Oleh Rohullah Fauziah Alhakim, wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Bolehkah wanita bekerja? Apa pekerjaan yang baik untuk wanita?
Tentu sudah tidak asing terdengar pertanyaan-pertanyaan seperti itu, bahkan berulang-ulang.
Zaman sekarang semakin banyak wanita yang keluar dari rumah untuk bekerja, berbagai alasan-alasan muncul. Membantu perekonomian keluarga atau kurangnya penghasilan suami, sering menjadi dalih kenapa wanita bekerja. Hal seperti inilah yang hingga kini masih ramai diperbincangkan.
Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina
Pro dan Kontra
Jadi, sebenarnya boleh gak sih wanita bekerja di luar rumah? Kalau ditanya soal boleh atau tidak, hal ini masih menjadi pro dan kontra dikalangan masyrakat Muslim. Ada yang membolehkan ada juga yang melarang sama sekali. Kenapa ada yang kontra? Karena ada salah satu firman Allah dalam Al-Qur’an yang artinya, “Dan hendaklah kamu tetap tinggal di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu.”(Qs. Al-Ahzab: 33)
Kebanyakan orang menggunakan dalil ini, sehingga mereka melarang wanita ke luar rumah. Tapi ada juga yang pro kepada wanita yang bekerja di luar rumah karena Rasulullah bersabda, “Tiada seorang pun yang makan lebih baik dari orang yang makan hasil dari tangannya sendiri.” (Riwayat, Al-Bukhari, no 1966, Fath Al-bari, 4/306).
Selain itu, di dalam surat al-Qashash, ayat-23-28, juga dikisahkan mengenai dua puteri Nabi Syu’aib as yang bekerja menggembala kambing di padang rumput, yang kemudian bertemu dengan Nabi Musa AS.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Di dalam literatur fikih (jurisprudensi Islam) juga secara umum tidak ditemukan larangan perempuan bekerja, selama ada jaminan keamanan dan keselamatan, karena bekerja adalah hak setiap orang. Variasi pandangan ulama hanya muncul pada kasus seorang istri yang bekerja tanpa restu dari suaminya.
Islam Memuliakan Kaum Wanita
Tapi ingatlah wahai kaum Muslimah yang ditaburi rahmat oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, tinggal di rumah adalah fitrah seorang Muslimah karena pada asalnya, kewajiban mencari nafkah bagi keluarga merupakan tanggung jawab kaum lelaki.
Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah berkata: “Islam menetapkan masing-masing dari suami dan istri memiliki kewajiban yang khusus agar keduanya menjalankan perannya masing-masing sehingga sempurnalah bangunan masyarakat di dalam dan di luar rumah. Suami berkewajiban mencari nafkah dan penghasilan sedangkan istri berkewajiban mendidik anak-anaknya, memberikan kasih sayang, menyusui dan mengasuh mereka, serta tugas-tugas lain yang sesuai baginya seperti mengajar anak-anak perempuan, mengurusi sekolah mereka, dan mengobati mereka serta pekerjaan lain yang khusus bagi kaum wanita.
Baca Juga: Suriah dan Corak Bendera yang Berganti
Bila wanita sampai meninggalkan kewajiban dalam rumahnya, berarti ia telah menyia-nyiakan rumah serta para penghuninya. Hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan dalam keluarga baik secara hakiki maupun maknawi. (Khatharu Musyarakatil Mar’ah li Rijal fil Maidanil Amal).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (Qs.. An Nisa’: 34)
Islam memuliakan kedudukan kaum wanita, baik sebagai anak, sebagai saudara perempuan, sebagai ibu, juga sebagai istri. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mewajibkan seorang suami untuk menafkahi istrinya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, baik dari segi makanan, pakaian, dan sebagainya. Seorang istri berhak mendapatkan apa-apa yang ia butuhkan dengan cara meminta kepada suaminya dengan cara yang ma’ruf.
