Ramallah, MINA – Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas menyatakan pada Rabu (6/12), keputusan pemerintah AS tentang Yerusalem adalah ibu kota Israel melanggar semua resolusi dan kesepakatan internasional serta bilateral.
Namun bagi Abbas, keputusan tersebut “tidak akan memberikan sedikitpun legitimasi Israel di Yerusalem (Al-Quds)”.
“Pemerintah AS lebih suka mengabaikan dan bertentangan dengan konsensus internasional yang dinyatakan berbagai negara, pemimpin dunia, pemimpin spiritual dan organisasi regional selama beberapa hari terakhir mengenai masalah Yerusalem,” tegasnya, seperti dirilis media lokal berbahasa Arab Quds Press.
Ia mengatakan dalam sebuah pidato sebagai tanggapan atas keputusan Presiden Trump yang menyebutkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Baca Juga: Puluhan Pemukim Yahudi Serbu Masjid Al-Aqsa
Abbas menambahkan, tindakan AS ini juga berarti mendorong Israel untuk melanjutkan pendudukan, tindakan ‘apartheid’ dan pembersihan etnis.
Ia menekankan, tindakan-tindakan tersebut justru “melayani kelompok-kelompok ekstremis yang mencoba mengubah konflik di wilayah kita menjadi perang agama. Ini akan semakin menyeret wilayah tersebut dalam situasi kritis di tengah konflik internasional dan perang tanpa henti.”
“Tindakan tercela ini merupakan perusakan yang disengaja dari semua upaya perdamaian. Ini juga artinya sebuah deklarasi bahwa Amerika Serikat akan menarik diri dari memainkan peran yang telah dimainkannya dalam beberapa dekade terakhir dalam mensponsori proses perdamaian,” lanjutnya.
Presiden Abbas juga menunjukkan bahwa “pemimpin Palestina terus memantau perkembangan situasi serta menyusun keputusan dan tindakan yang tepat.”
Baca Juga: Israel Kembali Serang Sekolah di Gaza, 7 Orang Syahid
Dia menambahkan, hari-hari mendatang akan menyaksikan seruan berbagai badan kepemimpinan Palestina ke pertemuan darurat untuk menghadapi hal itu.
“Kami akan memanggil Dewan Pusat Organisasi Pembebasan Palestina untuk mengadakan sebuah sesi darurat, kami akan memanggil semua faksi untuk mengkonfirmasi posisi bersatu nasional Palestina, dan memberikan semua pilihan di hadapannya,” ujarnya.
Pada Rabu (6/12), Presiden AS Donald Trump mengumumkan Yerusalem ibukota Israel dalam sebuah pidato di Gedung Putih.
Departemen Luar Negeri AS akan memulai persiapan untuk pengiriman kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem setelah enam bulan ke depan.
Baca Juga: Al-Qassam Tembak Mati Tentara Zionis! Perlawanan Gaza Membara di Tengah Genosida
Dalam sebuah pidato di televisi, Trump berkata, “Saya berjanji untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel,” menunjukkan bahwa Israel memiliki hak untuk menentukannya.
Selama lebih dari 20 tahun, presiden AS menolak untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
“Banyak presiden mengatakan mereka ingin melakukan sesuatu dan mereka tidak melakukannya, entah itu keberanian mereka atau mereka berubah pikiran, saya tidak bisa memberi tahu Anda,” pidato Trump.
Dia menekankan bahwa “langkah untuk menyebut Yerusalem sebagai ibukota Israel adalah sebuah keputusan yang sebenarnya terlalu terlambat untuk dikeluarkan,”, dan menekankan bahwa “strategi yang telah kami adopsi di Timur Tengah pada masa lalu tidak berhasil.”
Baca Juga: Israel Halangi Evakuasi Jenazah di Gaza Utara
Pada saat yang sama, Trump menegaskan komitmen negaranya untuk “mencapai perdamaian yang abadi dan komprehensif di kawasan ini meskipun ada perbedaan dengan berbagai pihak.” (T/RS2/R01)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Keluarga Tahanan Israel Kecam Pemerintahnya Sendiri