Oleh: Andi Muh. Akhyar, M.Sc.; Mahasiswa Program Doktor Ilmu Falak King Abdulaziz University, Arab Saudi
Sebuah analogi. Jika mobil melaju pada lintasan bebas hambatan dengan kecepatan tetap 100 km per jam, maka dapat diketahui bahwa dalam waktu satu jam ke depan, mobil tersebut akan menempuh jarak 100 km. Dalam waktu dua jam, akan menempuh 200 km. Dalam waktu 10 jam, akan menempuh 1.000 km.
Demikian pula dengan bulan yang melaju pada lintasan (manzilah) yang tetap bebas hambatan dengan kecepatan yang tetap. Posisinya dapat diketahui dengan pasti. Dalam waktu satu hari akan berada di mana, dalam waktu dua hari posisinya di mana, dan seterusnya. Karena dalam Islam peneruan awal bulan setelah tanggal 29, dalam artian setelah bulan menempuh waktu 29 hari, maka dapat diketahui pula secara pasti posisi bulan pada hari tersebut.
Muhammadiyah dan Arab saudi menetapkan 1 Ramadhan 1445 H lebih dulu, yaitu pada tanggal 11 Maret 2024. Dengan demikian, 29 Ramadhannya akan jatuh pada tanggal 8 April. Hasil perhitungan dengan akurasi tinggi menunjukkan bahwa posisi bulan pada hari itu saat matahari terbenam adalah di bawah ufuk. Artinya, bagi Muhammadiyah yang menganut hisab wujudul hilal, syarat awal bulannya belum terpenuhi. Muhammadiyah mensyaratkan bulan harus di atas ufuk pada tanggal 29 Ramadhan.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Demikian pula dengan Arab Saudi yang menggunakan metode rukyat dalam penetapannya. Metode ini mempersyaratkan terlihatnya hilal dengan mata pada tanggal 29 Ramadhan. Karena hilal sudah di bawah ufuk saat matahari terbenam, tentu hilalnya sudah lebih dulu terbenam dibandingkan matahari. Sehingga, mustahil bagi para perukyat di Arab Saudi untuk bisa melihat hilal pada tanggal 8 April.
Oleh karena itu, keduanya sama-sama akan menggenapkan bulan Ramadhan jadi 30 hari sehingga 1 Syawal 1445H akan jatuh pada tanggal 10 April 2024.
Adapun Ormas Persatuan Islam (Persis), Pemerintah Indonesia (Kemenag), Nahdatul Ulama (NU), Wahdah Islamiyah (WI), dan ormas Islam resmi lainnya menetapkan 1 Ramadhan bertepatan dengan Selasa 12 Maret 2024. Implikasinya, 29 Ramadannya juga akan lebih lambat sehari, pada 9 April 2024. Posisi bulan pada saat matahari terbenam hari itu berada diatas ufuk dengan ketinggian 4,88 derajat di Papua hingga 7,63 derajat di Aceh. Elongasinya sekitar 8,39 derajat di Papua hingga 10,22 derajat di Aceh.
Bagi ormas Persis yang menetapkan awal bulannya dengan hisab imkanurukyat, posisi tersebut sudah memenuhi kriteria imkanurukyat Persis. Bagi kemenag, NU, dan WI, karena mereka menerapkan metode rukyat, maka penentuannya harus menunggu laporan para perukyat dari ratusan titik yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Jika ada satu saja yang bersaksi melihat hilal di wilayah Indonesia, maka bulan Ramadan hanya 29 hari dan 1 Syawal pada 10 April. Jika tidak ada laporan, maka Ramadhan akan digenapkan 30 hari.
Rekor hilal yang pernah di rukyat BMKG pada tahun 2016 di Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah tinggi 6,21 derajat dan elongasi 7,89 derajat. Posisi hilal pada tanggal 9 April 2024 masih lebih tinggi dibanding hilal tersebut,sehingga diprediksi hilal 1 Syawal 1445 H akan terukyat di Indonesia.
Oleh karena itu, baik pemerintah Indonesia dan ormas Islam yang menetapakn awal Ramadannya pada tanggal 12 Maret 2024, hanya akan berpuasa selama 29 hari. Tentu, 1 Syawal 1445 H akan jatuh pada hariRabu tanggal 10 April 2024.
Dengan demikian, pemerintah Arab Saudi dan Indonesia (beserta omas-ormas Islam), akan berlebaran pada hari yang sama, Rabu, 10 April 2024. Wallahu a’lam. (AK/R1/RS2).
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat