Pondok Pesantren dan Peradaban Islam (Bagian 3)

Oleh : Ali Farkhan Tsani, Da’i Pondok Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor; Wartawan Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj News Agency)

Transformasi Pondok Pesantren

Pondok pesantren dengan ciri khasnya tersendiri, dengan kemandirian pembiayaan dan pengelolaannya sendiri, terus berkembang sesuai dengan perkembangan dunia pendidikan pada umumnya sebagai lembaga pendidikan yang responsif.

Dalam era kekinian pondok pesantren pun dituntut untuk terus mengadakan pembaharuan sehingga tetap relevan dengan kondisi kontemporer yang semakin modern, kompleks dan dinamis. Terlebih pada era globalisasi saat ini, ketika hubungan antarmanusia telah melewati batas-batas teritorial negara dalam bidang ekonomi, sosial, teknologi, budaya, industri dan komunikasi.

Di sinilah, pondok pesantren dengan sifat keterbukaannya mau tidak mau, siap tidak siap, harus menerima pengalaman baru, pembaharuan berorientasi kekinian dan kemasadepanan, tanpa meninggalkan identitas utamanya sebagai lembaga pendidikan keagamaan.

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang progresif menghadapi perkembangan globalisasi akan tetap survive dengan landasan keislaman, kemajuan modernisasi, dan dengan tetap menjaga kearifan budaya lokal. Inilah transformasi pendidikan (learning transformation) dalam menumbuhkembangkan pondok pesantren. Semua itu dalam rangka mengantisipasi kebutuhan dan tantangan masa depan selaras dengan perkembangan masyarakat global.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo pada peringatan Hari Santri tanggal 22 Oktober 2021 yang mengharapkan pesantren dan para santri agar dapat semakin berperan dalam kemajuan ekonomi masyarakat.

Presiden Jokowi mendorong munculnya lebih banyak entrepreneur atau wirausahawan dari kalangan santri dan lulusan pondok pesantren. Orientasi santri seharusnya bukan lagi mencari pekerjaan, tetapi sudah menciptakan kesempatan kerja bagi banyak orang, menebar manfaat seluas-luasnya bagi umat. Peran pendidikan di pondok pesantren, madrasah, maupun pendidikan tinggi agama Islam menjadi sangat strategis. Mencetak lulusan yang inovatif dan berkewirausahaan, mencetak lulusan yang mampu bersaing di pasar kerja, dan menjadi wirausahawan sosial yang sukses.

Semangat kewirausahaan yang mulai tumbuh tersebut, ujar Presiden Jokowi, harus diikuti percepatan inklusi keuangan. Oleh karena itu, pemerintah telah menyiapkan berbagai skema  pembiayaan untuk mendukung tumbuhnya para wirausahawan baru, baik berupa Program Mekaar, Kredit Usaha Rakyat (KUR), hingga Bank Wakaf Mikro.

Presiden Jokowi berharap pesantren dan para santri dapat memanfaatkan berbagai program pembiayaan ini dengan baik, sehingga pesantren dan para santri dapat semakin berperan dalam memperkuat ekonomi umat.

Berdasarkan hal itu, maka pada program pembelajaran di pondok pesantren tidak hanya untuk mencapai nilai dan prestasi akademik semata. Melainkan juga untuk mampu menguasai keterampilan sesuai dengan problematika yang dihadapi di tengah-tengah masyarakat. Misalnya pemberdayaan program agrobisnis di pondok pesantren yang memiliki lahan luas atau berdiri di sekitar areal pertanian, dengan bermitra dengan masyarakat petani. Termasuk bekerjasama dengan instansi pemerintah dan lembaga swasta dalam pengelolaan lahan-lahan tidur menggunakan sistem bagi hasil (mudharabah).

Pembelajaran agrobisnis tersebut dapat meliputi budidaya komoditas pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan, mulai dari pembibitan, pemeliharaan, penanganan pascapanen, hingga pengolahan hasil panen dan pemasarannya.

Sehingga setelah lulus dari pondok pesantren, para santrinya pun diharapkan akan menjadi bukan hanya dapat bekerja sebagai petani di masyarakat. Namun mereka adalah santri-santri yang mampu mengelola sumber-sumber penghidupan sektor pertanian dari hulu ke hilir dan menjaga ketahanan pangan secara nasional.

