Berlin, MINA – Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier mengatakan pada hari Sabtu (16/9), Islam adalah milik Jerman, di tengah meningkatnya rasisme dan Islamofobia yang dipicu propaganda kelompok dan partai sayap kanan yang mengeksploitasi krisis pengungsi serta berusaha memicu ketakutan terhadap imigran.
“Islam, agama Muslim, kehidupan Muslim, budaya Muslim telah mengakar di negara kami,” kata Steinmeier pada perayaan 50 tahun berdirinya Asosiasi Pusat Kebudayaan Islam (VIKZ) di Cologne. Anadolu melaporkan.
“Saat ini keberagaman Islam, keberagaman lebih dari 5 juta umat Islam, juga merupakan bagian dari negara kita,” ujarnya.
Steinmeier menekankan bahwa kebebasan beragama juga berarti melindungi hak-hak semua penganutnya.
Baca Juga: Para Menlu Arab dan Turkiye Akan Bertemu di Yordania Bahas Situasi Terkini Suriah
“Jerman adalah negara yang netral secara ideologi. Namun kebebasan beragama bukan berarti negara kita bebas dari agama. Tidak, itu berarti memberikan ruang bagi agama dan melindungi kebebasan umat beriman, semua umat beriman,” tambahnya.
Pernyataannya muncul setelah adanya laporan baru-baru ini yang mengatakan rasisme dan Islamofobia telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di Jerman.
Sebanyak 898 insiden anti-Muslim tercatat di Jerman pada tahun 2022, sementara jumlah kasus yang tidak dilaporkan masih tinggi, menurut laporan situasi yang dirilis pada bulan Juni oleh organisasi non-pemerintah yang berbasis di Berlin, Aliansi Melawan Islamofobia dan Permusuhan Muslim.
Rasisme adalah bagian dari kehidupan sehari-hari umat Islam di Jerman, dengan banyak kasus tercatat melibatkan perempuan, menurut penelitian tersebut.
Baca Juga: Walid Barakat Bebas Setelah 42 Tahun di Penjara Suriah
Di antara kasus-kasus yang terdokumentasi adalah 500 serangan verbal, termasuk pernyataan yang menghasut, penghinaan, ancaman dan pemaksaan. Sebelas surat ancaman ke masjid-masjid dengan “ancaman kekerasan dan kematian yang sering kali berlebihan” tercatat. Surat-surat tersebut berisi simbol-simbol Nazi atau referensi pada era Nazi.
Laporan tersebut mencatat 190 kasus diskriminasi dan 167 kasus “perilaku merugikan”. Kategori terakhir mencakup 71 kasus penganiayaan fisik, 44 kasus pengrusakan properti, tiga serangan pembakaran, dan 49 tindakan kekerasan lainnya.
Selain itu, serangan bermotif rasial terhadap generasi muda dan anak-anak semakin meningkat. Ada kasus dimana perempuan diserang di hadapan anak-anaknya dan perempuan hamil ditendang atau dipukul di bagian perut.
Penulis penelitian berasumsi jumlah kasus yang tidak dilaporkan tinggi karena tidak adanya pemberitaan media yang luas. Laporan situasi pertama mencakup data dari 10 pusat nasihat di lima negara bagian Jerman serta laporan melalui portal “I-Report”, statistik kekerasan bermotif politik, serta laporan polisi dan pers.
Baca Juga: Utusan PBB Peringatkan Pengungsi Tidak Kembali Dulu ke Suriah
Kejahatan anti-Muslim seringkali tidak diakui atau mereka yang terkena dampak tidak melaporkannya karena kurangnya kepercayaan pada pihak berwenang, kata laporan tersebut. Laporan tersebut menyerukan adanya desakan, antara lain, perluasan struktur pelaporan dan peningkatan kesadaran mengenai topik ini oleh pihak berwenang, sekolah, dan sektor kesehatan.
Sebagai negara berpenduduk lebih dari 84 juta jiwa, Jerman memiliki populasi Muslim terbesar kedua di Eropa Barat setelah Prancis. Jerman adalah rumah bagi lebih dari 5 juta Muslim, menurut angka resmi. (T/R7/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Israel Serang Suriah 300 Kali Sejak Assad Jatuh, Situs Militer Jadi Sasaran