Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

[POPULER MINA] RUU Aneksasi Israel di Tepi Barat dan Sikap OIC Terhadap Indonesia 

Hasanatun Aliyah Editor : Sri Astuti - 53 detik yang lalu

53 detik yang lalu

0 Views

Permukiman ilegal Israel di Tepi Barat [Foto: Wafa]

MINA – Informasi terkait rancangan undang-undang (RUU) aneksasi penjajah Israel di Tepi Barat, Palestina dan sikap Komite Olimpiade Internasional (IOC) terhadap Indonesia atas penolakan visa atlet Israel di Jakarta menjadi sorotan pembaca Minanews.net dalam sepekan, 20-26 Oktober 2025.

Parlemen Israel (Knesset) pada Rabu (22/10) menyetujui pembacaan awal dua rancangan undang-undang (RUU) yang bertujuan untuk menganeksasi wilayah pendudukan Tepi Barat dan blok permukiman Ma’ale Adumim.

Langkah tersebut dinilai sebagai upaya memperluas kedaulatan Israel atas wilayah yang secara hukum internasional diakui sebagai tanah Palestina. RUU pertama diajukan oleh Avi Maoz dari Partai sayap kanan ekstrem Noam, sementara RUU kedua diajukan oleh Avigdor Lieberman dari Partai Yisrael Beiteinu.

Masing-masing RUU mendapat dukungan 25 dan 32 suara, dengan jumlah penolakan tipis. Kedua rancangan tersebut masih harus melalui tiga tahap pembacaan tambahan sebelum dapat disahkan menjadi undang-undang.

Baca Juga: Israel Kembali Serang Gaza, Langgar Kesepakatan Gencatan Senjata

Dalam penjelasannya, Knesset menyebut bahwa RUU tersebut bertujuan menerapkan “kedaulatan penuh Negara Israel” atas wilayah Yudea dan Samaria (Tepi Barat), termasuk kawasan strategis Ma’ale Adumim yang terletak di timur Yerusalem.

Keputusan itu memicu kecaman keras dari Palestina dan negara-negara Arab, yang menilai langkah tersebut merupakan bentuk pendudukan terang-terangan serta pelanggaran terhadap hukum internasional.

Kementerian Luar Negeri Palestina menyebut kebijakan ini sebagai bentuk “pemaksaan kedaulatan” yang bertentangan dengan seluruh resolusi PBB terkait wilayah pendudukan.

Gerakan perlawanan Palestina, termasuk Hamas, menilai langkah Knesset tersebut menunjukkan “wajah sejati penjajahan Israel” yang berusaha melegitimasi permukiman ilegal dan memperluas kendali atas tanah Palestina. Mereka memperingatkan kebijakan aneksasi ini tidak hanya akan memperburuk kondisi politik, tetapi juga mengancam upaya perdamaian yang telah lama diperjuangkan.

Baca Juga: Menlu AS Janjikan Pemulangan Semua Jenazah Sandera ke Israel

Para pengamat menilai, upaya aneksasi Tepi Barat bukan sekadar soal teritorial, melainkan simbol politik dan ideologis yang mempertegas ambisi ekspansionis Israel untuk menghapus kemungkinan berdirinya negara Palestina merdeka.

Data dari otoritas Palestina menunjukkan bahwa sejak Oktober 2023, serangan pasukan Israel di Tepi Barat telah menewaskan lebih dari 1.056 warga Palestina, melukai sekitar 10.300 orang, dan menahan lebih dari 20.000 lainnya.

Mahkamah Internasional (ICJ) juga telah menegaskan pendudukan Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur merupakan tindakan ilegal, dan menyerukan agar seluruh permukiman Yahudi di wilayah tersebut segera dievakuasi. Namun, berbagai resolusi dan keputusan PBB selama ini dinilai tidak efektif karena lemahnya mekanisme penegakan hukum internasional terhadap Israel.

Langkah parlemen Israel tersebut juga memicu reaksi keras dari Amerika Serikat. Presiden AS Donald Trump menegaskan Washington tidak akan mendukung upaya Israel untuk mencaplok Tepi Barat, sementara Wakil Presiden JD Vance mengecam keputusan Knesset sebagai “taktik politik yang bodoh” yang justru merusak stabilitas kawasan.

Baca Juga: Penjajah Israel Serang Komunitas Badui di Utara Yerusalem

Dalam konferensi pers di Tel Aviv, Vance menyatakan kebijakan aneksasi Israel bertentangan dengan komitmen perdamaian dan melemahkan posisi Israel di mata dunia internasional.

