Jakarta, 4 Syawwal 1435/31 Juli 2014 (MINA) – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkan surat terbuka atas agresi militer Zionis Israel yang dilancarkan ke Gaza, Palestina yang ditujukan kepada pemimpin dunia dan khalayak internasional.
Dalam surat terbuka tersebut, presiden RI ke-6 itu menyatakan keprihatinan atas jatuhnya banyak korban dari warga sipil tidak berdosa, termasuk anak-anak, kaum perempuan dan golongan lanjut usia.
Presiden SBY mengatakan, pemerintah telah melakukan langkah-langkah diplomatik melalui berbagai forum, baik melalui Organisasi Kerjasama Islam (OKI) maupun organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
“Sebagai seorang Presiden yang saat ini tengah memimpin sebuah negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia, tentu saya tidak hanya bersedih dan marah. Hingga saat ini saya juga aktif melaksanakan diplomasi beserta para menteri dan diplomat Indonesia, termasuk dengan Sekjen PBB Ban Ki-moon, dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, tetapi situasi yang ada di Gaza kenyataannya bertambah buruk,” tulis SBY dalam surat terbuka yang diunggah melalui Facebook resminya, Kamis (31/7).
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
SBY menyerukan pemimpin dunia segera mengambil tindakan bersama mengakhiri agresi militer Zionis yang membabi buta dari berbagai arah selama lebih dari tiga pekan hingga sekarang.
“Dengan seruan ini saya berharap para pemimpin dunia segera mengambil tanggung jawab bersama dan benar-benar bisa melakukan atau “memaksakan” gencatan senjata dan mengakhiri operasi-operasi militer yang nampaknya makin tidak pandang bulu” tulis SBY.
Dia juga menyatakan Indonesia secara konsisten dan tegas mendukung kemerdekaan bangsa Palestina. Dunia harus benar-benar memberikan kepastian bagi terbentuknya negara Palestina yang merdeka dan berdaulat, serta diakui oleh masyarakat dunia.
Berikut petikan lengkap Surat Terbuka SBY mengenai krisis kemanusiaan di Gaza.
Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat
KEPADA PARA PEMIMPIN DUNIA TENTANG KRISIS KEMANUSIAAN DI GAZA*
Nama saya Susilo Bambang Yudhoyono. Saya seorang muslim yang mencintai keadilan, dan yang sekaligus mencintai kedamaian, kemanusiaan dan demokrasi. Hampir sepuluh tahun ini saya memimpin Indonesia, dan beberapa bulan mendatang saya akan mengakhiri tugas saya sebagai Presiden Republik Indonesia.
Kemarin, setelah pagi harinya bersama rakyat Indonesia merayakan ldul Fitri dengan tenang dan damai, sebuah hari keagamaan yang agung bagi umat Islam, sepanjang malam saya tidak bisa memejamkan mata saya. Melalui tayangan televisi nasional dan internasional, hampir setiap menit, saya menyaksikan jatuhnya korban jiwa di Gaza akibat kekerasan dan aksi-aksi militer yang tengah berkecamuk. Hampir semua yang tewas dan yang Iuka-Iuka adalah mereka yang tidak berdosa, tidak berdaya dan tidak bisa menyelamatkan diri dari desingan peluru dan bom-bom maut pencabut nyawa.
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain
Isak tangis ibu-ibu yang kehilangan putra-putrinya, serta jeritan anak-anak yang tiba-tiba kehilangan orang tuanya, sungguh menusuk relung hati saya yang paling dalam. Saya yakin, siapa pun dan bangsa mana pun hampir pasti akan mengalami kesedihan dan kepiluan yang sama menyaksikan tragedi kemanusiaan yang tak terperikan itu.
Sebagai seorang Presiden yang saat ini tengah memimpin sebuah negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia, tentu saya tidak hanya bersedih dan marah. Hingga saat ini saya juga aktif melaksanakan diplomasi beserta para menteri dan diplomat Indonesia, termasuk dengan Sekjen PBB Ban Ki-moon, dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, tetapi situasi yang ada di Gaza kenyataannya bertambah buruk. Oleh karena itu, dari Jakarta, saya harus meneriakkan seruan moral kepada seluruh bangsa di dunia, utamanya para pemimpin dunia, dan utamanya lagi kepada pemimpin Israel dan Hamas, untuk segera menghentikan kekerasan dan tragedi di kawasan itu. Dengan seruan ini saya berharap para pemimpin dunia segera mengambil tanggung jawab bersama dan benar-benar bisa melakukan atau “memaksakan” gencatan senjata dan mengakhiri operasi-operasi militer yang nampaknya makin tidak pandang bulu.