Tapi sayangnya, hak wanita di zaman sekarang ini seringkali dipaksakan oleh sebagian kalangan. Beberapa di antaranya yang menamakan diri mereka sebagai feminis (yang katanya memperjuangkan hak wanita), mereka berpendapat bahwa wanita harus sejajar dengan laki-laki, wanita tidak boleh dikekang, dan sebagainya. Padahal hal-hal tersebut malah membuat wanita kehilangan kemuliaannya.
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Pekerjaan Terbaik Muslimah
Seorang wirausahawan, Muhaimin Iqbal mengatakan dalam Tabligh Akbar Menjadi Wirausahawan Qur’ani dan Pembebas Al-Aqsha beberapa waktu lalu, pekerjaan terbaik seorang Muslimah adalah penggembala. Bayangkan, wanita yang bekerja di luar rumah, saat naik kendaraan umum berhimpitan dengan banyak lelaki non mahram, kemudian di kantor bertemu dan berbaur dengan rekan kerja yang juga bukan mahramnya. Lebih bahaya mana pekerjaan seperti ini atau bertemu para domba saja?
Sepertinya banyak yang meremehkan pekerjaan mengembala ini, kenapa? Karena mindset Al-Qu’ran belum diwujudkan. Padahal istri nabi Musa yang juga anak seorang nabi itu adalah penggembala kambing, seperti yang sudah disampaikan sebelumnya kisah pertemuan nabi Musa dengan calon istrinya.
Masa pekerjaan dari seorang istri dan juga anak nabi tidak baik untuk kita?
Baca Juga: Hari HAM Sedunia: Momentum Perjuangan Palestina
Aturan Islam Bila Wanita Keluar Rumah
Zaman Nabi dengan zaman sekarang kan beda. Tak sedikit orang yang menanggapi seperti itu. Ya memang, mungkin untuk para Muslimah yang tinggal di daerah perkotaan yang lahannya terbatas itu sulit untuk menjadi penggembala kambing, belum lagi para tetangga yang merasa risih dengan peliharaan-peliharaan kita. Berbeda dengan Muslimah yang tinggal di daerah perbukitan atau daerah perdesaan yang masih sangat banyak lahan luas yang memungkinkan untuk menggembala peliharaan seperti kambing, misalnya.
Lalu bagaimana? Wanita bekerja memang tidak ada larangannya, tapi meskipun tidak ada larangan bagi wanita untuk bekerja, hendaknya jenis pekerjaan itu tidak diharamkan dan tidak mengarah pada perbuatan haram, seperti perjalanan sehari semalam tanpa ada mahram atau bekerja di tempat yang terjadi ikhtilath (campur baur) antara pria dengan wanita. Memang tidak ada dalil yang qath’i tentang haramnya wanita keluar rumah, namun para ulama tetap menempatkan beberapa syarat atas kebolehan wanita keluar rumah.
- Mengenakan Pakaian yang Menutup Aurat
Menutup aurat adalah syarat mutlak yang wajib dipenuhi sebelum seorang wanita keluar rumah. Firman Allah:
Baca Juga: Literasi tentang Palestina Muncul dari UIN Jakarta
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang-oarang beriman, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.” (Qs. Al-Ahzaab 27)
- Tidak Berkhalwat Antara Pria dan Wanita
Rasulullah bersabda “Tidak boleh berkhalwat (bersepi-sepian) antara laki-laki dengan wanita kecuali bersama wanita tadi ada mahram.” (HR. Bukhari Muslim)
Sebagaimana antara dalil yang menunjukkan keperluan untuk tidak bercampur dan berasak-asak dengan kumpulan lelaki sewaktu bekerja adalah firman Allah yang artinya, “Dan tatkala ia ( Musa a.s) sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang (lelaki) yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia mendapati di belakang lelaki-lelaki itu, ada dua orang wanita yang sedang memegang (ternaknya dengan terasing dari lelaki). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?”. Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.” (Qs. Al-Qasas: 24).