Ketahanan pangan sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 27 tentang hak untuk memperoleh pangan sebagai salah satu hak asasi manusia mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa.

Ketersediaan pangan yang baik akan dapat menciptakan kestabilan ekonomi, sosial dan politik. Sebaliknya, rentannya kondisi pangan dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional. Ini seperti penjelasan Badan Urusan Logistik (Bulog), bahwa pengalaman telah membuktikan gangguan pada ketahanan pangan seperti meroketnya kenaikan harga beras pada waktu krisis ekonomi 1997-1998, berkembang menjadi krisis multidimensi, telah memicu kerawanan sosial yang membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional.

Dalam masalah ini Pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan ketahanan pangan terutama yang bersumber dari peningkatan produksi dalam negeri. Pertimbangan tersebut menjadi semakin penting bagi Indonesia karena jumlah penduduknya semakin besar dengan sebaran populasi yang luas dan cakupan geografis yang tersebar.

Baca Juga:  Israel Akui Gagal Hapus Dominasi Hamas di Gaza

Untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya, Indonesia memerlukan ketersediaan pangan dalam jumlah mencukupi dan tersebar, yang memenuhi kecukupan konsumsi maupun stok nasional yang cukup sesuai persyaratan operasional logistik yang luas dan tersebar. Indonesia harus menjaga ketahanan pangannya.

Sehingga apa yang dikerjakan santri-santri dan pondok pesantren, yang berjumlah 4.175.531 santri dan 27.722 pondok pesantren, yang terbentang dari Aceh hingga Papua (menurut Pangkalan Data Pondok Pesantren Kemenag RI, 2021), paling tidak dapat menopang ketahanan pangan nasional. Belum lagi jumlah pondok pesantren yang belum terdata, yang jumlahnya masih banyak, dan ini tentu menjadi bagian dari tanggung jawab pemerintah dalam pendataan, pembinaan dan pemberdayaan.

Dengan ketahanan pangan diharapkan akan memperkuat perwujudan kedaulatan pangan (food soveregnity), kemandirian pangan (food resilience) serta keamanan pangan (food safety).

Ini sejalan dengan ketahanan pangan dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB The Food and Agriculture Organization (FAO) yang menyatakan bahwa ketahanan pangan sebagai suatu kondisi dimana setiap orang sepanjang waktu, baik fisik maupun ekonomi, memiliki akses terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari sesuai preferensinya.

Santri sebagai Leader Entrepreneur

Begitulah, harapannya adalah mereka para santri yang merupakan para leader dan entrepreneur muda dapat aktif dalam pengelolaan agribisnis di lingkungan pondok pesantren dan bekerjasama dengan kelompok tani masyarakat dalam pengelolaan lahan-lahan agar menjadi produktif.

Pada sisi lainnya, terkait dengan era revolusi industri 5.0 berbasis digital saat ini dan mendatang, pondok pesantren juga harus membekali para santrinya dengan teknologi informasi yang memadai sebagai bekal kehidupannya. Pada era kini dan seterusnya mau tidak mau, santri dan pondok pesantren akan dan harus bersentuhan dengan dunia virtual.

Perkembangan teknologi yang sangat cepat saat ini salah satunya dipicu dengan munculnya konsep Masyarakat 5.0 atau smart society yang bertujuan menciptakan keseimbangan antara manusia, alam dan teknologi. Perubahan teknologi ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, siapapun, termasuk umat Islam dan pondok pesantren harus dapat menyesuaikan diri dan beradaptasi menghadapi perubahan tersebut.

Hal ini seiring dengan harapan yang disampaikan oleh Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin, yang notabene adalah tokoh nasional berbasis pondok pesantren,  yang mengharapkan umat Islam untuk siap dan adaptif menghadapi tantangan perubahan jaman saat ini, bahkan dapat menjadi pemimpin dalam perubahan. (Sumber: Laman Wapresri, 3 Desember 2021).