Gencatan senjata itu mesti dilaksanakan sekarang. Bukan besok, apalagi lusa. Dengan gencatan senjata, berarti serangan Israel melalui udara, laut dan darat harus segera dihentikan. Demikian pula tembakan-tembakan roket dari pihak Hamas mesti diakhiri, agar aksi balas membalas atau siklus kekerasan tidak terus berlanjut. Tindakan para pemimpin politik dan militer untuk melanjutkan operasi-operasi militer saat ini hanya akan makin menambah jatuhnya korban jiwa, termasuk anak-anak, kaum perempuan dan golongan lanjut usia.
lni semua sudah menabrak hukum, moral dan etika perang, yang harus dijunjung tinggi di sebuah dunia yang beradab.
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain
Meskipun saya seorang muslim, saya tidak melihat masalah ini dari segi agama. Saya tidak mengaitkan pikiran dan seruan saya ini dengan Islam, Yahudi, Kristen, Katolik dan agama atau keyakinan apa pun. lsu yang kita hadapi ini adalah isu tentang kemanusiaan, moralitas, hukum dan etika perang, serta tindakan dari pihak mana pun yang telah melebihi kepatutannya. Tragedi kemanusiaan dan penderitaan manusia yang tak terperikan ini juga berkaitan dengan rasa tanggung jawab dari para pemimpin, yang baik langsung maupun tidak langsung telah membuat tragedi kemanusiaan ini terus berlangsung.
Terus terang, Indonesia secara konsisten dan tegas mendukung kemerdekaan bangsa Palestina. Dunia harus benar-benar memberikan kepastian bagi terbentuknya negara Palestina yang merdeka dan berdaulat, serta diakui oleh masyarakat dunia. Juga Palestina merdeka yang hidup berdampingan secara damai dengan Israel, dan juga dengan negara-negara tetangganya. Konsep “dua negara dalam kawasan yang damai” adalah konsep yang saya pandang dan yakini sebagai konsep yang realistis dan bisa diwujudkan.
Dengan tontonan dan contoh buruk tentang konflik, perang dan kekerasan sebagaimana yang kita saksikan saat ini, atau juga di tahun-tahun sebelumnya, maka anak-anak bangsa mana pun, termasuk anak-anak muda kita, bagai diajarkan ya begitulah kehidupan di dunia yang mesti dijalankan. Padahal, selama hampir sepuluh tahun ini saya mengajak bangsa Indonesia, termasuk umat Islam Indonesia, untuk senantiasa mencintai perdamaian, persaudaraan, toleransi dan kerukunan. Saya juga berjuang dengan gigih untuk memerangi radikalisme, ekstrimisme dan terorisme di bumi Indonesia. Saya juga aktif menyelenggarakan dan berpartisipasi dalam forum dialog antar agama dan peradabannya baik di Indonesia maupun di berbagai forum internasional. Saya juga memelopori dan memimpin penyelesaian berbagai konflik di Indonesia secara damai dan demokratis, termasuk konflik di Aceh dan Papua, konflik komunal antar dan intra agama, serta konflik kepentingan dengan negara lain termasuk sengketa perbatasan dengan negara-negara tetangga. Saya juga berupaya sekuat tenaga untuk menjaga dan mempertahankan garis Islam Indonesia yang moderat, rukun dan toleran, di tengah pengaruh global yang sering menyebarluaskan radikalisme, ekstrimisme dan terorisme. Saya menyadari bahwa semua itu tidak bisa “to be taken for granted“, melainkan harus terus kita jaga dan upayakan perwujudannya. Pendek kata saya berupaya sekuat tenaga untuk mengajak bangsa Indonesia agar mencintai perdamaian, menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan, serta toleransi dan bisa membangun persahabatan dan kemitraan dengan bangsa lain. ltulah konon katanya nilai-nilai universal yang diajarkan oleh orang-orang bijak di dunia.
