Khortum, MINA – Presiden Sudan Omar Al-Bashir pada hari Senin (24/12) berjanji untuk melakukan reformasi ekonomi, di tengah maraknya aksi protes atas kenaikan harga dan kekurangan komoditas dasar di Sudan.
Kantor berita SUNA yang dikelola pemerintah melaporkan, Presiden telah menegaskan bahwa negara akan terus melakukan reformasi ekonomi untuk memastikan kehidupan yang layak bagi warga.
Laporan tersebut juga mengatakan, Al-Bashir telah bertemu para pejabat Badan Keamanan dan Intelijen, memuji upaya mereka dalam mendukung upaya layanan pemerintah, serta memastikan keselamatan masyarakat.
Al-Bashir telah meminta warga untuk tidak percaya kepada provokator, mengenai desas-desus, dan meminta mereka untuk berhati-hati atas upaya menanamkan rasa frustrasi. Ia berjanji dengan langkah-langkah nyata untuk mengembalikan kepercayaan warga pada sistem perbankan,” lapor SUNA.
Baca Juga: Pusat Budaya dan Komunitas Indonesia Diresmikan di Turki
Sudan telah diguncang oleh protes sejak Rabu lalu (19/12), terhadap kenaikan harga, inflasi dan melonjaknya harga roti sebesar dua kali lipat.
Perkiraan resmi menyebutkan, jumlah korban tewas dari protes ada 8 orang. Sedangkan kelompok oposisi mengatakan, setidaknya 22 orang telah tewas dalam kerusuhan itu.
Pada hari Ahad (23/12), protes pecah di Omdurman, kota kembar dari ibukota Khartoum, dan negara-negara Kordofan Utara dan Selatan. Saksi mata mengatakan, polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan demonstran yang berbaris di pusat Khartoum setelah pertandingan sepak bola di tengah teriakan melawan Presiden Omar Al-Bashir, yang telah berkuasa sejak 1989.
Pihak berwenang Sudan telah mengumumkan keadaan darurat dan jam malam di sejumlah provinsi menyusul protes yang terjadi. Pejabat pemerintah sendiri menuduh Israel merencanakan kelompok pemberontak untuk menyebabkan kekerasan di negara itu.
Baca Juga: DPR AS Keluarkan RUU yang Mengancam Organisasi Pro-Palestina
Sebagai negara berpenduduk 40 juta orang, Sudan telah berjuang untuk pulih dari kehilangan tiga perempat dari produksi minyaknya, sumber utama mata uang asing, ketika Sudan Selatan lepas pada tahun 2011. (T/Ast/B05)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan