Pro-Kontra 200 Dai Rekomendasi Kemenag

Oleh: Widi Kusnadi, Redaktur MINA

Di awal bulan Ramadhan 1439 ini, Kementerian Agama () mengeluarkan sebuah pengumuman yang cukup membuat “gaduh” masyarakat. Pengumuman itu adalah daftar 200 nama-nama yang telah diseleksi sehingga dianggap layak untuk memberikan ceramah di masyarakat.

Seperti sudah terjadi sebelumnya bahwa setiap kebijakan pemerintah pastinya menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, tidak terkecuali dengan pengumuman rilis mubaligh tersebut. Beberapa kalangan menyambut positif hal itu dan mengusulkan rekomendasi Kemenag bisa menjadi acuan bagi masyarakat, khususnya kalangan instansi pemerintah dan BUMN.

Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Syaifuddin menyatakan, tidak ada niat pemerintah untuk mendiskriminasikan lain yang belum masuk daftar yang telah dirilis tersebut. Sebab, daftar nama tersebut merupakan data awal dari proses verifikasi. Kebijakan itu hanyalah bentuk lembaganya melayani masyarakat.

“Ini bukan seleksi, bukan akreditasi, apalagi standardisasi. Ini cara kami layani permintaan publik,” ujar Menag.

Menurut juru bicara Kemenag, Mastuki, ada tiga kriteria untuk merumuskan penceramah yang dianggap mempunyai kompetensi untuk memberi ceramah. Syarat pertama dilihat dari kompetensi keilmuan yang bersangkutan. Selain itu dilihat juga dari kualifikasi pendidikan dan pemahaman keagamaannya. Kedua, mempunyai integritas dan reputasi yang baik di masyarakat. Ketiga, mempunyai komitmen untuk memperkuat dan kebangsaan.

Meskipun Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan tidak dilibatkan dalam menjaring para mubaligh itu, namun, ketua komisi dakwah, KH Cholil Nafis mengusulkan agar nama-nama yang direkomendasikan Kemenag itu bisa menjadi acuan bagi masjid-masjid di kementerian, lembaga pemerintah dan kantor pemerintah daerah.

Belum lama ini, KH Cholil Nafis telah berkunjung ke negara-negara di Asia Tenggara. Hasilnya, menurut dia, kualifikasi seorang dai memang penting untuk meluruskan pemahaman tentang Islam di tengah-tengah masyarakat.

Dukungan serupa juga datang dari Ketua GP Ansor Kota Bandung, Aa Abdul Rozak. Menurutnya, rekomendasi ini menjadi bukti akan ketegasan Kemenag dalam menjaga nilai-nilai kebangsaan.

“Kita mendukung penuh upaya Kemenag dalam menjaga umat Islam, karena Kemenag memang harus tegas terkait penceramah yang tidak punya komitmen kebangsaan yang tinggi,” ujarnya.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan setuju dengan langkah Kemenag yang mengeluarkan daftar penceramah yang telah direkomendasikan oleh negara. Langkah ini dianggap bentuk negara hadir menjawab permintaan rakyat.

“Dari sejak awal kita sudah cermati di mana setiap bentuk publisitas tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh agama tanpa mengurangi kebebasan berekspresi memang harus dicermati negara,” kata Arteria Dahlan di Jakarta.

Pihak yang Kontra

Ketua PBNU Marsudi Syuhud meminta Kementerian Agama untuk transparan dalam menyeleksi nama mubalig. Hal ini dilakukan untuk menghindari pro dan kontra di masyarakat terkait penceramah yang namanya tak masuk daftar rekomendasi.

“Mungkin, dibuat SOP-nya (Standard Operating Procedures) supaya nanti tidak bingung sendiri, tidak juga timbul pertanyaan di masyarakat,” ujarnya.

Ketua MPR Zulkifli Hasan menilai tindakan Kemenag tersebut merupakan blunder besar. Oleh karena itu, Lukman Hakim Saifuddin sebagai Menteri Agama diminta menyampaikan maaf atas hal itu.

Ia menjelaskan, tindakan Kemenag yang merilis 200 daftar nama mubalig penceramah Islam di Indonesia itu dianggap seperti politik belah bambu. Karena, masyarakat akan saling menghujat satu sama lain. “Itu politik belah bambu, terhadap ulama, terhadap anak negeri,” ujarnya.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon memandang rekomendasi 200 penceramah atau mubalig yang dirilis Kementerian Agama (Kemenag) sebagai hal konyol. Menurut dia, daftar tersebut hanya menimbulkan persoalan baru.

“Saya kira itu satu hal yang konyol yang dikeluarkan oleh Kemenag. Karena menurut saya, pertama, tidak ada urgensinya. Kedua, ini menimbulkan masalah baru. Kenapa sih suka banget sama masalah baru?” kata Fadli di Jakarta.