Merespons tekanan diplomatik yang meningkat, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kemudian memerintahkan koalisinya untuk tidak mengajukan alias menunda pembahasan RUU aneksasi tersebut hingga pemberitahuan lebih lanjut.

Netanyahu bahkan menyebut RUU itu merupakan “provokasi politik” yang diajukan oleh anggota oposisi di Knesset, untuk menimbulkan perpecahan selama kunjungan resmi Wakil Presiden AS ke Israel.

Keputusan Netanyahu untuk menunda RUU aneksasi Tepi Barat menandakan adanya tekanan diplomatik yang kuat dari sekutu utama Israel, sekaligus menunjukkan kompleksitas politik internal di Tel Aviv.

Baca Juga: Pertemuan di Kairo Sepakati Pemerintahan Transisi untuk Gaza dan Revitalisasi PLO

Meskipun demikian, para analis menilai langkah ini hanya bersifat sementara dan tidak mengubah arah kebijakan Israel terhadap wilayah pendudukan. Upaya aneksasi Tepi Barat dinilai akan terus menjadi bagian dari agenda jangka panjang rezim Zionis untuk memperkuat kontrol penuh atas seluruh wilayah historis Palestina, sekaligus menghapus peluang solusi dua negara yang diakui oleh komunitas internasional.

Sikap IOC Atas Penolakan Visa Israel di Indonesia 

Keputusan pemerintah Indonesia menolak pemberian visa bagi atlet Israel untuk mengikuti World Artistic Gymnastics Championships 2025 di Jakarta memicu reaksi dari Komite Olimpiade Internasional (IOC).

Lembaga tersebut menilai tindakan itu melanggar prinsip Piagam Olimpiade, yang menjamin partisipasi semua atlet tanpa diskriminasi politik atau kebangsaan.

Baca Juga: Faksi-Faksi Palestina Sepakati Rencana Persatuan dan Implementasi Gencatan Senjata

Dalam pernyataannya, IOC menyampaikan kekecewaannya dan menegaskan bahwa negara tuan rumah wajib memberi akses setara kepada seluruh peserta. Akibat keputusan tersebut, IOC menghentikan sementara pembahasan tentang kemungkinan Indonesia menjadi tuan rumah Olimpiade di masa depan, dan merekomendasikan agar federasi olahraga internasional tidak menggelar kejuaraan di Indonesia hingga ada jaminan nondiskriminasi.

Sementara itu, Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Pemuda dan Olahraga Erick Thohir, menjelaskan bahwa penolakan visa terhadap atlet Israel bukan semata urusan diplomasi, tetapi didasari sikap politik luar negeri Indonesia yang tegas menolak segala bentuk penjajahan, seperti yang dilakukan Israel di tanah Palestina.

Erick juga menegaskan, Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel dan tetap konsisten mendukung kemerdekaan Palestina sesuai amanat konstitusi UUD 1945. Selain itu, faktor keamanan dan potensi penolakan publik juga menjadi pertimbangan penting pemerintah dalam mengambil keputusan tersebut.

Menanggapi sanksi dan kecaman dari IOC, pemerintah Indonesia menyatakan akan menempuh langkah diplomatik dengan mengirim delegasi Komite Olimpiade Indonesia (KOI) ke markas IOC di Lausanne, Swiss.

Baca Juga: Mariam Abu Dagga, Jurnalis Wanita Palestina Dianugerahi Penghargaan Bergengsi Secara Anumerta

Pertemuan tersebut akan membahas penjelasan resmi dari Indonesia serta upaya mencari solusi agar hubungan dengan IOC tidak memburuk. Pemerintah juga berencana menjalin komunikasi dengan federasi olahraga dunia untuk memastikan keputusan ini tidak berdampak luas terhadap partisipasi atlet Indonesia di ajang internasional.

Meski menghadapi risiko kehilangan kesempatan menjadi tuan rumah Olimpiade di masa depan, Indonesia menegaskan tidak akan mengubah sikap politiknya terhadap penjajahan Israel. Pemerintah menilai dukungan terhadap Palestina dan penolakan terhadap negara penjajah merupakan prinsip moral dan konstitusional yang tidak dapat dinegosiasikan, sembari tetap berupaya menjaga hubungan baik dengan komunitas olahraga internasional melalui jalur diplomasi.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Komisaris Tinggi HAM PBB Desak Israel Patuhi Putusan ICJ Terkait Gaza

Rekomendasi untuk Anda