Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

PP Kesehatan Jadi Penguat Perlindungan Masyarakat dari Zat Adiktif Rokok

Rana Setiawan Editor : Widi Kusnadi - Kamis, 1 Agustus 2024 - 01:39 WIB

Kamis, 1 Agustus 2024 - 01:39 WIB

42 Views

Ilustrasi Puntung Rokok. (Shutterstock)

Jakarta, MINA – Peraturan pelaksana Undang-undang (UU) tentang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 baru saja disahkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28 tahun 2024 tentang Kesehatan.

Di dalamnya terdapat bagian Pengamanan Zat Adiktif yang mengatur peredaran, pemasaran, dan konsumsi produk zat adiktif tembakau dan rokok elektronik (pasal 429 – 463), yang menjadi perhatian masyarakat sipil.

Pengaturan di dalam bagian Pengamanan Zat Adiktif ini, diharapkan mampu memberikan perlindungan yang kuat kepada masyarakat terhadap produk zat adiktif dari produk tembakau atau rokok yang terus meningkat konsumsinya di Indonesia, terutama pada anak-anak dan remaja.

Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau, Prof Hasbullah Thabrany, menyampaikan, meski regulasi ini belum ideal, pihaknya mengapresiasi Presiden Jokowi yang telah menandatangani PP Kesehatan ini.

Baca Juga: Bahaya Bullying, Tinjauan Ilmiah dan Perspektif Islam

“Disadari sulitnya pengaturan pengendalian produk zat adiktif tembakau yang lebih ketat dan sempurna di PP ini mengingat intervensi dan tekanan yang luar biasa oleh industri rokok dan pendukungnya,” kata Hasbullah dalam temu media di Jakarta, Rabu (31/7).

Di kesempatan yang sama, Hasbullah juga menanggapi berbagai tanggapan di media dari para pendukung industri hasil tembakau, yang membenturkan isu kesehatan dengan isu ekonomi.

Dia mengatakan, kepentingan ekonomi justru sangat bergantung pada kualitas kesehatan SDM kita.

“Dengan adanya PP Kesehatan yang mengatur dengan lebih baik untuk pengamanan zat adiktif, maka diharapkan angka kesakitan dan kematian akan turun, kualitas kesehatan membaik, BPJS tidak defisit dan prevalensi stunting serta TB turun,” ujar Hasbullah.

Baca Juga: Manfaat Susu bagi Kesehatan

“Maka SDM sehat dan tidak menggunakan uangnya untuk membeli produk yang unproductive bahkan berbahaya, akan ikut membangun negeri dan akhirnya kita benar-benar mampu mewujudkan Generasi Emas Indonesia,” tambahnya lagi.

Ketua Tobacco Control Support Center – Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI), dr. Sumarjati Arjoso, SKM, mengatakan, PP ini juga mengamanatkan penerapan aturan yang mengikat pada kementerian-kementerian teknis terkait.

“Sehingga beban masalah konsumsi rokok yang tinggi di negara ini bukan hanya tugas Kementerian Kesehatan, mengingat dampaknya yang juga multi-sektor,” katanya.

Sumarjati juga menambahkan, peran Pemerintah Daerah yang juga akan sangat besar dalam penerapan aturan ini dan menjadi bagian yang sangat penting, sehingga diharapkan pemerintah daerah turut pro-aktif dalam implementasi di daerahnya masing-masing.

Baca Juga: Indonesia Lakukan Operasi Jantung Robotik untuk Pertama Kalinya

Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI), Ir. Aryana Satrya, M.M, Ph.D., menyatakan, sangat disayangkan masih banyak celah pada bagian Pengamanan Zat Adiktif di PP ini yang akan melemahkan upaya pengendalian tembakau ke depan.

Menurutnya, aturan-aturan seperti jumlah 20 batang per kemasan yang hanya berlaku untuk rokok putih sedangkan perokok Indonesia merokok rokok kretek.

Selain itu, larangan iklan yang hanya berlaku di media sosial sedangkan media digital selain media sosial begitu masif iklan rokoknya, tentu akan menjadi celah kelemahan PP ini yang tujuannya memberikan perlindungan masyarakat dari bahaya rokok dan rokok elektronik.

Kegiatan tersebut digelar Komnas Pengendalian Tembakau, Tobacco Control Support Center – Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI), dan Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI).

Baca Juga: Puluhan Ribu Anak Papua Barat Terima Vaksin Polio 

Indonesia menjadi salah satu negara dengan prevalensi merokok tertinggi di dunia. Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 menyebutkan 34,5% dari seluruh penduduk Indonesia adalah perokok, dengan penambahan jumlah perokok dewasa 8,8 juta orang dalam sepuluh tahun terakhir dan peningkatan konsumsi rokok elektronik 10 kali dalam satu dekade, serta prevalensi perokok laki-laki yang masih menempati posisi tertinggi di dunia.

Di sisi lain, perokok usia pelajar 10-18 tahun sebesar 7,4% (Survei Kesehatan Indonesia, 2023) yang terancam perkembangan otaknya akibat adiksi nikotin.

Sementara itu, penyakit tidak menular mematikan seperti stroke, penyakit jantung, dan kanker paru dengan faktor risiko utama merokok terus meningkat, dan menempati posisi-posisi teratas klaim jaminan kesehatan BPJS. Ditambah dampak lain, seperti sulitnya pengentasan kemiskinan dan penurunan prevalensi stunting yang salah satunya juga dipicu oleh konsumsi rokok.[]

 

Baca Juga: Kemenkes Bantu Korban Terdampak Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

MINA Health
Indonesia
Internasional