Semua
Dengan sentuhan akhlak inilah terjalin saling menghormati, saling menghargai dan saling menopang atau sama lainnya. Baik antar sesama umat Islam, sesama anak bangsa, hingga sesama anak manusia sejagad.
Ini menunjukkan peradaban Islam bersifat rahmatan lil ‘alamin, memberikan kemanfaatan, kesejahteraan dan kebaikan bagi sesama. Bukan hanya untuk seluruh manusia pada umumnya. Akan tetapi juga termasuk binatang, lingkungan dan alam semesta ikut menikmatinya.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Peradaban Islam membawa misi Islam yang rahmatan lil ‘alamin, sesuai dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW. Sesuai dengan firman Allah di dalam Al-Quran Surat Al-Anbiya ayat 107,
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ
Artinya : “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS Al-Anbiya/21: 107).
Di dalam Tafsir Al-Quran Kementerian Agama RI dijelaskan, ayat ini menerangkan bahwa tujuan Allah mengutus Nabi Muhammad SAW adalah membawa agama Islam bukan untuk membinasakan orang-orang kafir, melainkan untuk menciptakan perdamaian. Allah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam, memberikan perlindungan, kedamaian, dan kasih sayang melalui ajaran dan pengamalan Islam yang baik dan benar.
Dengan demikian, seluruh umat manusia memperoleh rahmat, baik yang langsung atau tidak langsung dari agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Tetapi kebanyakan manusia masih mengingkari, padahal rahmat yang mereka peroleh adalah rahmat dan nikmat Allah. Termasuk adanya Islamofobia di beberapa tempat negara di Barat, menunjukkan belum pahamnya mereka terhadap kandungan indah ajaran Islam.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Padahal, telah banyak cendekiawan Barat yang kemudian terinspirasi oleh peradaban Islam tingkat tinggi. Mereka pun mengenal ulama-ulama terkemuka dalam berbagai ilmu pengetahuan dan mendapatkan banyak manfaat dari para ilmuwan Muslim tersebut.
Di antaranya seperti dikutip marefa.org, adalah Adela Redouf Pat, yang mengunjungi Andalusia pada paruh pertama abad ke-12 M. Kemudian melakukan perjalanan ke Mesir dan Asia Kecil.
Dia berkenalan dengan banyak ilmuwan Muslim dan ilmu pengetahuan di negara-negara Islam. Kemudian ditransmisikan ke dunia Barat informasi penting tentang Islam tersebut.
Uskup Raymond, yang menjabat keuskupan Toledo antara tahun 526-547 H, juga memiliki peran besar dan upaya luar biasa dalam menerjemahkan buku-buku Arab ke dalam bahasa Latin.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Ia memimpin sekelompok penerjemah yang dikenal sebagai Sekolah Penerjemah Toledan. Sejumlah besar cendekiawan Eropa lainnya juga tertarik untuk menerjemahkan budaya Arab-Islam ke dalam bahasa Eropa dalam kehidupan intelektual di Eropa Barat.
Para ilmuwan Barat banyak belajar dari literatur-literatur pemikir Muslim, seperti Ibnu Sina, pakar kedokteran terutama pada penyakit-penyakit menular dan keahlian dalam bedah tubuh. Ada juga pakar fisika Abu Raihan Al-Biruni, pakar pengobatan mata Abu Yusuf Al-Kindi dan Al-Haitsami, ahli arsitektur Nashiruddin Ath-Thusi, ahli matematika Al-Khawarizmi, dan sebagainya.
Penulis Barat mengatakan tentang dampak dari apa yang ditransmisikan oleh para sarjana Eropa ini tentang Muslim melalui terjemahan. Semua terjemahan ini di Eropa Latin membawa sebuah revolusi besar, karena masuknya teks-teks ilmiah dari negeri-negeri Islam yang memiliki efek paling mendalam dalam membangun para ilmuwan.