Di sisi lain, Wapres menyoroti saat ini kurangnya minat umat Islam dalam sektor perdagangan yang apabila dapat dibangkitkan kembali akan mampu menggerakan ekonomi umat. Spirit dagang umat Islam harus kembali bangkit dan menjadi gerakan pemberdayaan ekonomi umat. Ini sejalan dengan visi jangka panjang menuju Indonesia Emas 2045, karena umat Islam adalah bagian terbesar dari bangsa ini.

Wapres KH Ma’ruf Amin menekankan kembali pada peringatan Hari Santri di Pondok Pesantren An-Nawwawi, Tanara, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, Jumat, 28 Oktober 2022, bahwa perjuangan para santri di samping menyebarkan ajaran Islam moderat, juga menggerakkan ekonomi umat sesuai dengan tantangan zaman. Semestinya para santri tak hanya berjihad di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya, dengan memanfaatkan platform digital untuk syiar agama dan ekonomi, ujarnya.

Wapres KH Ma’ruf Amin bahkan meminta ilmu ekonomi dan keuangan syariah dapat masuk ke kurikulum pondok pesantren. Hal ini dikemukakan Wapres Ma’ruf Amin saat membuka Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) ke-9 tahun 2022, di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta.

“Pesantren di seluruh pelosok negeri harus terus kita dorong untuk menggalakkan kegiatan dan pembelajaran di bidang ekonomi dan keuangan syariah di dalam kurikulumnya,” harapnya.

Pemberdayaan ekonomi syariah berbasis pesantren, menurut Wapres, saat ini telah berjalan dengan baik dan berdampak pada bangkitnya perekonomian Indonesia.

“Selain dapat meningkatkan pasokan pangan dan komoditas nasional, ekonomi pesantren juga mampu menembus pasar ekspor,” ujar Wapres.

Inilah di antaranya, transformasi besar dan strategis dari pondok pesantren dengan berbagai keunggulan nilai-nilai yang akan semakin antisipatif mempersiapkan kompetensi santri-santri dalam keterampilan hidup beradaptasi (life skills), kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi sosial (soft skills), kemampuan untuk hidup bersama (collaboration) serta berpikir kritis, kreatif dan inovatif.

Baca Juga:  Apakah Terdapat Nilai-Nilai Khilafah dalam Pancasila?

Di sini juga menunjukkan pentingnya sumber pustaka yang mudah diakses semacam perpustakaan digital yang terkoneksi dengan berbagai perpustakaan secara global, untuk menopang daya kritis, kreatif dan inovatif para santri.

Karena itu, pengelolaan agronisnis, pemberdayaan ekonomi umat berbasis syariah, pemberdayaan teknologi informasi dan digital, serta penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan umat dan bangsa, menjadi bagian tersendiri dari kegiatan pondok pesantren dengan santri-santrinya. Tidak ada lagi dikotomi ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum bagi pondok pesantren. Sehingga ketika santri-santri belajar mengelola alam karunia Allah, sesungguhnya mereka sedang mengamalkan ilmu yang manfaat.

Demikian pula ketika santri-santri dan pondok pesantren berkecimpung dalam kegiatan ekonomi syariah dan pemanfaatan teknologi digital, maka mereka sesungguhnya sedang menerapkan ilmu-ilmu keumatan yang berdampak langsung pada sosial masyarakat secara luas. Justru dengan benteng akidah dan ilmu agamanya, para santri dapat melaksanakan literasi positif dalam dunia virtual, termasuk dalam bermedia sosial.

Sehingga prestasi dan kompetensi santri-santri dan pondok pesantren bukan hanya diketahui dan bermanfaat untuk lingkungan pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya, tetapi juga bangsa secara nasional dan komunitas global yang tersambung melalui jaringan media sosial. Di sini peran Forum Silaturahim Pondok Pesantren (FSPP) dan komunitas serupa yang tersebar di seluruh provinsi di tanah air perlu terus dikolaborasikan dan diberdayakan secara maksimal.

Kehadiran komunitas semacam Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) sangat penting untuk menjembatani, mengkoordinasi dan mengkolaborasi antarpondok pesantren di tiap provinsi hingga tingkat nasional. Seperti dikemukakan dalam program FSPP Provinsi Banten yang menekankan program pendidikan kader wirausaha. Santri dilatih menjadi penggerak ekonomi berbasis pesantren dan komunitas. Terutama dalam bidang ketahanan pangan, pertanian, peternakan, perikanan dan kelautan, dan perkebunan.

