Peraturan Pemerintah (PP) No 31 tahun 2019 tentang Pelaksanaan atas UU No 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada Senin (29/4).
Terkait ini, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa terbitnya PP JPH menandai keharusan mulai menerapkannya operasional sertifikasi penjaminan produk halal di Indonesia tahun 2019 ini.
“UU memberi batas per 17 Oktober 2019 untuk implementasi jaminan produk halal. Alhamdulillah, PP nya sudah terbit. Kewajiban sertifikasi halal akan diterapkan secara bertahap, dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan termasuk kepentingan dunia usaha,” kata Lukman usai Raker dengan Komisi VIII DPR di Senayan, pada Kamis malam (16/5), demikian siaran tertulis yang diterima MINA.
Meski telah ditandatangani presiden, namun pelaksanaan Undang-undang JPH masih membutuhkan Peraturan Menteri Agama (PMA).
Baca Juga: [WAWANCARA EKSKLUSIF] Ketua Pusat Kebudayaan Al-Quds Apresiasi Bulan Solidaritas Palestina
“Detail pentahapan akan diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA),” tambah Lukman.
Lukman menjelaskan, ada empat regulasi yang tengah disiapkan dan akan segera disahkan. Pertama, Rancangan Peraturan Menteri Agama (RPMA) tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal. Kedua, RPMA tentang Produk yang Belum Bersertifikat Halal pada 17 Oktober 2019 dan Penahapan Jenis Produk yang Wajib Bersertifikat Halal.
Regulasi ketiga, Rancangan Keputusan Menteri Agama (RKMA) tentang Bahan yang Berasal dari Tumbuhan, Hewan, Mikroba, dan Bahan yang Dihasilkan melalui Proses Kimiawi, Proses Biologi, atau Proses Rekayasa Genetik yang Diharamkan Berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Dan keempat, RKMA tentang Jenis Produk Wajib Bersertifikat Halal.
“Pembahasan RPMA dan RKMA ini sudah dilakukan, difasilitasi Setwapres (Sekretariat Wakil Presiden). Pembahasannya melibatkan Kementerian/ Lembaga terkait dan asosiasi pelaku usaha,” jelasnya.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
Lukman melanjutkan, mengenai biaya atau tarif sertifikasi halal, sedang disiapkan juga satu Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
“Biaya yang harus dibayarkan para pelaku usaha akan sangat terjangkau,” ujarnya.
Di tempat terpisah, Kepala BPJPH, Sukoso menjelaskan, kewajiban sertifikasi halal ini berlaku terhadap jenis barang meliputi makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, dan barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.
“Barang gunaan yang wajib bersertifikat halal hanya barang yang mengandung unsur hewan. Adapun untuk barang yang wajib sertifikasi tetapi tidak lolos sertifikasi, produk tersebut tetap boleh beredar di Indonesia dengan catatan harus mencantumkan logo/simbol tertentu yang menjelaskan ke publik tentang status kehalalannya,” tegasnya .
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
“Untuk produk impor, dapat dipasarkan di Indonesia setelah disertifikasi oleh lembaga sertifikasi halal di luar negeri, yang telah menjalin kerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH),” tambahnya.
Saat rapat bersama Menag, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI TB Ace Hasan Syadzily juga menegaskan, kehalalan produk tidak lagi semata kewajiban agama, tapi sudah jadi gaya hidup.
“Karenanya, ke depan , BPJPH harus lebih intensif mensosialisasikan ke masyarakat tentang regulai atau UU yang mengatur Jaminan Produk Halal (JPH),” tegasnya.
Kerjasama dengan MUI
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Menag Lukman Hakim Saifuddin menegaskan, dalam ketentuan PP ini peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam proses sertifikasi halal tetap sentral. MUI memberikan fatwa halal atau tidaknya produk, sedangkan BPJPH dan instansi terkait akan fokus pada aspek operasional, administrasi/keuangan, kerja sama dan edukasi.
Lebih lanjut Menag menjelaskan, kerjasama BPJPH dengan MUI meliputi tiga hal.
Pertama, kewenangan penetapan kehalalan suatu produk adalah MUI.
