Accra, Ghana, 13 Jumadil Awwal 1436/4 Maret 2015 (MINA) – Presiden Ghana John Mahama mengeluarkan kebijakan baru untuk melindungi hak warganya dari kalangan muslimah untuk mengenakan jilbab. Kebijakan itu telah membuat sukacita bagi penduduk Muslim di negara tersebut.
Umat Islam di Ghana memandang kebijakan tersebut sebagai jaminan mereka untuk menjalankan agama mereka.
“Ini berkat doa-doa kita yang pada akhirnya didengar,” kata Kausar Mohammed, seorang mahasiswa muslim, On Islam melaporkan dan dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
“Ini bagus karena akan membantu kita mengamalkan agama kita,” tambahnya.
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20
Mahama mengeluarkan kebijakan itu dalam pidato kenegaraan pada Kamis pekan lalu (26/2), Presiden menegaskan komitmennya pada Pasal 21 dari Konstitusi, yang menjamin kebebasan beragama dan kebebasan untuk mengekspresikan keyakinan agama.
“Tentu saja Konstitusi kita salah, kalau bagi siswa Muslim dipaksa menghadiri layanan gereja, atau bagi siswa Kristen dipaksa menghadiri shalat berjamaah Muslim,” jelasnya.
Hal lain juga salah jika Konstitusi mencegah perempuan Muslim mengenakan jilbab atau Katolik biarawati mengenakan kebiasaan mereka untuk bekerja atau sekolah, tambah Mahama.
“Kepada kepala-kepala instansi harus mencatat bahwa ini dipatuhi dengan baik,” ia mengingatkan.
Baca Juga: Rwanda Kirim 19 Ton Bantuan Kemanusiaan ke Gaza
Dia juga menegaskan, sanksi yang tepat dan tegas akan diambil terhadap pimpinan institusi yang bertindak bertentangan dengan ketentuan konstitusi.
Kebijakannya keluar menyusul laporan, banyak siswa dan perempuan Muslim SMA yang bekerja di sektor publik dipaksa melepas kerudung mereka. Prosedur yang sama diambil di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi misionaris pelatihan perawat.
“Kalian kaum Muslimah hidup selalu mengenakan jilbab, kemanapun kalian pergi termasuk pergi ke perguruan tinggi, dan itu ada dalam undang-undang kita, kalian jangan merasa seperti telah ditipu,” kata Kausar, seorang mahasiswa Muslim setempat.
Menurutnya, semua orang melihat kaum Muslimah memang selalu mengenakan jilbab. Kemudian ketika mereka dipaksa melepasnya, tentu orang-orang akan melihat muslimah suatu pagi bekerja dengan terlihat rambutnya, tambahnya.
Baca Juga: Korban Tewas Ledakan Truk Tangki di Nigeria Tambah Jadi 181 Jiwa
“Muslimah merasa seperti telanjang karena seragam mereka pendek dan merasa tidak berpakaian seperti layaknya seorang wanita Muslim,” ujarnya.
Bantuan
Pujian terhadap keputusan Presiden John Mahama digemakan oleh banyak Muslim Ghana, keputusan itu juga dinilai sebagian orang, sangat membantu umat Islam di sana.
“Saya telah menerima pesan singkat yang berisi ‘OK’ bagi kita untuk memakai jilbab,” kata seorang mahasiswa perawat beragam Islam, Sadia Isaaka penuh suka cita di Rumah Sakit Ridge milik pemerintah di Accra, Ghana.
Baca Juga: Presiden Afsel Minta Dunia Tekan Israel Hentikan Serangan di Gaza
Isaaka sebelumnya dilarang mengenakan jilbab ke rumah sakit oleh atasannya dengan alasan bahwa jilbab adalah bukan bagian dari seragam keperawatan.
“Saya memakai jilbab untuk bekerja, walaupun pengawas kami mengatakan dia tidak pernah ingin melihatnya lagi,” kenangnya.
Ia merasakan, selama ini merasa benar-benar sangat malu, tapi aku tidak punya pilihan, tambahnya.
Menurutnya, menjadi seorang Muslimah, tidak bisa berpakaian seragam kecuali dengan mengenakan jilbab.
Baca Juga: Uni Eropa untuk Pertama Kali Kirim Vaksin Mpox ke Kongo
Sementara itu, Muhammad Andani Husseini, presiden Asosiasi Mahasiswa Muslim Ghana, mengatakan, kebijakan itu mengakhiri dugaan buruk Muslim dalam menjalani kegiatan mereka di universitas, sekolah dan tempat bekerja.
“Saya sangat senang. Ini berarti kita memiliki masa depan kita di tangan kita dan hukum telah mendukung kami,” katanya kepada Anadolu Agency (AA).
Dia mengungkapkan harapannya, semua orang Ghana akan memahami bahwa masalah diskriminasi anti-Muslim adalah nyata dan harus dihadapi dengan bijak.
Lebih lanjut, hal lainnya yang harus diperhatikan adalah adanya kasus tidak kurang dari 70 persen masyarakat Ghana, khususnya siswa SMA yang bergama Islam, dipaksa untuk menghadiri kegiatan di gereja.
Baca Juga: Permainan Angklung Meriahkan Resepsi Diplomatik HUT RI ke-79 di KBRI Nairobi
“Mahasiswa Muslim di sekitar 70 persen SMA dipaksa untuk menghadiri layanan gereja,” Husseini mencatat.
Husseini menyatakan, setiap pagi, orang Muslim dipaksa untuk menghadiri kebaktian di gereja. Jika gagal, maka akan didenda maksimal 20 Cedi Ghana (sekitar AS $ 6).
Dia menyayangkan adanya paksaan tersebut. Dan mempertanyakan, apakah jika Muslimah berada di sekolah untuk memperoleh pengetahuan, apakah mereka harus pergi ke gereja untuk memperoleh pengetahuan itu?
Meskipun persentase Muslim di Ghana cukup besar, tetapi ia menyesalkan, lembaga pendidikan di negara itu tidak memberikan tempat ibadah bagi siswa Muslim.
Baca Juga: WHO: Akses Kesehatan di Sudan Sangat Terbatas
“Beberapa siswa memiliki tempat ibadah, tetapi mereka tidak diizinkan untuk beribadah di tempat itu. Jadi mereka beribadah di bawah terik matahari, dan pada saat hujan menjadi sulit bagi mereka untuk beribadah,” katanya.
Menurut factbook CIA, Ghana adalah rumah bagi populasi Muslim diperkirakan 17,6% dari jumlah keseluruhan masyarakat Ghana yang berkisar 25 juta jiwa.
Islam mensyariatkan jilbab sebagai pakaian wajib bagi Muslimah, bukan semata simbol agama yang menampilkan ciri khas seseorang. (T/P011/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Presiden Iran: Pembunuhan Nasrallah Semakin Perkuat Perlawanan