MINA – Informasi terkait sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 yang digelar di markas besar New York pada 22–29 September 2025 yang membahas deklarasi kemerdekaan untuk Palestina, meski Kejahatan Israel masih terus berlangsung di Gaza, Palestina menjadi sorotan pembaca Minanews.net sepekan 22-28 September 2025.
Sidang Umum PBB menempatkan isu Palestina sebagai salah satu fokus utama. Dalam agenda pembukaan, digelar High-level International Conference yang secara khusus membahas penyelesaian damai masalah Palestina dan implementasi solusi dua negara.
Konferensi ini menyoroti semakin parahnya krisis kemanusiaan di Gaza, sekaligus mendesak komunitas internasional untuk menekan Israel agar menghentikan agresi militer. Banyak negara anggota menekankan perlunya langkah nyata, bukan hanya resolusi politik, untuk memastikan perlindungan warga sipil Palestina dan memperkuat mandat Otoritas Palestina.
Sejumlah pemimpin dunia dalam pernyataannya mengkritik keras blokade serta serangan yang dilakukan Israel. Mereka menilai tindakan tersebut telah melanggar hukum internasional dan Piagam PBB. Namun, perbedaan pandangan tetap muncul, terutama dari negara-negara sekutu Israel yang cenderung defensif terhadap seruan sanksi internasional.
Hingga September 2025, lebih dari 140 negara anggota PBB secara resmi mengakui kemerdekaan Palestina sebagai sebuah negara berdaulat. Dukungan datang dari mayoritas negara Asia, Afrika, Timur Tengah, Amerika Latin, hingga beberapa negara Eropa. Negara-negara besar seperti Indonesia, Turki, Afrika Selatan, Rusia, Tiongkok, dan India termasuk dalam barisan pendukung kuat pengakuan tersebut. Sebaliknya, beberapa negara, di antaranya Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Kanada, Jepang, dan Australia, masih menolak memberikan pengakuan resmi terhadap Palestina.
Meski demikian, momentum sidang ke-80 ini dianggap bersejarah karena menjadi tonggak baru bagi upaya diplomatik dalam mewujudkan solusi dua negara. Harapannya, keputusan dan deklarasi yang dihasilkan tidak berhenti pada retorika, tetapi berlanjut pada langkah nyata yang bisa membuka jalan bagi perdamaian di Timur Tengah.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menuai kecaman usai pidatonya di Sidang Majelis Umum PBB, 27 September 2025 atas Klaim kebohongan yang menyesatkan.
Dalam pidato itu, Netanyahu menyatakan banyak kebohongan salah satunya tidak ada kelaparan di Gaza dan menegaskan Israel telah memfasilitasi ribuan truk bantuan.
Baca Juga: Sabtu Dini Hari, Pasukan Israel Serang Al-Quds dan Tepi Barat
Namun, data PBB dan lembaga kemanusiaan membantah klaim tersebut. Laporan menunjukkan warga Gaza mengalami kelaparan parah, bahkan hingga menimbulkan korban jiwa. Jumlah bantuan yang masuk pun disebut jauh lebih sedikit dari yang disampaikan Netanyahu.
Netanyahu juga menolak tuduhan genosida, menyebutnya sebagai “fitnah darah.” Pernyataan itu dipertanyakan karena temuan komisi independen PBB menilai tindakan Israel berpotensi memenuhi unsur genosida.
Fakta sebaliknya, bahwa Israel telah menjatuhkan lebih dari 200 ribu ton bahan peledak yang membunuh lebih dari 64 ribu warga sipil, termasuk 20 ribu anak-anak dan 10.500 perempuan, serta melenyapkan ribuan keluarga dari catatan sipil.
Sejumlah delegasi negara melakukan aksi walkout saat Netanyahu berbicara, sebagai tanda protes atas pernyataannya yang dinilai menyesatkan.
Baca Juga: Hamas: Pelucutan Senjata Tanpa Negara Palestina Akan Picu Kekacauan di Gaza
Kejahatan Israel Masih Berlangsung di Gaza
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Turk, menyatakan bahwa situasi di Jalur Gaza dan Tepi Barat saat ini berada dalam kondisi yang sangat mengerikan.
Ia menegaskan, Israel telah berulang kali melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, khususnya di Gaza.
“Jika Anda melihat semua pernyataan yang telah saya buat, saya berbicara tentang Gaza hampir setiap pekan,” kata Turk dalam konferensi pers di Jenewa, Jumat (26/9), seperti dikutip Anadolu Agency.
Baca Juga: Israel Ngemis ke Jerman Cabut Larangan Ekspor Senjata dan Peringatan Perjalanan ke Negaranya
Di lain tempat, Dokter Nagham Abu Hamila, relawan kemanusiaan yang melaporkan langsung dari Kota Gaza untuk Global Sumud Flotilla, menegaskan bahwa klaim adanya “zona aman” di Gaza adalah propaganda belaka.
“Kepada seluruh manusia di bumi, mereka terus mengatakan ada zona aman di Gaza… tapi kenyataannya tidak ada hal semacam itu. Utara, selatan, setiap tempat dibombardir,” kata Nagham melalui pernyataan videonya yang diterima MINA, Jumat (26/9).
Ia menjelaskan, pada pagi hari, serangan udara penjajah Zionis Israel menghantam sebuah rumah tepat di samping lokasi penampungan sementara yang dihuni keluarga-keluarga pengungsi.
“Tidak ada peringatan, tidak ada ancaman. Orang-orang tidak punya tempat untuk lari, tidak punya tempat untuk bersembunyi. Kebenarannya adalah tidak ada tempat aman di Gaza,” tegasnya.
Baca Juga: Lebih dari Satu Juta Perempuan dan Anak Gaza Butuh Bantuan Pangan Mendesak
Pernyataan tersebut sekaligus membantah narasi yang kerap disampaikan otoritas penjajah Zionis Israel terkait penetapan wilayah “aman” maupun “kemanusiaan” bagi warga sipil.
Menurut Nagham, istilah tersebut hanya digunakan sebagai propaganda untuk menutupi kenyataan bahwa serangan diarahkan ke seluruh wilayah, tanpa membedakan kawasan sipil.
Data korban di Gaza Sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023, berdasarkan laporan dari Kementerian Kesehatan Palestina dan sumber medis terkait, sekitar 63.700 orang atau lebih telah dibunuh (syahid) di Gaza dan lebih dari 161.200 orang terluka.
Kondisi di Gaza terus memburuk menyusul blokade berkepanjangan dan gempuran militer penjajah Zionis Israel yang tidak henti-hentinya.
Baca Juga: Eks Tahanan Gilboa Ungkap Penyiksaan Sadis di Penjara Israel, Ben-Gvir Terlibat
Sehingga jumlah ini terus meningkat karena konflik masih berlangsung dan ruang gerak bantuan kemanusiaan terbatas. Banyak korban tewas yang belum teridentifikasi, sebagian masih berada di bawah puing-puing, dan beberapa daerah sulit dijangkau oleh tim medis.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Trump dan Putin Akan Bertemu di Hungaria Bahas Gencatan Senjata Rusia-Ukraina