“Otoritas yang menyatakan kehalalan produk, halal atau tidak itu hanya di MUI melalui fatwa. Itu dijamin UU JPH. Keputusan penetapan halal produk itu menjadi dasar bagi JPH menerbitkan Sertifikat Halal,” katanya.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Kedua, kewenangan akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) ada di MUI. Artinya, institusi yang melakukan, atau yang mengakreditasi bagi LPH adalah MUI.
Ketiga, LPH dalam bekerja harus memiliki auditor halal. Lembaga yang berwenang mengeluarkan sertifikat bagi auditor halal adalah MUI.
Lantas apa kewenangan BPJPH? “Salah satunya adalah registrasi produk untuk memperoleh sertifikat halal. Mulai 17 Oktober nanti, BPJPH punya kewenangan untuk action,” ujar Menag.
Sinergi Implementasi
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Kepala BPJPH Sukoso mengatakan, proses penjaminan produk halal akan dilakukan secara sinergis sesuai kewenangan yang diatur dalam regulasi. Selaku leading sector, BPJPH akan segera memfinalisasi kesepakatan kerjasama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait sertifikasi halal untuk produk yang memerlukan ijin edar dari BPOM.
“Diharapkan nantinya proses sertifikasi dan proses pengajuan/perpanjangan ijin edar dapat disatukan, sehingga akan lebih mudah dan efisien,” tutur Sukoso.
Sinergi juga akan dilakukan BPJPH dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN). Pada tahap awal, ketiga pihak ini akan menerbitkan “Buku Pintar Jaminan Produk Halal”, untuk memberikan penjelasan kepada publik, khususnya para pelaku usaha, tentang berbagai hal praktis terkait Jaminan Produk Halal.
“Buku ini akan disusun dengan bahasa yang sederhana dan pendekatan yang user-friendly. Buku tersebut diharapkan akan memberikan pemahaman yang benar kepada publik,” ujarnya.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Kerjasama juga akan dilakukan dengan Kementerian/Lembaga terkait, juga perguruan tinggi. Selain dengan BPOM, sinergi juga dijalin dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Koperasi dan UMKM.
“MoU kerjasama ini telah dibahas secara bilateral dan saat ini dalam proses finalisasi sebelum dilakukan penandatanganan,” jelas Sukoso.
“Finalisasi pembahasan draf Perjanjian Kerjasama juga sudah dilakukan antara Kementerian Agama dan Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan Komite Akreditasi Nasional (KAN). Setelah terbit PP, penandatanganan MoU segera dilakukan,” sambungnya.
Sementara dengan LPH, lanjut Sukoso, kerjasama dilakukan untuk pemeriksaan dan/atau pengujian produk. LPPOM MUI sesuai amanat UU JPH menjadi LPH dengan mengikuti ketentuan yang terdapat pada UU JPH.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Sinergi bersama LPH juga dilakukan dengan Perguruan Tinggi. Hingga saat ini telah dilaksanakan 79 visitasi ke Perguruan Tinggi/ Lembaga guna percepatan pendirian LPH. Dari hasil 79 visitasi tersebut, 34 Perguruan Tinggi/Lembaga sudah menandatangani MoU dengan BPJPH.
“34 Perguruan Tinggi/Lembaga sebagai calon LPH tersebut telah mengirimkan masing-masing tiga orang calon auditor halal untuk mengikuti diklat dari Kementerian Agama,” jelas Sukoso.
Untuk Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN), Sukoso menjelaskan bahwa saat ini sudah ada 45 lembaga yang berkerjasama dengan MUI sebagai Halal Certificate Body. Namun, beberapa Halal Certificate Body sudah berakhir masa berlakunya. “Kondisi saat ini, terdapat 21 LHLN yang mengajukan kerja sama dengan BPJPH,” paparnya.
“Alhamdulillah sejumlah tahapan persiapan sudah dilakukan. Terbitnya PP akan mendorong BPJPH untuk segera mengimplementasikan tugas penjamin produk halal di Indonesia. Insya Allah, ini akan segera kami lakukan bertahap,” tambahnya. (A/R10/P1)
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang