Pre-wedding, atau sesi pemotretan yang dilakukan sebelum acara pernikahan, bukan bagian dari syariat Islam. Dalam Islam, segala bentuk interaksi antara laki-laki dan perempuan yang belum menikah harus mengikuti aturan-aturan tertentu untuk menjaga kehormatan dan batas-batas yang telah ditetapkan oleh syariat.
Ada beberapa alasan mengapa pre-wedding tidak termasuk dalam syariat Islam, di antaranya sebagai berikut.
Pertama, interaksi sebelum pernikahan. Dalam pre-wedding, pasangan yang belum resmi menikah biasanya melakukan interaksi yang bisa melibatkan sentuhan fisik atau kedekatan yang tidak diperbolehkan dalam Islam sebelum akad nikah. Islam menekankan pentingnya menjaga batasan antara laki-laki dan perempuan yang belum menjadi mahram.
diriwayatkan dari Ma’qil bin Yasar, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
Baca Juga: Di Balik Hijab, Ada Cinta
لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ
“Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.” (HR. Thobroni dalam Mu’jam Al Kabir 20: 211. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Hadits ini sudah menunjukkan kerasnya ancaman perbuatan tersebut, walau hadits tersebut dipermasalahkan keshahihannya oleh ulama lainnya.
Kedua, potensi kemudharatan. Foto-foto pre-wedding sering kali dipublikasikan atau dibagikan di media sosial, yang dapat menimbulkan fitnah atau pandangan negatif dari orang lain. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa sesi pemotretan ini bisa menimbulkan godaan atau mengundang perasaan yang tidak sesuai sebelum resmi menikah.
Ketiga, kehormatan dan kesucian pernikahan: Islam mengajarkan bahwa hubungan suami istri dimulai setelah akad nikah. Segala sesuatu yang menggambarkan hubungan suami istri sebelum akad dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap kesucian pernikahan.
Keempat, kebudayaan yang bercampur. Pre-wedding adalah tradisi yang lebih banyak dipengaruhi oleh budaya daripada agama. Islam tidak menetapkan ritual semacam ini sebagai bagian dari proses pernikahan.
Baca Juga: Menjadi Pemuda yang Terus Bertumbuh untuk Membebaskan Al-Aqsa
Meskipun pre-wedding tidak secara langsung dilarang dalam syariat, praktik ini sebaiknya dipertimbangkan dengan hati-hati sesuai dengan nilai-nilai Islam. Jika ada keraguan, lebih baik menghindari hal-hal yang dapat mendekatkan diri pada tindakan yang tidak sesuai dengan syariat.
Asal Muasal Pre-wedding
Pre-wedding photoshoot, atau sesi pemotretan sebelum pernikahan, merupakan praktik yang relatif baru dan lebih terkait dengan perkembangan budaya modern daripada tradisi agama atau adat tertentu. Berikut ini adalah asal muasal dan perkembangan pre-wedding:
Pertama, Pengaruh Budaya Barat
Baca Juga: Muslimat Pilar Perubahan Sosial di Era Kini
Pre-wedding berasal dari budaya Barat, di mana pasangan yang akan menikah mengadakan sesi foto sebelum hari pernikahan mereka. Foto-foto ini biasanya digunakan untuk undangan, buku tamu, atau dekorasi pada saat acara pernikahan.
Dengan semakin meningkatnya budaya visual, terutama di era media sosial, pre-wedding menjadi cara untuk merayakan dan mengabadikan momen kebersamaan sebelum menikah. Bagi sebagian orang, pre-wedding dianggap sebagai budaya modern.
Kedua, Pengaruh Industri Fotografi
Industri fotografi yang berkembang pesat mendorong fotografer untuk menawarkan layanan baru yang kreatif, termasuk sesi foto pre-wedding. Fotografer sering mengusulkan konsep yang romantis, artistik, atau bahkan tematik untuk sesi ini.
Baca Juga: Tujuh Peran Muslimah dalam Membela Palestina
Selain itu, layanan pre-wedding menjadi bagian dari paket pernikahan yang ditawarkan oleh banyak fotografer dan studio foto, sehingga praktik ini semakin populer di kalangan pasangan yang akan menikah.
Ketiga, Globalisasi dan Adaptasi Budaya
Melalui pengaruh media global dan tren internasional, konsep pre-wedding menyebar ke berbagai negara, termasuk negara-negara di Asia dan negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim.
Di banyak tempat, tradisi ini diadaptasi sesuai dengan budaya lokal, meskipun esensinya tetap sama, yaitu pengambilan foto sebelum hari pernikahan.
Baca Juga: Muslimah dan Masjidil Aqsa, Sebuah Panggilan untuk Solidaritas
Keempat, Media Sosial dan Pameran Estetika
Era digital memainakan peran penting. Dengan popularitas media sosial seperti Instagram dan Facebook, pre-wedding menjadi bagian dari estetika visual yang dipamerkan oleh pasangan. Foto-foto ini sering kali diposting sebagai bagian dari perjalanan menuju pernikahan mereka.
Bisa juga sebagai pencitraan pribadi. Pasangan menggunakan pre-wedding untuk mengekspresikan gaya hidup, minat pribadi, dan cerita cinta mereka melalui gambar-gambar yang diambil sebelum pernikahan.
Kelima, Perkembangan di Asia dan Indonesia
Baca Juga: Penting untuk Muslimah, Hindari Tasyabbuh
Di Asia, khususnya di negara-negara seperti Korea Selatan, Jepang, dan Tiongkok, pre-wedding telah menjadi tradisi yang sangat populer. Indonesia kemudian mengadopsi tren ini, dan kini menjadi bagian dari banyak pernikahan modern.
Pengaruh kapitalis sehingga lahir industri pernikahan. Di Indonesia, pre-wedding sering dianggap sebagai bagian dari persiapan pernikahan yang penting dan telah menjadi bagian dari industri pernikahan yang semakin besar.
Keenam, Pengaruh Sekularisme
Praktik pre-wedding berkembang seiring dengan komersialisasi pernikahan. Dalam masyarakat sekuler, di mana agama mungkin tidak selalu menjadi pusat dari kehidupan sosial, pre-wedding dilihat sebagai bentuk ekspresi pribadi yang tidak terbatas pada aturan agama.
Baca Juga: Peran Muslimat dalam Menjaga Kesatuan Umat
Pre-wedding tidak berdasarkan syariat. Karena asalnya bukan dari ajaran agama, pre-wedding tidak mengikuti prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam syariat Islam, seperti menjaga interaksi antara laki-laki dan perempuan yang belum menikah seperti berduaan (khalwat) atau berpose dengan cara yang tidak pantas sebelum akad nikah..
Banyak ulama dan cendekiawan Muslim yang menilai pre-wedding sebagai praktik yang sebaiknya dihindari karena dapat mendekatkan pada perilaku yang tidak sesuai dengan etika Islam.
Pre-wedding adalah produk dari budaya global modern yang mencerminkan bagaimana masyarakat saat ini memandang pernikahan sebagai momen yang bukan hanya sakral, tetapi juga sebagai kesempatan untuk mengekspresikan diri secara kreatif dan estetis. Bagi Anda pemuda pemudi Muslim yang sudah faham dengan syariat Islam, maka hindarilah pre-wedding. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Derita Ibu Hamil di Gaza Utara