FSPP juga mengkoordinir program pelatihan digitalisasi pondok pesantren memasuki era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Dikutip dari koranpelita.com edisi 1 Juni 2021.

Ke depannya, santri-santri dapat bersosialisasi dengan sesama pelajar dan generasi muda melalui pertukaran pelajar internasional, mengikuti berbagai konferensi dan efen dunia, dan kompetisi global di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga keberadaan santri-santri dan pondok pesantren di Indonesia akan terus berkibar di masyarakat global. Apalagi di beberapa pesantren sudah banyak santri-santri yang berasal dari negara-negara tetangga, seperti dari Malaysia, Thailand dan Filipina.

Berbicara soal kiprah santri pondok pesantren di tataran global, sudah diakui oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu) RI, seperti dikatakan Juru Bicara Teuku Faizasyah yang mengungkapkan, sudah banyak santri asal Indonesia yang berkiprah di mancanegara. Mereka kemudian membuat jejaring santri di berbagai negara. Ia menyebutkan juga beberapa santri kemudian membangun organisasi Nahdlatul Ulama (NU) di berbagai negara. Seperti dikutip dari ungkit.com edisi 14 Oktober 2021.

Teuku mengatakan, “Itu contoh peran santri untuk berbagai nilai budaya dan moderasi Islam Indonesia,” katanya. Kemenlu, kata dia, juga menggandeng tokoh Islam dari organisasi keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah sebagai representatif santri, untuk melakukan dialog antaragama atau antarnegara. Menurutnya para tokoh agama tersebut lahir dari model pendidikan dasar pondok pesantren tapi mereka bisa berperan dalam dialog antarperadaban.

Rektor Universitas Darussalam Gontor Ustaz Hamid Fahmi Zarkasyi menambahkan, pondok pesantren yang ingin dikenal secara internasional harus memastikan kemampuan bahasa dan wawasan internasional para santrinya. Kalau tidak begitu, akan digilas oleh dunia. Selain itu, kemampuan menguasai Teknologi Teknologi juga harus, kata dia.

Ustaz Hamid menyebutkan beberapa strategi untuk pondok pesantren go internasional, di antaranya santri harus menguasai bahasa Arab dan Inggris, baik lisan maupun tulisan. Para santri juga dilatih memiliki mental internasional, bukan mental lokal, sehingga percaya diri namun tak hanyut dalam budaya barat.

Upaya lainnya, santri harus memiliki wawasan yang luas tentang Islam, Barat, hubungan Islam dan Barat, baik terkait masa lalu maupun masa kini. Jadi bahasa, mentalitas, serta wawasan itu semua harus sudah familiar bagi santri-santri. Terlebih jika kaum santri hendak berdakwah di luar negeri tentu akan menghadapi sejumlah tantangan. Hanya saja yang paling utama adalah tantangan intelektual, sehingga santri harus memiliki kedewasaan intelektual.

Baca Juga:  Gigihnya Muslimat Palestina dalam Melawan Penjajah Zionis Israel

Jika pondok pesantren sudah go internasional dan dunia mulai melirik sistem pendidikan pondok pesantren, Indonesia yang diharapkan menjadi pusat dunia Islam, tentu calon-calon santri dari Eropa, Amerika dan negara-negara lainnya akan belajar di pondok-pondok pesantren. Mereka akan memperoleh keuntungan ganda, dari sisi ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak kalah unggulnya. Plus nilai-nilai kepesantrenan yang diperlukan dalam kemajuan peradaban dunia, seperti nilai-nilai ketakwaan, toleransi, keikhlasan, kebersamaan, kemandirian dan persaudaraan.

Penutup

Peradaban sangat terkait dengan perubahan, dan perubahan memerlukan sumber daya manusia berbasis kompetensi dan selalu memiliki gagasan-gagasan cemerlang untuk umat dan bangsanya. Di sinilah santri-santri dan pondok pesantren berpotensi hadir bukan hanya sebagai penunggu gagasan, tetapi menjadi lokomotif perubahan sekaligus agen perubahan (agent of change) bagi umat, masyarakat, bangsa dan dunia.