- Tidak Tabarruj atau Memamerkan Perhiasan dan Kecantikan
Wanita dilarang memamerkan perhiasan dan kecantikannya, terutama di hadapan para laki-laki, seperti firman Allah yang artinya, “Janganlah memamerkan perhiasan seperti orang jahiliyah yang pertama.” (Qs. Al-Ahzaab 33).
Baca Juga: Perang Mu’tah dan Awal Masuknya Islam ke Suriah
- Tidak Melunakkan, Memerdukan atau Mendesahkan Suara
Para wanita diharamkan bertingkah laku yang akan menimbulkan syahwat para laki-laki. Seperti mengeluarkan suara yang terkesan menggoda, atau memerdukannya atau bahkan mendesah-desahkan suaranya.
Larangannya tegas dan jelas di dalam Al-Qur’an yang artinya, “Janganlah kamu tunduk dalam berbicara (melunakkan dan memerdukan suara atau sikap yang sejenis) sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Qs. Al-Ahzaab 32).
- Menjaga Pandangan
Wanita yang keluar rumah juga diwajibkan untuk menjaga pandangannya, Allah dalam firman-Nya yang artinya, “Katakanlah pada orang-orang laki-laki beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya ……..” (Qs. An Nuur 30-31)
- Aman dari Fitnah
Kebolehan wanita keluar rumah akan batal dengan sendirinya manakala ada fitnah, atau keadaan yang tidak aman. Hal ini sudah merupakan ijma` ulama.
Baca Juga: Selamatkan Palestina, Sebuah Panggilan Kemanusiaan
Syarat ini didapat dari hadits Nabi Muhammad tentang kabar beliau bahwa suatu ketika akan ada wanita yan berjalan dari Hirah ke Baitullah sendirian tidak takut apa pun kecuali takut kepada Allah.
- Pekerjaannya itu Tidak Mengorbankan Kewajibannya di Rumah
Yaitu kewajibannya terhadap suami dan anak-anaknya yang merupakan kewajiban pertama dan tugasnya yang asasi.
- Mendapatkan Izin dari Orang Tua atau Suaminya
Ini adalah yang paling sering luput dari perhatian para muslimah. Terkadang seolah-olah izin dari pihak orang tua maupun suami menjadi hal yang terlupakan. Izin dari suami harus dipahami sebagai bentuk kasih sayang dan perhatian serta wujud dari tanggung-jawab seorang yang idealnya menjadi pelindung. Namun tidak harus juga diterapkan secara kaku yang mengesankan bahwa Islam mengekang kebebasan wanita.
Tentu saja tidak semua bentuk dan ragam pekerjaan yang terdapat pada masa kini telah ada pada masa Rasul. Namun para ulama pada akhirnya menyimpulkan bahwa perempuan dapat melakukan pekerjaan apa pun selama ia membutuhkannya atau pekerjaan itu membutuhkannya dan selama norma-norma agama dan susila tetap terpelihara.
Baca Juga: Malu Kepada Allah
Allah berfirman yang artinya, “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka meryuruh (mengerjakan) yang ma’ruf mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya…” (Qs. At-Taubah: 71).
Yes or No?
Kembali ke pertanyaan awal, boleh atau tidak wanita bekerja di luar rumah? Jawabannya Ya, boleh. Tapi sebagai Muslimah harus memeperhatikan aturan-aturan yang telah ada dalam Islam. Meskipun begitu, para Muslimah juga harus ingat, berada di dalam rumah itu adalah fitrahnya dan sebaik-baiknya wanita adalah yang berada di rumah. So? Kembalikan kepada diri masing-masing, shalat Istikharah dan bermusyawarah kepada orang tua, suami kalau yang sudah menikah, atau bertanya kepada ustad.
Semoga apapun pilihannya itu adalah yang terbaik dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Amin.Wa llahu a’lam bishawab.(P006/R02)
Baca Juga: Palestina Memanggilmu, Mari Bersatu Hapuskan Penjajahan
(Dari berbagai sumber)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)