Jakarta, 12 Dzulhijjah 1437/14 September 2016 (MINA) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengemukakan, sistem pendidikan dan pelatihan vokasi saat ini harus dilakukan perombakan, dan harus melakukan reorientasi pendidikan dan pelatihan vokasi ke arah demand driven.
Dengan demikian, kurikulum, materi pembelajaran, praktik kerja, pengujian, dan sertifikasi bisa sesuai dengan permintaan dunia usaha dan industri.
“Saya kira ini yang paling penting, kita harus melibatkan dunia usaha dan industri, karena mereka lebih paham kebutuhan tenaga kerja yang fokus pada pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sektor-sektor unggulan, seperti: Maritim, pariwisata, pertanian, dan ekonomi kreatif,” kata Presiden Jokowi dalam pengantarnya pada Rapat Terbatas tentang pendidikan dan pelatihan vokasi di Kantor Presiden, Selasa (13/9).
Presiden menegaskan, dalam siaran pers Setkab yang dikutip Mi’raj Islamic News agency (MINA), semuanya harus terintegrasi dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan vokasi ini, mulai dari SMK, kursus-kursus di BLK (Balai Latihan Kerja), kemudian juga aturan-aturan yang mempermudah pembukaan sekolah-sekolah keterampilan swasta.
Baca Juga: Hari Guru, Kemenag Upayakan Sertifikasi Guru Tuntas dalam Dua Tahun
“Semua ini harus terintegrasi sehingga betul-betul apa yang tadi saya sampaikan di depan dapat kita kejar,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden menyampaikan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa ditinjau dari latar belakang pendidikan, proporsi pengangguran terbesar adalah mereka lulusan SMK 9,84%. Angka ini lebih tinggi dari pengangguran lulusan SMA 6,95 persen, SMP 5,76 persen, dan SD 3,44persen. Dari 7,56 juta total pengangguran terbuka 20,76 persen berpendidikan SMK.
Sementara dari sisi usia, jika pada 2010 tingkat pengangguran usia 15-19 tahun berada pada level 23,23 persen, pada 2015 angka ini meningkat menjadi 31,12 persen.
Pada awal pengantarnya, Presiden Jokowi mengulang pernyataannya bahwa kompetisi antar negara semakin sengit dan semakin berat. Namun demikian, menurut Presiden, dalam menghadapi persaingan itu sesungguhnya Indonesia memiliki kekuatan yang besar, yaitu 60 persen dari penduduk Indonesia adalah anak muda.
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru
“Ada 60% dari penduduk Indonesia itu anak muda, ini kekuatan kalau kita bisa mengelola, kalau kita bisa memanfaatkan dari potensi kekuatan ini,” tegasnya.
Jumlah tersebut, lanjut Presiden, akan terus meningkat hingga mencapai 195 juta penduduk Indonesia produktif di tahun 2040 mendatang. Angka yang besar ini diyakini Presiden akan menjadi potensi penggerak produktivitas nasional, apabila kita bisa menyiapkan mulai dari sekarang. Namun sebaliknya, jika tidak disiapkan dengan baik, akan menjadi potensi masalah, utamanya potensi pengangguran di usia muda.
Untuk itu, Presiden Jokowi mengingatkan, kita harus betul-betul fokus dengan SDM Indonesia yang berkualitas sehingga bisa melakukan lompatan kemajuan, mengejar ketertinggalan dengan negara-negara yang lain.
“Kita harus mampu membalikkan piramida kualifikasi tenaga kerja yang saat ini mayoritas masih berpendidikan SD-SMP menjadi sebuah tenaga kerja yang terdidik dan terampil,” tandasnya. (T/ima/P001)
Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)