Mereka adalah para santri dan pondok pesantren yang mampu memberikan solusi atas berbagai persoalan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, serta menjadi perekat dari semua elemen dengan berbagai latar belakang yang berbeda.

Penulis pada bagian penutup ini mengutip pernyataan dari Shamsi Ali, seorang Alumni Pondok Pesantren Muhammadiyah Darul Arqam Gombara, Sulawesi dan kini sebagai Presiden Nusantara Foundation di Amerika Serikat (AS), yang mengatakan “Santri itu pilihan dan mutamayyiz atau istimewa”.

Itu karena, ujarnya, santri-santri itu memiliki azam (keinginan kuat) yang terbangun di atas kepribadian yang mandiri. Seseorang tidak akan bertahan dan berhasil di pondok pesantren kecuali dengan keinginan yang solid dan matang. Dikutip dari makassar.terkini.id edisi 20 Oktober 2020.

Berdasarkan pengalamannya, Shamsi Ali mengatakan, santri selama di pondok pesantren tidak hanya belajar keilmuan (thalabul ilmu), tapi juga belajar bagaimana hidup (life training). Justru di pondok pesantren santri-santri belajar bagaimana menjadi manusia yang disiplin, independen dan menatap masa depan dengan optimis.

Santri sudah sejak di pondok pesantren dilatih bermental baja, guna membentuk mental menghadapi persaingan, pergerakan dan perubahan di masyarakat global. Di pesantrenlah santri-santri dilatih hidup berani, berani menghadapi hidup, percaya diri, tidak rendah diri. Namun tetap dalam ketawadhuan, penuh penghormatan dan pemuliaan terhadap ilmu dan pengajar ilmu. Sehingga santri-santri memiliki bekal menjadi manusia besar dan hebat pada masa hadapan.

Tinggal ditambah kemampuan berkomunikasi dalam bahasa internasional, bahasa Inggris, wawasan global tentang sosial budaya, dan geopolitik, ditopang dengan kemampuan public speaking yang baik, serta pandangan yang argumentatif dalam berdialog dengan masyarakat Barat.

Sehingga dapat semakin meningkatkan potensi dakwah global, menyebarkan nilai-nilai Islam yang penuh kedamaian, kesejahteraan dan kasih sayang untuk segenap alam (Rahmatan lil ‘alamin).

Sesuai dengan diutusanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah membawah rahmat, kesejahteraan, kebaikan, kemanfaat untuk segenap alam.

Sebagaimana firman-Nya:

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

Artinya : “Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS Al-Anbiya/21: 107).

Di dalam Tafsir Al-Quran Departemen Agama RI dijelaskan, tujuan Allah mengutus Nabi Muhammad yang membawa agama-Nya itu, tidak lain adalah memberi petunjuk dan peringatan agar mereka bahagia di dunia dan di akhirat. Rahmat Allah bagi seluruh alam meliputi perlindungan, kedamaian, kasih sayang dan sebagainya, yang diberikan Allah terhadap makhluk-Nya. Baik yang beriman maupun yang tidak beriman, termasuk binatang dan tumbuh-tumbuhan.

Jika dilihat sejarah manusia dan kemanusiaan, maka agama Islam adalah agama yang berusaha sekuat tenaga menghapuskan perbudakan dan penindasan oleh manusia terhadap manusia yang lain, perbaikanperbaikan tentang kedudukan perempuan, memperhatikan nasib fakir dan miskin, serta memerangi kebodohan dan kemiskinan.

Dengan demikian seluruh umat manusia memperoleh rahmat, baik yang langsung atau tidak langsung dari agama yang dibawa Nabi Muhammad.

Akhirnya, harapan terbesarnya adalah dari talenta-talenta santri-santri dan pondok pesantren dapat semakin berperan ikut andil dalam mewujudkan Indonesia Emas tahun 2045.

Lebih jauh lagi ke depan, dalam ikut serta sebagai bagian puzzle-puzzle peran lebih global dan dalam rangka menunaikan amanat membangun peradaban Indonesia untuk dunia yang sejahtera. Aamiin. (A/RS2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Ali Farkhan Tsani

Editor: Ismet Rauf