Dia menyebut daftar penceramah yang dikeluarkan Kemenag itu bisa menimbulkan perpecahan. Menurut Fadli, masih banyak juga para mubalig berkualitas yang tak dicantumkan dalam daftar itu.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (Wasekjen PAN) Saleh Partaonan Daulay mengatakan, Kemenag tidak semestinya mengeluarkan daftar nama 200 mubalig/mubaligah yang dianggap moderat dan layak berdakwah di Indonesia. Menurut Saleh, banyak keganjilan  dalam rekomendasi itu.

Saleh mengatakan, daftar berisi 200 pendakwah itu sangat sedikit dibandingkan populasi umat Islam di Indonesia. Selain itu, tiga indikator untuk menentukan dai masuk dalam daftar penceramah moderat versi Kemenag juga potensial dipertanyakan.

Misalnya, indikator pertama adalah memiliki kompetensi tinggi kepada ajaran agama Islam. Saleh mengatakan, jangan sampai ulama yang berilmu justru tak masuk dalam daftar.

Selain itu, Saleh juga mempersoalkan indikator kedua lainnya tentang pengalaman dan komitmen kebangsaan. “Apakah orang yang sering ceramah sudah dianggap berpengalaman sekaligus memiliki komitmen kebangsaan?” ujar Saleh.

Dia mempertanyakan apa tolok ukur untuk menentukan seseorang memiliki komitmen kebangsaan. “Ini perlu penjelasan lebih lanjut dari Kementerian Agama,” katanya.

Legislator PAN itu menilai rekomendasi tentang 200 nama mubalig moderat versi Kemenag tak punya tujuan jelas. Bahkan, daftar nama itu terkesan mengambil perhatian di tengah dinamika sosial kebangsaan yang ada saat ini.

Saleh menilai daftar itu berpotensi mendegradasi peran dai yang banyak bertugas di pelosok tanah air. “Padahal, mereka bertugas dengan ikhlas walau tidak masuk dalam daftar rekomendasi itu,” ujarnya.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak merasa risih dengan muculnya 200 daftar nama mubalig atau ustaz/ustazah yang ada di Indonesia. Dahnil diketahui masuk dalam daftar tersebut.

“Terus terang saya merasa tidak layak dan tidak pantas di list tersebut, karena di luaran itu banyak sekali yang punya kelayakan yang di luar sana yang tinggi ilmu dan akhlak,” kata Dahnil.

Ulama KH Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym angkat bicara soal polemik daftar nama 200 mubalig atau penceramah yang dikeluarkan Kemenag. Dia mengaku sangat gundah.

Nama Aa Gym sendiri ada dalam daftar nama 200 mubalig yang dikeluarkan Kemenag tersebut. Namun dia merasa, sebenarnya ada banyak ulama lainnya yang jauh lebih layak darinya.

Aa Gym berharap Kemenag segera melakukan evaluasi karena daftar 200 nama mubaliq ini menimbulkan polemik.

Dari kriteria, sejujurnya pribadi ini masih sangat jauh dari selayaknya sebagai seorang ulama baik segi keilmuan maupun pengamalan. Apalagi melihat guru-guru dan sahabat-sahabat Aa yang tak diragukan lagi keilmuan, kecintaan dan perjuangan untuk negeri tercinta ini, belum ada dalam daftar. Mengingat sesama mukmin adalah bersaudara dan harus menjauhi prasangka buruk, (QS al hujurat 10-12) Aa percaya bahwa daftar ini dibuat untuk kemaslahatan bersama bangsa kita. Namun karena ternyata menimbulkan polemik, alangkah indahnya kebijakan ini dievaluasi dengan seksama dan dimusyawarahkan dengan MUI serta melibatkan para pimpinan ormas Islam, sehingga kelak dapat menghasilkan kebijakan yang adil dan didukung oleh umat,” katanya.

Ustaz Abdul Somad juga menanggapi daftar 200 penceramah rekomendasi Kemenag. Namanya tidak masuk daftar itu. Abdul Somad menyatakan Kemenag tak ingin membuat masyarakat kecewa. Apa maksudnya?

“Sebab Kemenag tidak ingin mengecewakan masyarakat. Karena saya penuh sampai April 2020,” katanya.

Bagaimana Dengan Negara Saudi?

Jika kita membandingkan dengan negara Arab Saudi yang oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dianggap tolak ukur dakwah Islam, negara itu kini sudah tidak lagi menerapkan kebijakan membatasi ceramah para mubaligh.

Menurut Ustadz Umar Rasyid Hasan, dai Indonesia yang pernah menjadi murid Syaikh Bin Baz mengatakan, semenjak pemerintahan Muhammad bin Salman, kini semua dai boleh melakukan ceramah di depan publik.

Mereka kini bebas menyampaikan ceramah tentang berbagai hal baik agama, sosial maupun teknologi. Namun ada  catatan dari kerajaan yaitu mereka tidak diperkenankan berbicara masalah pemerintahan dan politik, kecuali bagi para mubaligh yang memang sudah mendapat persetujuan dari kerajaan. (A/P2/RS2)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

 

Comments: 0