Apa yang terjadi di Gaza dan tempat lain di Timur Tengah atau Afrika Utara dewasa ini, dikaitkan dengan misi dan tantangan yang saya hadapi di Indonesia, bisa dibayangkan betapa beratnya saya mengemban tugas-tugas yang mulia itu. Apa yang harus saya katakan kepada ratusan juta rakyat Indonesia? Bagaimana tidak makin muncul kelompok-kelompok yang radikal di negara kami dan bahkan juga di banyak negara, karena mereka merasa kalah dan dipermalukan, sehingga harus memilih dan menempuh jalannya sendiri-sendiri dalam memperjuangkan keadilan yang diyakininya. Saya yakin tantangan berat yang saya hadapi ini juga dihadapi oleh banyak pemimpin lain di dunia, termasuk para pemimpin politik, pemimpin pemerintahan, pemimpin organisasi kemanusiaan dan para pemimpin agama. Saya khawatir, karena keacuhan dan kurangnya tanggung jawab kita semua, maka generasi-generasi yang terlahir saat ini kelak akan menjadi generasi yang keras, penuh dendam dan kebencian. Bisa-bisa pula menjadi generasi yang haus darah dan peperangan. Kalau ini yang terlahir dan terjadi di abad ke-21 ini, maka terciptanya perdamaian dan keamanan internasional yang menjadi semangat dan jiwa Perserikatan Bangsa-Bangsa, hanya akan menjadi sesuatu yang sangat ilusif.
Baca Juga: Israel Bom Sekolah di Gaza, Delapan Warga Syahid
Dengan itu semua, pandangan dan usulan konkrit saya sebagai pemimpin Indonesia adalah agar dalam hitungan hari, kalau perlu hitungan jam, para penentu perdamaian dan keamanan dunia, yaitu Dewan Keamanan PBB, utamanya para pemegang Hak Veto, dan negara-negara kunci di kawasan Timur Tengah, segera duduk bersama dan benar-benar bisa memaksakan dilakukannya gencatan senjata. Semangatnya adalah “peace making“. Setelah gencatan senjata dapat diwujudkan, segera diintensifkan bantuan kemanusiaan dan proses politik yang lebih inklusif dan konklusif. Jangan sampai setelah peperangan yang dengan susah payah bisa diakhiri, proses politik itu dilupakan kembali. Jangan mengulangi kesalahan masa lalu. Dengarkan jeritan rakyat Palestina, utamanya yang tinggal di jalur Gaza yang sudah cukup menderita akibat blokade yang diberlakukan selama ini, serta pandangan Fatah dan Hamas yang semoga makin menyatu, realistis dan konstruktif. Dengarkan pula harapan rakyat Israel agar tidak dihantui oleh rasa takut sepanjang masa setelah tetangganya insya Allah menjadi negara yang merdeka dan berdaulat. Konflik kedua bangsa itu akan berakhir, menurut hemat saya, jika kemerdekaan Palestina telah benar-benar dicapai dan kemudian Israel tidak merasa terancam olehnya. Tentunya Israel yang semakin memiliki hati dan semangat persahabatan, dan bukan yang selalu bersikap superior karena merasa negaranya jauh lebih kuat. Negara lain juga harus peduli, tergerak dan ikut berkontribusi bagi terwujudnya cita-cita mulia ini. Indonesia menawarkan diri dan selalu siap untuk dilibatkan dalam proses pengakhiran tragedi kemanusiaan yang penting ini.
lnilah saudara-saudaraku bangsa sedunia, peluang sejarah yang terbuka. Jangan kita sia-siakan, agar kita tidak dikutuk dan disalahkan oleh generasi mendatang oleh anak cucu kita.
Selamat ldul Fitri 1435 Hijriyah kepada kaum muslimin di Palestina semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dan pertolongan-Nya. Juga salam damai dan persahabatan untuk semua umat beragama dan bangsa-bangsa sedunia.
Jakarta, 29 Juli 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
DR. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Baca Juga: Uganda Bertekad Gelorakan Semangat KAA
(L/P02/P04)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
*Ket: Surat Terbuka (Open Letter) Presiden SBY ini telah dimuat dalam versi bahasa Inggris di Harian Strait Times edisi 31 Juli 2014.
Baca Juga: Presiden Biden Positif COVID-19 Saat Kampanye di Las Vegas