Davao, Filipina, 17 Rabi’ul Akhir 1438/16 Januari 2016 (MINA) – Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan dia akan mempertimbangkan untuk menyatakan darurat militer jika masalah narkoba memburuk, dan ia menegaskan bahwa tidak ada yang bisa menghentikannya untuk membuat keputusan itu.
“Saya harus melindungi rakyat Filipina. Ini adalah tugas saya. Dan saya katakan sekarang, jika saya harus menyatakan darurat militer, saya akan mendeklarasikan,” kata Duterte dalam pertemuan pengusaha di kampung halamannya di Davao, Pilipina Selatan, pada Sabtu (14/1) malam.
Ia menyatakan tidak peduli terhadap Mahkamah Agung.
Baca Juga: Demonstran Pro-Palestina di Kanada Bakar Patung Netanyahu
“Tidak ada yang bisa menghentikan saya. Hak untuk melestarikan kehidupan seseorang dan bangsa saya melebihi segala sesuatu yang lain,” katanya, demikian Al Jazeera memberitakan yang dikutip MINA.
Di bawah Konstitusi Filipina tahun 1987, Presiden dapat mengumumkan keadaan darurat hingga 60 hari dalam kasus invasi atau pemberontakan.
Konstitusi tidak menyebutkan kekerasan narkoba sebagai pembenaran untuk menyatakan negara keadaan darurat. Kongres dan Mahkamah Agung juga memiliki kekuatan untuk mengadakan peninjauan (review) apabila Presiden mengambil keputusan negara dalam keadaan darurat.
Namun, Duterte mengatakan bahwa tugasnya “untuk melestarikan rakyat Filipina dan pemuda di negeri ini”, dengan demikian ia cukup beralasan untuk menangguhkan surat perintah habeas corpus, bila Mahkamah Agung menolak keputusannya.
Baca Juga: Kapal Wisata Mesir Tenggelam di Laut Merah, 17 Penumpang Hilang
“Bukan tentang invasi, pemberontakan. Bukan tentang bahaya. Saya akan mengumumkan keadaan darurat untuk melestarikan bangsa saya,” katanya.
Namun, ia juga mengatakan sebelumnya pada Januari bahwa ia tidak punya rencana mendeklarasikan darurat militer, dan mengatakan itu “omong kosong”, karena menurutnya, hal itu tidak memperbaiki kehidupan warga Filipina seperti yang terjadi di masa lalu.
Pada tahun 1972, Presiden Ferdinand Marcos mengumumkan darurat militer terkait timbulnya ancaman pemberontakan komunis di negara itu.
Pada pertengahan Desember 2016, kurang dari enam bulan masa kepresidenan Duterte, lebih dari 6.000 orang telah tewas sebagai bagian dari perang melawan narkoba. Puluhan lainnya telah dilaporkan tewas sejak 1 Januari 2017. (T/RI-1/P1)
Baca Juga: Dokter Palestina Kumpulkan Dana untuk Pendidikan Kedokteran di Gaza
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Kelelahan Meningkat, Banyak Tentara Israel Enggan Bertugas