Terjemahan tersebut juga menggerakkan pikiran Eropa dan mendorongnya untuk meneliti dan berpikir. Karena penyebaran bahasa Arab di Eropa ini, ratusan kata Arab merayap ke dalam bahasa di benua Eropa.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
“The power of Iqra” yang menjadi awal ayat turunnya Al-Quran, dieksplorasi bukan sekedar membaca, mengeja dan melafalkan. Namun memiliki makna jauh lebih hebat lagi, yakni mengkaji, meneliti (research), menganalisis, dan kemudian menemukan teori-teori baru tentang ilmu pengatahuan.
Umat Terbaik
Dalam pandangan Prof. Dr. Raghib As-Sirjani, penulis terkemuka dari Universitas Al-Azhar Kairo menyimpulkan, peradaban Islam yang melintasi dunia merupakan satu-satunya peradaban yang menakjubkan pada setiap sisi.
Prof As-Sirjani mengaitkan peradaban Islam dengan para pelakunya yang tergolong ke dalam manusia-manusia terbaik (khaira ummah), merujuk pada Al-Quran Surat Ali Imran ayat 110.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ
Artinya : “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (QS Ali Imran/3: 110).
Di dalam Tafsir Al-Quran Departemen Agama RI dijelaskan, tentang Surat Ali Imran ayat 110, bahwa isinya mengandung suatu dorongan kepada orang-orang beriman agar tetap memelihara sifat-sifat utamanya dan agar mereka tetap mempunyai semangat yang tinggi. Umat yang paling baik di dunia adalah umat yang mempunyai sifat-sifat yaitu mengajak kepada kebaikan (amar ma’ruf), mencegah dari kemungkaran (nahi mungkar), dan senantiasa beriman kepada Allah.
Ayat ini juga mengandung suatu dorongan kepada kaum Mukminin agar tetap memelihara sifat-sifat utama itu dan agar mereka tetap mempunyai semangat yang tinggi. Umat terbaik (khaira ummah) adalah umat yang mempunyai dua macam sifat, yaitu mengajak kebaikan (amar ma’ruf) serta mencegah kemungkaran (nahi mungkar), dan senantiasa beriman kepada Allah.
Semua sifat itu telah dimiliki oleh kaum Muslimin pada masa Nabi SAW dan telah menjadi darah daging dalam diri mereka, karena itu mereka menjadi kuat dan jaya. Dalam waktu yang singkat kaum Muslimin telah dapat menjadikan seluruh tanah Arab tunduk dan patuh di bawah naungan Islam, serta hidup aman dan tenteram di bawah panji-panji keadilan.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Padahal mereka sebelumnya adalah umat yang berpecah-belah, selalu berada dalam suasana kacau dan saling berperang antara sesama mereka.
Begitulah khaira ummah yang melandaskan peradaban dunia pada aturan lurus dan selamat berdasarkan pada Kitabullah Al-Quran, pedoman hidup umat manusia di segala penjuru alam dan sepanjang jaman. Al-Quran sebagai petunjuk bagi orang-orang bertakwa, “hudan lil muttaqin” (QS Al-Baqarah [2] : 2) dan sekaligus pedoman bagi umat manusia, “hudan lin naas” (QS Al-Baqarah [2] : 185) menjadi landasan kokoh dalam menata peradaban dunia yang sejahtera.
Konsep “Khaira ummah” menjadikan setiap dirin Muslim adalah manusia prestatif, unggul, kompeten, kapable, diandalkan dan berkualitas.
Ini mendorong setiap individu Muslim untuk menghasilkan karya-karya terbaik, yang akan dilihat (diberi pahala) oleh Allah, dilihat oleh Rasul-Nya dan orang-orang beriman. Karena Rasul dan orang-orang beriman pun bekerja, beramal, beribadah dengan melakukan yang terbaik. (A/RS2/P1)
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Mi’raj News Agency (MINA)