Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Praktisi: Penanganan Narkoba Perlu Ritme

Rudi Hendrik - Rabu, 1 Maret 2017 - 17:59 WIB

Rabu, 1 Maret 2017 - 17:59 WIB

949 Views

Praktisi: Penanganan <a href=

Narkoba Perlu Ritme" width="300" height="225" /> Kepala BNN Budi Waseso saat menjelaskan penyitaan 32 kilogram sabu yang hendak diselundupkan dari Malaysia melalui Medan. (Foto: Rina/MINA)

Jakarta, 2 Jumadil Akhir 1438/1 Maret 2017 (MINA) – Penyebaran dan pengguna obat terlarang narkoba di Indonesia tiap tahun makin meningkat.  Menurut praktisi kesehatan ada cara yang kurang tepat dalam penanganan narkoba di Indonesia.

Alfi Alfian, praktisi kesehatan herbal yang dulunya seorang pemakai, menjelaskan penanganan ketat bagi pengguna narkoba di Indonesia bisa diselesaikan dengan meningkatkan pendekatan psikologis daripada menetapkan hukuman penjara walau cuma satu tahun.

“Bukan ditangkap. Mereka itu bukan tersangka kriminal. Mereka butuh pendekatan, kalau kita sudah dekat secara psikologis, mereka akan lakuin apa yang kita lakuin,” katanya saat diwawancarai MINA baru-baru ini.

Alfi mencontohkan, pendekatan psikologis ini juga diakui sebagai cara benar oleh terpidana bandar narkoba Freddy Budiman yang akhir tahun lalu dihukum mati.

Baca Juga: Kota Semarang Raih Juara I Anugerah Bangga Berwisata Tingkat Nasional

“Pendekatan kaya kemaren Freddy Budiman ya? Terakhir dia bilang apa? ini cara yang bener nih bapak ini, kenapa? Dia mendekati saya secara persuasif,” tambahnya sambil (menirukan ucapan Freddy.

Pria yang lulusan kesehatan UI tersebut juga mengatakan penanganan pengguna narkoba ibarat seperti menggenggam pasir, tidak boleh terlalu kencang atau longgar jika ingin tidak terjatuh.

“Ketika pasir digenggam full, dia akan tumpah. Ketika pasir dipegang longgar dia akan jatuh semua, jadi memang harus pake ritme,” katanya.

Ketika ditanya alasan jika pengguna ditahan, Alfi menjelaskan, di lembaga pemasyarakatan pun sudah diketahui menjadi pasar lain penyebaran narkoba. “Tidak ada yang menjamin di dalam lapas bebas narkoba,” ujarnya.

Baca Juga: Banjir Rob Jakarta Utara Sebabkan 19 Perjalanan KRL Jakarta Kota-Priok Dibatalkan

Saat menjadi pemakai, Alfi mengaku peredaran narkoba sangat tidak terdeteksi dan rahasia. Penjual atau pengedar biasanya menggunakan telepon genggam sejenis polyphonic yang tidak memiliki GPS seperti pada telepon pintar masa kini. Di samping itu, pengedar juga mengganti nomornya tiap kali satu transaksi sehingga menyulitkan aparat melacak mereka.

“Jadi memang setiap orang punya kode masing masing. Nama samaran. Jadi mereka tidak tau satu sama lain. Dia cuma pakai nomor telepon hari ini pake ini, patahin, buang. Besok telepon lagi pakai nomor lain. Patahin, dan  buang. Terus begitu,” ungkapnya.

Bagi sebagian pemakai, cara rahasia ini dianggap aman sehingga mereka berani masuk ke dunia ini. Menurutnya, para pemakai di kalangan muda biasanya berdalih mencari ketenangan dengan menggunakan obat terlarang ini.

“Saking depresinya, mereka mencari ketenangan dari dunia ini, mereka merasa orang lain tidak mengerti masalah yang mereka alami. Kalau dihubungkan dengan kemiskinan, saya rasa tidak, karena beli narkoba juga pakai uang,” tegas Alfi. (L/NMT/RE1/R01)

Baca Juga: Banjir Rob Rendam Sejumlah Wilayah di Pesisir Jakarta Utara

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Presiden Prabowo Beri Amnesti ke 44 Ribu Narapidana

Rekomendasi untuk Anda

MINA Health
Indonesia
Amerika
Indonesia
Indonesia